Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wild Sakura #Part 6 ; Aku Bukan Barang Taruhan

6 November 2015   23:16 Diperbarui: 7 November 2015   00:21 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya, Wild Sakura #Part 5 ; Tuhan Tak Pernah Membiarkan Kita Sendirian

Sonia mulai panik ketika tahu kalau yang mencegat jalannya tak hanya satu orang, melainkan empat orang. Apalagi mereka memberikan seringai nakal yang jelas terlukis di wajahnya. Ok, dunia luar mungkin tidak seindah bayangannya, tetapi setidaknya ia juga pernah mengalami kebrutalan di dalam penjara. Jadi, kenapa harus takut?

"Hei cantik, sendirian aja. Mau kemana?" tanya Harris, Sonia tidak menjawab. "aduh....kok diem aja. Jangan-jangan bisu ya, cantik-cantik gagu!" cibirnya.

"Jangan sembarang mengatai orang!"

"Kamu baru ya, kita baru lihat kamu hari ini. Mau di anterin nggak?" goda Evan,

"Maaf, aku bisa jalan sendiri!"

"Jalan sendirian nggak enak sayang, mendingan aku temenin!" tambah Evan, "di daerah sini bahaya loh!" Sonia sedikit merengut dengan keisengan anak-anak itu. Sepertinya sih....mereka cuma berniat menggoda saja.

"Bisa tolong beri aku jalan, aku mau lewat!" pintanya karena jalannya memang terkepung, "ehm.....boleh aja sih, tapi.....!" Andra menimpali, "nggak gratis, bayar dulu!"

"Bayar, aku rasa ini jalanan umum, kenapa pakai bayar segala?"

"Ini memang jalanan umum non, tapi ini daerah kekuasan kita. Dan nggak ada yang gratis jaman sekarang!" seru Andra, "ehm..., maaf. Tapi aku nggak bawa uang!" sahut Sonia.

"Tenang aja, kita nggak minta duit kok!" sebuah suara baru menyahut, itu suara cowo yang paling akhir menghampiri dirinya. Dia terlihat paling tenang di antara yang lainnya, paling tampan. Cowo itu menyibak tubuh Andra dan Evan yang sedikit berhimpitan, "dia bagianku!" bisiknya. Sekarang cowo itu berdiri tepat di hadapan Sonia, menatapnya dengan senyum yang tak mudah di tebak,

"Kamu nggak perlu bayar pakai duit," desisnya, ia memajukan kepalanya hingga ke samping kepala Sonia lalu berbisik, "pakai badan kamu aja, gimana?"

Sonia melotot seketika, Ryan menarik kepalanya kembali, menunggu reaksi gadis itu yang sudah bisa ia bayangkan. Dan apa yang ada di pikirannya terjadi, "plakk!" sebuah tamparan mendarat di pipinya.

Ryan mengelus pipinya yang terasa panas, kuat juga tangannya! Matanya kembali menelisik wajah gadis di depannya.

"Jaga bicara kamu ya, itu sangat tidak sopan. Minggir, aku mau lewat!" seru Sonia melangkah mencari jalan, tetapi ia kembali tak bisa menemui celah ketika semua anak itu sekarang malah mengeliliginya.

"Maaf, aku hanya mau lewat!"

"Kan teman-teman aku tadi sudah bilang, kamu harus bayar dulu baru bisa lewat!" seru Ryan. Sonia kembali menoleh Ryan, lalu ia memaksa menerobos anak-anak itu, mereka segera menghalangi bahkan memungut lengannya. Tapi Sonia tak tinggal diam, ia melawan. Menginjak kaki Evan, mengikut perut Andra hingga pegangannya terlepas, lalu meninju Harris, iapun bertarung seadanya yang ia bisa.

Sayangnya ia tak di bekali ilmu bela diri yang mumpuni, sehingga harus kewelahan menghadapi tiga cowo yang sepertinya sudah biasa tawuran itu, sementara Ryan hanya menonton. Ia merasa ketiga temannya sudah cukup untuk meringkus cewe sok pemberani itu. Pada akhirnya Sonia terjerembat ke jalanan.

