"Siapa yang mau!"
"Kaget ya, maaf.....!"
Dila memutar tubuhnya dan kembali melangkah, Arga mengikutinya. Sepulang sekolah biasanya jika tak ada kegiatan mereka akan pergi ke sawah di belakang sekolah, menyusuri sungai kecil lalu berjalan di jalan setapak hingga sampai ke bukit yang tak terlalu tinggi. Mereka duduk di sana.
Awalnya mereka ngobrol biasa hingga Dila merubah wajah cerianya menjadi murung, "kamu kenapa?" tanya Arga, Dila masih menunduk.
"Ayah sama Bunda mau cerai!" sahutnya, Arga tertegun.
"Belakangan mereka memang sering berantem, aku nggak tahu kenapa. Tapi.....aku di suruh pilih mau tinggal sama ayah atau sama Bunda!"
Ada kediaman sejenak.
"Aku mau tinggal sama keduanya, aku nggak mau mereka cerai!" titik-titik airmata mulai meluncur di pipinya, "mungkin kamu bisa bujuk mereka biar nggak cerai!" usul Arga,
"Percuma, sekarang aja mereka udah pisah rumah!"
"Tapi kamu masih beruntung ketimbang aku, kamu ingat kan kamu pernah tanya dimana ayahku?" seru Arga, Dila menoleh dengan pipi yang masih basah, "aku bahkan nggak tahu siapa ayahku, siapa namanya, seperti apa wajahnya!" lanjut Arga.
"Kok bisa?" tanya Dila seraya menyeka airmatanya,