Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

New Year Eve

1 Januari 2016   13:18 Diperbarui: 1 Januari 2016   14:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Gimana, jadi kan kita pergi?"  

Diva, gadis 21 tahun yang periang dan penuh semangat di antara teman-teman satu gengnya. Kenapa di sebut geng? Ya karena mereka terdiri dari sekelompok anak.

Diva - periang, cantik, supel, pintar, terpopuler di gengnya.

Sony - ganteng, playboy, tapi memendam cinta untuk Diva.

Ega - tak ada yang istimewa dari cowo berkacamata ini, selain otaknya yang jenius.

Rasta - cewe pendiam, kikuk, sedikit penakut.

Maria - gadis centil, manja, dan berotak cetek.

Ferdi - cowo resek, suka ngerjain orang, saat ini sedang pacaran sama Maria.

Jonas - pacar Diva, sebenarnya bukan anggota geng mereka tapi karena pacaran sama Diva jadi sering ngumpul deh sama mereka.

"Jadi dong, di vila elu kan Son?"  sahut Maria,

"Ya iyalah, dimana lagi. Secara vila gue yang paling bagus dari elu-elu pada!"

"Vila bokap elu juga!" timpal Diva,

"Ngomong-ngomong si Audy nggak elu ajak?" tanya Ferdi, "udah bubaran gue sama dia!" sahut Sony sambil meletakan satu kakinya di meja di depannya, ia memang duduk di meja di kantin itu.

"Elu ma, ganti cewe kaya' ganti celana dalem!" cibir Diva, Sony malah tertawa oleh sahutannya, "abis....elu nggak mau jadi cewe gue sih!" kelakar Sony.

"Jadi cewe elu.....ihhhh!" katanya bergidik. Tapi tawa Sony kustru kian menjadi.

Mereka akhirnya pergi di hari yang sudah di rencakan, dengan mobil Ferdi yang mampu menampung mereka semua. Serena putih itu meluncur lancar karena mereka berangkat sehari lebih awal dari orang-orang biasa pergi, untuk menghindari kemacetan. Meski begitu, tetap saja sedikit macet. Dan akhirnya mereka sampai saat menjelang petang.

Karena cewenya cuma ada tiga maka mereka satu kamar, di kamar utama yang memiliki ranjang king size agar muat unttuk bertiga. Lalu Sony satu kamar dengan Jonas, Ega dengan Ferdi. Karena lelah dalam perjalanan, mereka tidak berencana keluar atau melakukan sesuatu. Karena macet yang lebih dari setengah hari membaut tubuh mereka sedikit pegal, jadi para cowo di suruh cari makan, selesai makan bersama mereka langsung tidur.

* * *

Pagi itu mereka joging bersama, menikmati pemandangan, main-main lalu harus kembali karena mendung. Benar saja ketika mencapai Vila hujan sudah turun hingga membuat mereka sedikit basah. Kalau lagi liburan begini Sony sengaja menyuruh pak Toni dan istrinya libur kerja, orang yang menjaga vilanya selama ini, biar nggak ganggu gitu!

Karena semua bahan sudah di siapkan mereka tidak perlu kuatir akan kelaparan, sekarang giliran para gadis memasak. Tapi hanya dua yang aktif karena Maria tak tahu menahu soal dapur, paling cuma bantu memotong-motong saja.

Jonas keluar kamar mandi dan memilih-milih baju yang akan di kenakannya, sementara Sony bersiap untuk mandi, tapi belum sampai ia di kamar mandi suara Jonas menghentikannya,

"Gue denger elu suka beneran ya sama Diva?"

Sony diam tak memyahut,

"Gue tahu gimana cara elu melototin Diva, tapi sekarang Diva milik gue, gue nggak akan ngebiarin dia jatuh ke tangan orang lain. Apalagi elu!"

Sony menoleh, menatap punggung Jonas yang sedang memakai celana.

"Elu nggak tahu apa-apa soal gue sama Diva, dan elu itu cuma orang baru dalam hidup Diva. Jadi nggak usah sok memiliki dia!"