"Yan, gimana. Tanggung nih?" tanya Evan,

Ryan tersenyum seraya melangkah ke arah Sonia yang masih belum bangkit, Sonia terdiam karena ia merasa percuma saja melawan. Ia bisa mati babak belur nanti, lebih baik pura-pura nurut saja, nanti kalau ada kesempatan baru melarikan diri. Jadi ia diam saja saat Ryan merengkuh lengannya hingga ia berdiri.

Ryan menatap dengan tatapan aneh, Sonia jadi risih di tatap seperti itu, "kenapa kamu menatapku seperti itu, jangan coba berfikir macam-macam ya!" kesalnya, Ryan malah tersenyum, "sorry, udah terlanjur tuh!"

Sonia menoleh seketika hingga pandangan mereka beradu, entah, apa yang tersirat di mata tajam pemuda itu. Pemuda yang sepertinya beberapa tahun lebih muda darinya, mengetahui ada yang tidak beres ia segera mengalihkan pandangannya.

"Aku nggak mau berurusan sama orang-orang seperti kalian, jadi lepasin aku!" pintanya,

"Lepasin, kan udah di tangan. Rugi banget kalau harus di lepasin, ikut aku aja yuk!" katanya menyeret lengan Sonia, Sonia mempertahankan diri, "nggak mau!"

Tapi tetap saja Ryan menyeretnya, Sonia malah meronta, "lepasin, tolong....tolong.....," teriaknya, Ryan merasa kewelahan karena tenaga Sonia cukup kuat jika di hadapi seorang diri, "eh, bantuin dong!" serunya. Ketiga temannya segera membantunya menyeret tubuh Sonia.

"Lepaskan aku, lepaskan.....tolong....., tolong.....!"

Beberapa motor melaju kencang ke arah mereka, melihat silau lampu motor yang menyorot ke arahnya. Ryan dan teman-temannya teehenti menatap kesana. Setelah cukup dekat ia tahu siapa mereka, motor-motor itupun berhenti beberapa meter darinya. Sonia jadi semakin takut melihat empat pemuda dengan motor masing-masing berhenti di sana, siapa tahu mereka teman anak-anak brengsek ini?

Salah satunya membuka helm dan turun dari motornya, melangkah beberapa langkah ke depan, "kalian pengecut banget sih, ngeroyok seoranhmg cewe!" serunya.

Ryan melepaskan cengkramannya di lengan Sonia dan menghampiri cowo itu, "itu nggak ada urusannya sama kamu, jadi kamu nggak usah ikut campur!" balasnya.

"Kamu berbuat kurang ajar di tempat umum Ryan, dan aku melihatnya. Bagaimana bisa aku nggak ikut campur!"

Mendengar itu Ryan seolah jadi tertantang, "ok, kalau itu mau kamu. Kita trak satu lawan satu, kamu dan aku!" tunjuk Ryan dengan telunjuknya, "yang menang, berhak bawa tuh cewe, gimana?" tantangnya, Sonia melebarkan bola matanya. Cowo brengsek itu mau jadiin dirinya sebagai barang taruhan?

Dimas melirik Sonia, dan mata mereka bertemu. Sonia menatapnya dengan penuh harap agar ia tak menerima tantangan Ryan, Dimas kembali menatap Ryan.

"Ok, deal!"

Sonia tambah melotot mendengarnya. "ok," sahut Ryan lalu berbalik dan berjalan ke arah teman-temannya, ia segera memungut tangan Sonia dan membawanya, tetapi Sonia kembali menahan diri.

"Lepaskan, aku nggak mau!"

Ryan menatapnya, "kamu ngerepotin banget ya!" serunya melepaskan Sonia begitu saja hingga hampir tercengkang, Sonia membakas tatapannya. Ryan menoleh ke arah Dimas,

"Di, kamu urus nih cewe. Jangan sampai kabur, kecuali kamu pingin jadi pengecut!" tegasnya lalu berjalan ke arah motornya di ikuti teman-temannya.

Sonia menatapnya dengan geram hingga mereka menjauh, tiba-tiba sebuah motor sudah berhenti di sampingnya. Cowo itu, yang di panggil Di oleh Ryan. Ia juga tahu nama Ryan karena cowo itu menyebutkan namanya, dan entah siapa nama cowo yang di sampingnya ini.

"Naik gi!" katanya,

"Ha, naik. Ngapain?"

"Ya kita mau jalan ke tempat trak, emang tadi kamu nggak denger?"

"Aku nggak mau!" seru Sonia memutar tubuhnya, tangan Dimas dengan cepat merengkuh lengannya sehingga membuatnya harus kembali menoleh, "kamu nggak bisa pergi gitu aja!"

"Kenapa nggak?"

"Karena masalah kamu belum selesai!"

"Masalah kamu yang belum selesai, kalau kamu niat nolongin aku, ya kamu tolong aja. Nggak perlu jadiin aku sebagai barang taruhanmu, kamu pikir aku apaan?"

"Aku terpaksa menerima tantangan Ryan, kalau nggak. Meskipun aku bisa melepaskan kamu dari dia, dia pasti akan selalu nyariin kamu terus sampai ketemu!"

"Ya itu urusan aku bukan urusan kamu!"

"Sorry nih kalau aku nimbrung," seru Gio, "tapi Dimas benar, lebih baik kamu ikut kita dulu. Ini memang daerah kekuasaannya Ryan, lain kali....belum tentu kita bisa nolongin kamu. Dan seenggaknya, sekarang kamu yang nolongin kita, kamu nggak kasihan sama Dimas entar di panggil pecundang karena nggak bisa nepatin janji bawa kamu ke tempat trak?" jelas Gio.

Sonia terdiam sebentar, apa yang di katakan cowo yang satu ini benar juga. Lagipula setidkanya, mereka memang sudah melepaskan dirinya dari Ryan dan teman-temannya.

"Ok, tapi kamu harus menang. Karena kalau kamu kalah, aku nggak akan pernah maafkn kamu!" ancamnya. Dimas hanya mengangguk. Soniapun naik di belakang Dimas dan mereka segera melaju.

* * *

Tempat itu sudah ramai dengan orang-orang, Ryan dan Dimas memang musuh abadi sejak kecil, sejak SD. Untungnya sejak SMP mereka selalu berbeda sekolah, kalau satu sekolah....pasti setiap hari akan beradu. Karena mereka memang tak pernah bisa akur.

Dimas dan Ryan sudah bersiap di motor masing-masing, Sonia berdiri di antara Gio dan teman-teman Dimas yang lainnya. Menonton kedua pemuda itu adu kecepatan, riuh penonton langsung menggelegar ketika pertandingan di mulai.

"Ehm....sorry, nama kamu siapa tadi?"

"Gio!"

"Gio, ehm....,biasanya....yang sering menang siapa?"

"Mau jujur apa bohong nih?"

"Ya jujurlah!"

"Kalau jujur, si Ryan sih yang lebih sering menang!" timpal Ian, "apa!" seru Sonia agak keras karena disana cukup ramai, melihat kecemasan gadis itu, Gio mencoba menghibur, "tenang aja, kali ini.... Dimas pasti menang kok!"

"Yakin banget!" cibir Sonia sedikit kesal mengetahui hal itu, lalu ia mendekat ke arah Gio "jam berapa sekarang?" tanyanya, "jam 9nan!" sahut Bayu di belakangnya.

Waduh, gawat. Erik pasti sudah pulang!

Setelah cukup lama menunggu akhirnya dua buah sorot lampu motor mulai terlihat, satu di depan satu di belakang. Ketiksa semakin dekat dan terlihat siapa yang mendekati garis finish, senyum Sonia mengembang. Dimaslah yang pertama menembus finish, pemuda itu menepati janjinya untuk menang meski kata teman-temannya memang cukup sulit mengalahkan Ryan di jalanan.

Teman-temannya langsung menghampiri, Ryan menggerutu di atas motornya, "aduh Yan. Gimana sih, kok bisa kalah?" seru Evan,

"Dia lagi beruntung aja!" katanya turun dari motor dan menghampiri Dimas yang sudah mendekati Sonia dan memandangnya,

"Itu mengesankan, ternyata karena seorang cewe....bisa juga kamu ngalahin aku!" mereka menoleh mendengar suara Ryan yang masih saja congkak, Ryan melirik Sonia dalam. Ada kilatan tersembunyi dalam sorot matanya, dan itu membuat Sonia sedikit khawatir.

"See you manis!" desisnya lalu menyingkir.

Sonia merengut menatapnya pergi, "jangan kuatir, ntar kalau dia ganguin kamu lagi tinggal bilang aja ke kita!" seru Ian. Bayu yang sedikit pendiam memang tak terlalu banyak bicara. Gio menyadari arah mata Dimas yang tidak meninggalkan Sonia, lalu ia menyenggol Ian dan Bayu, lalu dari bahasa mata mereka sepakat,

"Eh Di, kita cabut duluan ya!" seru Ian, Dimas hanya mengerling mengiyakan. Ketika temannya langsung pergi dan tempat itu mulai sepi.

"Eh, yang lain udah pada bubar nih!" desis Sonia yang merasa risih di tatap tanpa kedip oleh Dimas,

Dimas sedikit tercekat, ia jadi sedikit kikuk oleh perbuatannya sendiri. Untuk menghilangkan kekikukannya ia menggaruk kuduknya.

"Ehm...., Dimas. Aku nggak tahu jalan pulang dari sini, jadi....boleh aku nebeng kamu sampai ke tempat tadi?"

"Gimana kalau kita makan dulu, aku laper nih!"

"Aduh maaf, aku bener-bener harus langsung pulang. Mungkin lain kali aja ya!"

Lain kali, itu artinya pertemuan ini akan berlanjut. Dimas pun mengangguk, ia menaiki motornya dan tanpa di beri komando Soniapun membonceng di belakangnya.

Erik keluar kamar dan melongok pintu kamar Sonia yang masih terkunci, lalu ia masuk kembali dengan membiarkan pintunya tetap terbuka lebar. Ketika mendengar suara motor merapat iapun kembali keluar, terlihat olehnya Sonia turun dari sebuah motor. Iapun berdiri bersandar pintu mengantongi salah satu tangannya di saku celana pendeknya.

"Terima kasih ya, udah nganter sampai tempat lagi!"

"Jadi kamu tinggal di sini?"

"Iya, sebenarnya ini adalah hari pertamaku di Jakarta. Makanya tadi sedikit nyasar sampai ketemu....si....si Ryan!"

"Begitu ya!" Dimas melirik ke arah Erik, lalu bertanya, "dia....siapa?" Sonia menoleh ke belakang. Erik berdiri bersandar pintu, lalu ia kembali menatap Dimas,

"Itu....Erik, dia....temanku!"

"Bukan pacar?"

"Pacar?"

"Ngelihatinnya gitu banget!"

"Aku....masuk dulu ya!"

Dimas mengangguk pelan, ia menatap Sonia yang berbalik dan bejalan meninggalkannya. Setelah gadis itu hampir sampai baru ia pergi.

"Eh Rik, sorry aku pergi nggak bilang!"

"Siapa, akrab banget kelihatannya?"

"Tadi aku nyasar sampai di gangguin seseorang, terus dia yang nolongin aku!"

"Belum makan kan, makan bareng yuk!" katanya masuk ke dalam di ikuti Sonia, Erik duduk di lantai di depannya sudah ada dua bungkusan di atas piring, Erik menyodorkan salah satunya pada Sonia. Gadis itu memandangi bungkusan nasi itu lalu wajah Erik.

"Harusnya kamu nggak perlu nungguin aku makan!"

"Udah jangan banyak omong, berdoa terus makan. Ngantuk nih!" sewotnya, Sonia menggaruk sisi kepalanya. Apakah Erik marah padanya karena ia telah membuatnya cemas menunggu, atau karena dirinya pulang bersama Dimas?

* * *

 

Wild Sakura #Prologue

Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun