Cinta Di Lorong Gelap (2) Gadis itu menatap wajah sosok yang tengah terbaring di tempat tidurnya yang tak terlalu besar, di dalam ruangan 3 x 2½ m yang dindingnya mulai usang. Jendela kaca yang hanya di buka beberapa inchi saja agar udara pagi bisa menembus ke ruangan itu. Gorden motif daun pohon ek yang juga sudah tak cerah lagi warnanya menghiasi jendela.
Saat terlelap wajah pria itu begitu lembut, sama sekali tak terlihat ada gurat-gurat sisi gelap di sana. Tapi kenyataan tak bisa di pungkiri, tentang siapa dia sebenarnya. Gadis itu lalu keluar dari kamar dan kembali ke dapur, ia memasuki kamar hanya untuk melihat apakah pria itu sudah terjaga.
Gadis itu sibuk membuat sarapan di dapur, sesekali matanya menyeka pemandangan di depannya yang bisa ia lihat dari kaca jendela dapur. Orang lalu lalang, juga bising suara motor di antara gang-gang sempit, suara anak-anak yang bermain, bertengkar, tertawa. Tidak asing!
Ia mematikan kompor lalu berbalik untuk mengambil piring saji, tapi tubuhnya melonjak seketika oleh apa yang di temukannya. Pria itu berdiri di ambang pintu dapur, mereka saling diam dalam pandang. Lalu pria itu melirik hidangan di meja dapur, ada secangkir kopi hitam di sana, masih terlihat kepulnya yang artinya masih panas, mungkin sudah sedikit menghangat. Dan aroma kopi itulah yang membuatnya harus menjambangi ruangan yang sepertinya hanya seluas 3x3 itu. Dan aroma hidangan yang tersaji di atas meja itu cukup menyiksa lambungnya, yang belum ia lempari apapun sejak kemarin. Kemarin pagi ia hanya mengisinya dengan secangkir kopi dan sepotong roti dalam gesa di sebuah warung.
"Kau sudah bangun?" tanya gadis itu, pria itu tak menyahut, "kalau masih terasa sakit harusnya kau istirahat saja di dalam, biar nanti ku bawa sarapannya ke kamar!"
"Jadi...," desis pria itu, "kenapa kau menolongku?" tanyanya,
Gadis itu memungut piring lalu ke kembali ke penggorengan di atas kompor, memindahkan seekor ikan goreng ke piring itu yang sudah di hiasi oleh pelengkapnya lalu menaruhnya di atas meja. Bersama sup, ayam goreng dan sambel. Ini sarapan pagi apa makan malam?
Mata pria itu lekat tak lepas darinya, sang gadis menyeret kursi lalu duduk. Ia mengangkat wajahnya membalas tatapan sang pria, "kau tak mau ikut bergabung?" tanyanya,
"Aku...," kalimatnya terhenti karena perutnya bergemuruh, membuatnya sedikit malu. Ternyata wajahnya bisa memerah juga! Menciptakan simpulan senyum di bibir sang gadis.
Gadis itu membalik piring di sisi lain yang ia siapkan untuk pria itu, menyendokan nasi ke atasnya sebanyak dua centong, tapi ia tak mengambilkan lauknya.
"Duduklah, lagipula aku sudah memasak. Ku harap kau mau menghargainya!" katanya halus, sang priapun melangkah dan duduk di kursi yang sudah di sediakan, "kau mau ikannya?" katanya langsung mengambilkan daging ikan dengan sendok dan meletakannya di atas nasi yang ia sediakan untuk pria itu,