Sekarang giliran Jonas yang membalikan badan, membalas tatapan Sony dengan sama tajamnya.

"Kenyataannya, dia udah jadi milik gue!"

Sony meremas handuk di tangannya dengan geram, "tapi itu nggak akan lama, karena nggak ada seorang pun yang boleh milikin dia!" seru Sony dengan nada ancaman, Jonas tersenyum menantang, "emangnya elu apa, bunuh gue? Emang elu punya nyali?" cibirnya, kembali Jonas menyimpulkan senyum di bibirnya lalu keluar dengan membawa sweter yang akan di kenakannya.

Jonas makin gemas meremas handuknya menatap pintu kamar yang sudah melenyapkan Jonas dari pandangannya.

Mereka menyantap makanan bersama-sama, setelah itu hanya bermain di dalam Vila karena hujan masih lebat di luar sana. Cewe-cewe pada ngobrol nggak karuan, para cowo sibuk dengan diri mereka sendiri di depan tv. Sony dan Ferdi bermain X box, Ega asyik membaca buku dan Jonas hanya duduk menonton tv sambil meliriki ke arah para cewe berkumpul.

Lalu Jonas bangkit dan berjalan menaiki tangga, sementara semuanya masih dengan kesibukan yang sama. Diva melirik ke arah ruang tv dimana Jonas tadi di sana, tapi pria itu tak ada. Dan ia cuek saja. Malam mulai menjelang, hujan mulai mereda, para cewe kembali menyiapkan makan malam.

Diva menghampiri para cowo selesai memasak, "hei, ada yang lihat Jonas nggak?" tanyanya, semuanya menoleh lalu mengedikan bahu. Diva segera menaiki tangga untuk mencari pacaranya, tapi setelah memeriksa seluruh kamar cowo itu tak ia temukan. Iapun kembali ke bawah,

"Eh, kok si Jonas nggak ada sih. Ada yang lihat dia kemana gitu?"

"Tadi dia kan naik ke atas!" sahut Ega, "gue udah cariin bahkan sampai ke lorong-lorong, tapi tuh orang nggak ketemu!"

"Keluar kali dia, nyari apaan!"

Tapi hingga malam semakin larut bahkan sampai pagi Jonas tak kelihatan batang hidungnya, semua anak jadi bingung mencari.

"Tuh bocah kemana sih, kalau ada apa-apa bagaimana?" panik Diva,

"Mungkin, dia nyari angin keluar terus nyasar!" tukas Maria, "dia kan sering ke sini juga, masa bisa nyasar!" protes Diva sambil menggaruk lehernya,

"Tapi dia kan belum pernah ke Vila gue, tahu sendiri di belakang ada hutan!"

"Tapi pagernya kan tinggi Son, masa iya di panjat?"

Mereka mulai lelah mencari karena tak kunjung ketemu, lalu Ferdi malah ikutan ngilang juga. Mana malam ini malam tahun baru lagi, gimana mau barbequan kalau pada ngilang satu-satu?

Rasta berjalan bersama Diva, Sony sendirian, Ega dengan Maria, mereka mengelilingi Vila untuk mencari kedua temannya yang menghilang begitu saja. Rasta dan Diva sampai di gudang belakang, mereka pun masuk ke dalam ruangan itu, menyenteri dengan senter yang di bawa mereka, lalu menyalakan lampunya. Mereka menyisir tempat itu, banyak barang-barang tak berguna dan sudah tak terpakai, tentu saja, namanya juga gudang!

Rasta diam terpaku di balik tumpukan kardus dan balok-balok kayu, "Va, Diva sini!" desisnya tanpa bergerak sedikitpun, Diva lalu mendekat, ia ikut melongo menatap apa yang mereka temukan, lalu Diva sama-sama berpaling sambil mual-mual hendak muntah. Tubuh Jonas dan Ferdi tergeletak di sana, bersimpah darah, cukup mengerikan, "itu bukan Jonas sama Ferdi kan?" desis Rasta.

Sekali lagi Diva mendekat ke arah dua mahat itu, ia menatap dua tubuh di lantai itu dengan gemetaran lalu berteriak kencang.  

Ega dan Maria yang berada tak jauh dari sana, mendengar teriakan mereka dan langsung berlari menghampiri. Rasta dan Diva berlari keluar ruangan dan tabrakan dengan keduanya, semuanya tersungkur ke lantai.

"Aduh...aduh....sakit!" keluh Maria, sementara Diva dan Rasta bangkit ketakutan, Sony muncul, "ada apaan?" tanyanya. Ia melihat Diva dan Rasta menangis ketakutan, iapun menghampiri Diva,

"Va, ada apa?"

"Jonas....Jonas dan Ferdi....!" tangisnya, "Jonas dan Ferdi kenapa?" tanyanya penasaran, Diva masih menangis, malah tersedu-sedu membuatnya tak bisa bicara.

"Jonas dan Ferdi terbunuh!" sahut Rasta yang juga nampak ketakutan, semuanya melongo di buatnya, Ega sedikit menggeleng, "jangan becanda dong!"

"Mereka ada di sana!" tunjuk Rasta dengan senternya ke arah tumpukan kardus dimana di baliknya terdapat tubuh Jonas dan Ferdi bersimpah darah.

Ega, Sony dan Maria mendatangi tempat itu, Maria memegang ujung kemeja Ega bagian belakang sambil celingukan, meski ia takut tapi ia penasaran juga makanya mau ikut melihat, ketiganya terkejut melihat apa yang mereka temukan.

Masih terpaku tak bergerak, lalu secara bersamaan mereka berteriak, berbalik, berlari, ketika sampai di pintu Diva dan Rasta ikut berlari meninggalkan gudang.

Mereka sampai di ruang tengah, gudang tadi berada di lantai bawah tanah di bagian belakang, dekat dapur.

"Apa yang terjadi, siapa yang melakukan ini?" panik Diva, Maria menatap Sony dengan tajam, "Son, elu bilang di vila ini nggak ada siapapun selain kita. Dan nggak ada yang kenal betul tempat ini selqin elu!"

"Elu nuduh gue, elu mau bilang kalau gue yang bunuh Jonas sama Ferdi?"

"Siapa lagi, mungkin elu cemburu sama Jonas. Makanya elu bunuh dia!"

"Kalau gue mau, udah lama gue bunuh dia!"

"Udah, kenapa kalian malah jadi berantem!" lerai Ega, "lebih baik sekarang kita keluar meminta bantuan, kita hubungi polisi dan meminta bantuan warga!"

"Itu lebih baik!" kata Rasta, ia meraba tubuhnya lalu seolah terkejut, "hp gue mana ya?" tanyanya, semuanya menoleh. "mungkin di kamar Ras, hp gue juga di kamar!" sahut Diva.

Rasta segera menaiki tangga menuju kamar, Diva dan Maria mengikuti. Mereka mengobrak-abrik kamar karena tak menemukan hp mereka, "kenapa hap gue ilang!" seru Maria dengan nada manja.

"Kenapa hp kita semua tidak ada, laptop gue juga!" seru Diva, lalu mereka keluar kamar. Sony dan Ega baru saja menaiki tangga,

"Ada apa lagi, kenapa muka kalian seperti itu?" tanya Sony,

"Hp kita nggak ada Son," jawab Diva.

Baik Ega maupun Sony tersentak, saling pandang sejenak, "nggak ada, yang bener?" sahut Ega, lalu ia menuju kamar untuk memeriksa miliknya, ternyata sama. Hp dan gadgetnya juga hilang. Ia juga memeriksa tas Sony, sama juga tak ada. Bahkan kunci mobil yang di letakan di meja nakas pun ikut raib.

"Pasti ada yang menyelinap masuk, kita harus mencari orang itu!" usul Ega. Semuanya berpandangan, "mencari orang itu, elu gila ya, elu nggak ingat apa yang terjadi sama Jonas dan Ferdi?" seru Maria.

"Lalu kita harus bagaimana?" tukas Ega lagi.

"Kita cari bantuan, ini malam tahun baru. Di luar pasti ramai!" sahut Sony.

Tapi Vila Sony itu jauh dari perumahan penduduk, bangunannya cukup besar, halamannya juga, dan lagi di keliling pagar yang tinggi yang sulit untuk di panjat.

Mereka menuju pintu depan yang ternyata di kunci, "Son, kuncinya mana?" tanya Rasta, "kemarin kuncinya masih tergantung di sini kok, sumpah!"

"Jangan main-main loe?" tukas Diva, "ngapain gue bohong, ya udah kita nyebar cari jalan lain!" katanya berjalan menuju dapur, Rasta mengikuti. Sementara Diva, Ega dan Maria menuju ke atas, siapa tahu pintu balkon bisa di buka. Ternyata pintu balkon yang terkunci, laku Ega memeriksa jendela, di luar jendela itu terdapat terali besi yang terkunci kuat. Meskipun bisa memecahkan kaca jendela, itu percuma, mereka tak akan bisa menembus terali besi.

"Arghhhhhhhh!"

Sebuah teriakan melengking mengagetkan mereka, itu suara Rasta. Ketiganya menjadi panik, tapi mereka segera turun ke lantai bawah, berlari ke arah dapur. Di dekat dapur itu ada sebuah ruangan kosong yang sepertinya sebuah kamar tapi sudah kosong tak ada apapun, ketika sampai di sana ketiganya tercekat.

"Arghhhhh!" ketiganya menjerit, di dalam ruangan itu sesosok tubuh terbaring menelungkup, kepalanya menindih kubangan cairan merah kental, itu darah. Matanya masih membuka tapi sepertinya dia sudah tak bernafas. Di tembok di sisi tubuh itu terdapat darah, seperti bercak benturan. Mungkin kepala Rasta di benturkan ke tembok itu hingga pecah, dan siapa pelakunya?

Maria dan Diva berpelukan sambil menangis, ketiga temannya sudsh tewas secara tak wajar, setelah itu siapa lagi?  

"Dimana Sony?" tanya Ega.

Keduanya tersentak, saling melepaskan diri lalu berpandangan, "bukankah Rasta bersama Sony tadi?" lanjut Ega, Maria dan Diva menatap Ega.

"Sony, udah gue duga. Pasti dia pelakunya!" seru Maria,

 "nggak mungkin!" sanggah Diva

"Ini Vila Sony Va, Jonas, Ferdi dan Rasta mati, lalu Sony menghilang. Siapa lagi kalau bukan dia!" Teriak Maria,

"Kita nggak punya bukti!"

"Itu buktinya, mau bukti apa lagi?"

"Tapi sony nggak segila itu, sampai harus membunuh kita semua!"

"Ini semua salah elu Va!"

"Maria, kok elu nuduh gue?"

"Kalau elu terima cintanya Sony, pasti nggak bakal begini. Dia itu kan terobsesi banget sama elu, gue rasa elu tahu itu!" Maria mulai menangis lagi.

"Udah, nggak ada gunanya kita berantem. Ini udah mau tengah malam, kita cari cara keluar dari sini lalu minta bantuan warga!" lerai Ega,

"Gue nggak mau mati di sini, gue nggak mau!" tangis Maria,  

"Kita ke kamar Sony, kita cari kunci rumah ini atau apapun. Ok!" usul Ega yang segera melangkahkan kaki, Maria dan Diva mengikuti di belakangnya. Mengobrak-abrik kamar cowo, tak di temukan kunci atau apapun.

"Bagaimana ini?" panik Maria, pintu belakang kan pintu kaca, kita pecahkan saja!" usul Diva. Maria dan Ega saling pandnag lalu mengangguk.

Mereka pun keluar kamar dan menuruni tangga, tapi di ujung tangga mereka menemukan sesuatu, sesosok tubuh berdiri di ujung anak tangga. Seorang berpakain hitam sedikit kedodoran dengan mamakai topeng badut berambut Afro berwarna merah, dan di tangan kanannya....

Pisau!

Ketiganya terpaku diam di atas, ketika orang bertopeng badut mulai melangkah merekapun segera berbalik dan berlari, orang bertopeng badutpun ikut berlari cepat hingga meraih Maria. Tapi terlepas dan tersungkur ke lantai, "aargh!" teriak Maria ketika tubuhnya terjerembat.

Ega dan Diva berhenti ia membantu Maria berdiri tapi kaki Maria di cengkeram erat oleh orang itu, membuatnya menjerit-jerit. Terjadi tarik-menarik terhadap tubuh Maria, benda mengkilat di tangan orang itu melayang dan menancap di salah satu betis Maria.

"Arghhhhh!" jeritnya yang berakhir dengan tangis, lalu pisau itu tercabut kembali hingga Maria harus kembali menjerit. Pisau itu kembali melayang tapi orang itu terpental karena Ega menendangnya.

Maria terlepas, Diva menyeretnya dan membantunya berdiri tapi ia tak bisa.

"Kakiku!" tangis Maria,

"Elu harus kuat, kita harus jalan!"

"Gue nggak bisa jalan Va!"

Ega berkelahi dengan orang itu, tenaga orang itu kuat sekali hingga membuatnya kewelahan. Ega tertusuk pisau di bagian perutnya, membuatnya tersungkur. Lalu orang itu menghampiri Diva dan Maria, dia membiarkan Ega masih hidup. Diva dan Maria mulai kebingungan, apalagi Maria, ia ketakutan sekali.

Orang itu memungut leher Diva hingga berdiri, mencengkeramnya erat hingga sulit bernafas lalu melemparnya ke tembok dengan kasar, tubuh Diva memantul ke lantai, ia terbatuk dan tulangnya serasa patah.

Lalu ia melakukan hal yang sama terhadap Maria, saat Maria sudah tersungkur orang itu kembali menghampirinya, ia mencengkiknya lagi hingga berdiri. Diva memukul punggungnya dengan tangan, tapi orang itu tak bereaksi maka Diva menjambak rambutnya dengan kencang, orang itu meronta, saat tubuh Diva terhempas topngnya ikut terlepas. Mata Maria melebar melihat siapa yang sedang mencekiknya. Ia ingin berucap tapi sudah tak mampu lagi. Karena korban di tangannya sudsh tahu maka iapun menusuk perut Maria dengan pisau lalu menjatuhkannya.

Diva yang sedang menahan rasa sakit terkejut ketika orang itu memutar tubuhnya, "Rasta!" desisnya, bagaimana bisa, bukankah Rasta sudah mati?

Diva menggeleng pelan, Ega juga cukup terkejut melihat siapa orang itu. Diva mundur perlahan, "Rasta, bagaimana.....?" desis Diva, Rasta terlihat menyunggingkan senyum.

"Kenapa, kalian terkejut?"

"Kenapa, kenapa elu lakukan ini Ras?"

"Karena kalian nggak pantas untuk hidup, tahun yang akan datang akan lebih baik tanpa orang-orang seperti kalian. Dan gue muak lihat elu yang sok populer, gue muak lihat Sony yang selalu tebar pesona dan nggak pernah lihat gue!" teriak Rasta, Diva sedikit membelalak, "karena elu, karena elu Sony nggak pernah lihat gue, padahal gue udah kasih perhatian buat dia. Gue tulus cinta sama dia!"

Diva memang menyadari perhatian Rasta yang berlebihan terhadap Sony tapi Rasta memang cewe yang perhatian sama semua temannya, jadi....itu juga tidak ganjil. Tapi Rasta yang saat ini berdiri di depannya bukan Rasta yang selama ini ia kenal.

"Dimana Sony?"

"Sony, hem....elu juga suka kan sama dia. Cuman elu sok munafik," Rasta menghampiri Diva, Diva merangkak mundur lalu berdiri, iapun berlari menuju tangga. Rasta mengejar tapi Ega menubruknya hingga tersungkur ke lantai. Ega mencoba memukulnya, Rasta melawan ia menendang Ega hingga jatuh bergulingan di tangga sampai ke lantai bawah. Diva yang hampir ssmpai di pintu belakang berhenti ketika mendengar suara, ia menoleh, suara itu berasal dari dapur. Ia pun menghampiri, suara itu terdebgar lagi sementara Rasta sedang menghampiri Ega yang tersungkur di dekat anak tangga paling akhir.

Diva melihat sebuah pintu rak di bawah meja wastafel bergerak-gerak lalu terbuka, sesosok tubuh muncul dari dalamnya, dari pakaiannya ia tahu siapa itu,

"Sony!" iapun segera menghampiri, tubuh Sony di ikat. Kakinya di ikat menjadi satu begitupun tangannya lalu tubuhnya tertekuk dan di ikat lagi. Diva segera melepaskan ikatannya. Sementara Ega sudah tak bernyawa setelah pisau di tangan Rasta menikamnya berkali-kali.

Saat tinggal ikatan tangannya saja keduanya di kejutkan dengan suara Rasta, "jangan terburu-buru, sebentar lagi pergantian tahun. Kalian nggak mau menikmatinya sama gue?"

Kepala Sony memang berdarah, mungkin Rasta memukulnya dengan benda tajam. Diva menuntun Sonya berdiri sambil melepaskan ikatan di tangannya, "Hentikan Ras, ini gila!" seru Sony.

Rasta menyunggingkan senyum lalu mengangkat tangannya yang berisi pisau tajam berlumur darah, ia segera menyerang keduanya, keduanya menghindar. Rasta terus menyerangnya, Sony memungut apapun untuk busa menghalau Rasta dengan melemparinya dengan benda itu, lalu mereka lari keluar dapur. Rasta masih mengejar dan terus menyerangnya, Sony kembali melawannya tapi rupanya tenaga Rasta cukup kuat, entah bagaimana caranya tapi Sony tak mampu mengalahkannya. Malah dirinya terkena sabetsn pissu di lengan dan perutnya lalu tersungkur.

"Sony!" serunya menghampiri Sony di lantai, Rasta menarik tubuh Diva lalu memukulnya hingga terpental, ia menghampiri lagi, memukul lagi beberapa kali hingga tersungkur dengan darah mengucur dari hidung, mulut dan dahinya. Ia sudah sulit berdiri lagi. Kini Rasta mendatanginya dan siap menancapkan mata pisau itu di tubuh Diva yang sudah lemah, tapi Sony menangkap tangan Rasta, memelintirnya hingga pisau itu jatuh ke lantai, terpaksa ia harus menyerang Rasta dan terjadi pergulatan kembali hingga Sony mengadukan kepala Rasta beberapa kali ke tembok, darah mulai mengucur dari kepala gadis itu, membuatnya lemah. Tapi bersamaan dengan itu, tubuh Sony tersentak, sebuah pisau menancap di perutnya cukup dalam, tepat di hatinya, darah muncrat dari mulutnya. Entah dari mana Rasta menemukan pisau itu, mungkin cadangan di sakunya? Tubuh Rasta dan Sony bersamaan meluncur ke lantai, keduanya masih bernafas tapi cukup lemah.

Diva terpaku melihatnya, ia tak mampu melakukan apapun saat ini hingga mata kedua orang itu pelan-pelan terpejam hampir bersamaan. Lalu perlahan pula matanya ikut menutup.

* * *

NEW YEAR EVE Satu tahun kemudian.....

Diva memilih berkumpul dengan keluarga besarnya saja untuk menyambut pergantian tahun, mereka membuat pesta kecil di halaman belakang rumahnya yang memang cukup asyik untuk acara reuni dan kumpul-kumpul keluarga. Ia membantu kakaknya Asri untuk membakar ikan, "Diva, nih ada telepon!" seru kakaknya menyodorkan telepon itu.

"Siapa kak?"

"Katanya temen elu!"

Temen, kok nggak nelpon ke hp gue malah ke telpon rumah?

Diva pun menerima teleponnya dan langsung menempelkannya ke telinga seaya berjalan menjauh, "halo!" tapi tak ada suara di seberang sana,

"Halo?"

"Masih ingat dengan teman-temanmu, Va?"

Diva terpaku, mematung bak batu. Suara itu....ia mengenali suara itu tapi....tidak mungkin!

"Rasta!"

 

-------o0o-------

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun