Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Scratch

18 September 2015   23:35 Diperbarui: 19 September 2015   09:43 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Bagaimana?"

"Sama, semua korban memiliki luka yang sama. Tapi anehnya...., tidak ada sidik jari yang tertinggal, itu aneh kan?"

Kapten Gilang memandang wanita di depannya dengan penuh selidik, wanita yang berprofesi sebagai jurnalis salah satu tv swasta. Sebenarnya mereka sudah saling tahu satu sama lain karena sering terlihat di kasus yang sama, wanita itu suka banget meliput berita kriminal, sehingga mereka terkadang bertemu di TKP, atau bahkan berlanjut dalam proses penyidikan. Febi menyadari arti tatapan itu,

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Bukankah pemuda yang menjadi korban malam ini adalah teman adikmu, mungkin saja adikmu tahu sesuatu?"

"Adikku, Desi....?"

"Gadis yang meninggal tempo hari juga merupakan teman dekat adikmu, apakah kau tidak curiga akan sesuatu?"

"Aku tahu mereka memang dekat, tapi jika kau ingin menuduh adikku terlibat itu sudah sangat keterlaluan!"

"Bukan begitu maksudku, tapi kau lihat sendiri....semua korban yang jatuh beberapa hari ini mati dengan luka yang sama, di jam yang sama, bukankah itu aneh? Takutnya....adikmu bisa saja menjadi korban berikutnya!"

"Ap-apa?"

"Jika adikmu tahu sesuatu, kita bisa memintanya menceritakan semuanya kepada kita agar kita bisa mengatasi masalah ini, iya kan?"

Febi terlihat berfikir dengan usulan Gilang, "ok, mungkin kau benar. Belakangan adikku memang sedikit aneh, dia lebih sering mengurung diri di dalam kamarnya, dan jarang bicara....padahal biasanya dia cerewet sekali!"

Beberapa terakhir ini terjadi korban berjatuhan, di jam yang sama dengan luka yang sama, tak ada sidik jari tak ada petunjuk, hal itu membuat hampir semua warga di kawasan komplek itu menjadi cemas. Karena semua korbannya memang warga kompleks itu, sampai sekarang tim forensik belum menemukan apapun.

* * *

Febi duduk di samping adiknya di dalam kamar, gadis itu duduk bersimpuh di atas ranjangnya. Merapat tembok, memeluk kakinya yang tertekuk di depan dadanya. Tampak ketakutan,

"Desi, kau mau cerita sama kakak. Bukankah 5 hari yang lalu kau dan teman-temanmu pergi berlibur ke bukit, apakah....ada sesuatu yang terjadi?" tanya Febi hati-hati.

Desi tampak mengingat sesuatu, lalu ia memegang kepalanya sendiri, memberantaki rambutnya, "tidak....tidak....!" teriaknya histeris, dan dia hampir mengamuk kalau Febi dan Gilang tidak segera meringkusnya. Febi memeluk tubuh adiknya erat hingga terkulai lemas karena tak sadarkan diri.

Kini Gilang dan Febi duduk di ruang tengah, "sekarang jelas kan, pasti terjadi sesuatu, adikmu tahu sesuatu, dan kita harus melindunginya!"

"Kalau begini jadinya, aku jadi takut!" desis Febi.

Gilang merapatkan diri, melingkarkan lengannya ke pundak wanita itu lalu memeluknya. Tiba-tiba saja airmata Febi tumpah di dadanya hingga terisak membasahi seragam Gilang. Malam itu Gilang menemaninya hingga fajar, karena orangtua Febi sedang keluar kota.

Esok harinya baru Gilang pamit karena harus bertugas kembali, Desi berjalan ke dapur dengan santai. Febi melirik adiknya yang nampak baik-baik saja, mungkin jika siang hari memang dia tak tampak takut,bahkan terkesan tak pernah terjadi sesuatu.

Karena Desi terlihat baik-baik saja maka Febi pun pergi untuk kembali bekerja, "Des, kakak ke kantor dulu ya, ada tugas lapangan. Kalau kau lapar pesan makanan saja, ambil saja uangnya di laci meja kakak!" serunya, seraya membenahi tasnya. Desi tampak mengangguk seraya memperhatikan semua isi kulkas, ia seperti sedang mencari sesuatu, susu segar mungkin. Setiap pagi adiknya memang selalu minum susu segar.

Febi segera menuju city carnya, melajukan mobilnya dengan kencang, mulai sekarang penjagaan di kompleks itu di perketat untuk mengantisipasi jatuhnya korban kembali.

* * *

Siang itu Gilang janjian makan bersama Febi, "kau bilang ada yang penting, apa itu?" tanya Febi penasaran seraya menaruh tasnya di meja.

Gilang menaruh sejumlah foto di meja, Febi memperhatikan foto-foto itu, ia kenal beberapa di antaranya.

"Ini Tito, Damar, Raisa, mereka adalah teman-teman adikmu kan?" seru Gilang, Febi mengangguk pelan, "mayat mereka baru saja di temukan dini hari tadi di belakang Villa di puncak, kau tahu apa yang mencengangkan?" tanya Gilang, Febi menggeleng, "mereka memiliki luka yang sama, seluruh tubuhnya seperti di cakari oleh kuku yang tajam, bahkan wajahnya tak bisa di kenali, tapi dari tes DNA, itu menyatakan ketiga mayat itu adalah mereka!"

Tiba-tiba saja bulu kuduk Febi berdiri semua, pori-porinya jadi mengembang, membuatnya jadi merinding. "serius Lang?" desisnya, "kau mau lihat mayat mereka?"

"Oh...tidak,"

"Bukankah yang kembali dari puncak itu hanya Deri, Vita dan adikmu?"

"Iya, tapi kata Desi memang mereka masih mau menginap lagi!"

"Deri dan Vita juga meninggal dengan cara yang sama, tapi....bagaimana dengan dua warga lainnya yang juga menjadi korban?"

"Tetanggaku yang berada di ujung jalan itu, setahuku mereka orang ramah, tapi memang sih....mereka jarang di rumah! Apakah sebenarnya yang membunuhi orang-orang itu, apakah semacam serigala begitu?"

"Entahlah..., kita masih belum punya petunjuk. Tapi maaf Feb, aku yakin adikmu tahu sesuatu!"

"Kau lihat sendiri bagaimana keadaan adikku semalam kan!"

"Ya aku tahu, tapi...!"

"Sudah, pokoknya malam ini aku akan menjaga adikku di rumah. Aku tidak akan ikut ronda bersama para anak buahmu mengelilingi kompleks.

Jam 22.40

Gilang ikut duduk di ruang tamu Febi, ia juga ingin berjaga di situ, bukan khawatir pada Desi tetapi pada Febi sendiri. Lama mereka menonton tv bersama dalam diam, tiba-tiba saja perut Gilang bergemuruh. Febi tersenyum di buatnya, lalu ia pergi ke dapur dan ternyata ia tak bisa meramu apapun untuk jadi makanan. Maka iapun pergi membeli makanan di luar saja, "hei, aku belikan di luar saja ya, aku akan minta anak buahmu menemaniku. Tolong jaga adikku!"

"Ok!"

Febi pergi bergegas, membawa dua anak buah Gilang yang ikut berada di rumah itu. Jadi sekarang Gilang sendirian bersama Desi.

Jam 22. 50

Angin bertiup sedikit kencang menerpa gorden dari jendela dapur yang belum rapat, terdengar derit pintu terbuka oleh telinga Gilang, iapun bangkit perlahan dan berjalan menuju suara derit pintu itu.

Tubuhnya sedikit melonjak ketika bertemu dengan seorang gadis, Desi berdiri di depannya tak jauh, rambutnya di biarkan terjuntai panjang, sebagian menutupi sisi wajahnya. Tatapannya kosong, dan wajahnya teroihat pucat, jantung Gilang seakan mau meledak karena takut. Ia meraba pistol di pinggangnya, bersiaga, matanya menyusuri tubuh gadis itu dari atas hingga bawah. Kakinya memijak bumi, dan berjalan santai, itu artinya di bukan hantu, dia masih manusia. Tapi...

Deg!

Salah satu tangan Desi berbeda, tangan kanannya itu terlihat lebih putih pucat, kukunya panjang-panjang dan runcing sekali, sedikit hitam. Terlihat menggeram seakan siap mencakar,

Apakah selama ini....? Tidak! Tidak mungkin....

Tiba-tiba saja Desi bergerak menyerangnya, Gilang segera mencabut pistolnya tetapi berhasil di tampik oleh Desi dan terlempar, sekarang Gilang berlari seraya melempari barang sekenanya saja yang bisa di dapat untuk menghalau Desi. Tapi pintu tiba-tiba tertutup semua dan terkunci, Gilang jatuh terjerembat, "arrggghhh.....!" jeritnya ketika di rasakannya punggungnya panas dan perih. Desi sudah ada di samping tubuhnya dan baru saja menggaruk punggungnya.

Febi sesekali melirik jamnya, ia sedang di kedai untuk memesan kwetiau goreng sapi yang menjadi favorit Gilang di malam hari, ia meraba kantongnya, "aduh...aku luoa membawa dompet lagi!" lalu ia menghampiri salah satu anak Gilang.

"Maaf Bripda Ando, aku mau pulang sebentar karena aku lupa membawa dompet!"

"Oh, pake uang saya saja dulu mbak!" tawar Bripda Ando,

"Tidak usah, soalnya sekalian aku mau beli barang nanti di Indomart!"

"Perlu saya antar?"

"Oh...tidak usah, kalian tunggu saja di sini. Aku cuma sebentar kok!"

"Baiklah!"

Febi segera kembali ke rumah, Gilang sedang berlari ke lantai atas, ia berharap bisa menemukan balkon yang tak terkunci dan lompat. Tubuhnya sudah kena cakaran Desi beberapa kali, itu sangat sakit, seperti terbakar. Desi seperti kesurupan, siapa dia sebenarnya, atau...dia memang hantu? Gerakannya cepat sekali dan tidak sakit saat terkena hantaman, wajahnya juga sangat beringas.

Desi menggapai tubuhnya, menyeretnya dengan mudah lalu membantingnya ke lantai, itu membuat Gilang meraung. Belum sempat ia berdiri sebuah cakaran kembali ia dapat di dadanya. Lalu di susul dengan cakaran berikutnya, tetapi ia mencoba menghalau dengan menangkap tangan Desi,

"Desi sadar, kalau kamu memang masih hidup nyebut Des, nyebut....!" serunya, tetapi Desi malah semakin garang lalu berhasil kembali mencakar lehernya, tepat saat itu pintu depan terbuka. Gilang bisa mendengarnya, mungkin itu Febi.

"Febi tolong...., panggilkan semua warga dan para polisi?" teriaknya, tapi tak ada sahutan. "Febi, apakah itu kau?" teriak Hilang lagi, sekarang ia berhasil lolos dari Desi setelah menendangnya. Ia berlari turun dengan setengah terhuyung, ia memang berpapasan dengan Febi di tangga,

"Syukurlah kamu datang," katanya terbata, "mana warga lainnya?" suaranya terengah, Febi mendekat padanya perlahan. Setelah berdiri di hadapannya, ia tersenyum lalu mendorong tubuh Gilang jatuh ke bawah tangga. Tubuhnya bergulingan, dan mendarat di lantai, raungan dan erangan Gilang terdengar pilu, ia sudah cukup lemah, tapi ia tak mengerti kenapa Febi mendorongnya?

Febi kembali beejalan turun, Gilang merangkak mundur perlahan dengan kesakitan, "Feb, apa maksud semua ini?" tanyanya, Febi tersenyum.

"Kau terlalu banyak ikut campir Lang!"

"Apa?"

Terlihat Desi sudah berada di belakangnya dengan sangat menyeramkan. Gilang mulai mengerti, sepertinya Febi juga terlibat, "kenaoa Feb?" tanyanya,

"Kau ingin tahu kenapa?"

Gilang diam,

"Lima belas tahun yang lalu, kami sedang berlibur ke puncak. Suatu malam datang segerombol orang menyatroni Villa kami, tujuannya....bukanlah perampokan, itu masalah bisnis, teman-teman papaku....memaksa papa menandatangi sebuah dokumen, aku tak tahu apa itu. Aku berhasil sembunyi di dalam cabinet dapur, di laci atas, aku menyaksikan semuanya!" akunya, Gilang mendengarkan seraya mundur perlahan karena sudah sangat lemah,

"Mereka menyiksa mama agar papa mau memenuhi keinginan mereka, aku pikir....setelah mereka mendapatkan apa yang mereka mau mereka akan melepaskan kami. Tapi.....," Febi menatap Gilang lebih dalam, ada airmata di pipinya, "mereka memperkosa mamaku beramai-ramai di depan papa yang terikat, aku masih bisa mendengar jeritan mama....., dan juga tangisan dan teriakan papa saat memohon mereka untuk menghentikan semua itu. Mereka melakukannya sambil memukuli mama, setelah itu....mereka memotong tangan kedua orangtuaku, melemparkannya ke kebun belakang villa, Desi yang saat itu masih 6 tahun....juga sempat mendapatkan pukulan. Mungkin mereka pikir Desi sudah meninggal makanya mereka pergi begitu saja....., membiarkan keduanya orangtuaku mati kehabisan darah!"

"Tapi...orangtuamu....?"

"Pak Rano dan ibu Evy adalah orangtua angkat kami, komnas perlindungan anak mencarikan kami orangtua yang cukup baik. Kau ingin taku....bagaimana semua ini terjadi, aku menunggu lima belas tahun untuk balaskan dendamku. Selama 10 tahun terakhir....aku menyempurnakan ilmu hitamku di berbagai tempat. Desi sengaja ku kirim untuk mendekati anak-anak para pembunuh itu sebagai temannya,"

"Jadi mereka semua....!"

"Mereka memang pantas mati!"

"Febi, yang bersalah adalah orangtua mereka!"

"Orangtua mereka akan mendapatkan gilirannya, jika sudah waktunya!"

"Apa?"

"Ku satukan tangan-tangan iblis di dalam tangan Desi, karena waktu itu....Desi memang sempat mencakar salah satu wajah bajingan itu. Dan karena itu...mereka memelintir tangan kanan Desi sampai patah, membutuhkan waktu yang lama untuk Desi bisa pulih dari trauma, tangannya tak mampu lagi melakukan apapun, lalu aku mencari cara, agar tangannya bisa kembali!"

"Dengan ilmu hitam?"

"Perlahan....tangannya mulai pulih....bahkan jauh lebih berguna. Purnama bulan ini adalah puncak kesempurnaan ilmuku, kekuatan tangan Desi,dan kau....!" tunjuk Febi pada Gilang, "kau akan jadi penghalangku...itu sebabnya kau juga harus di lenyapkan!"

"Tapi Feb....!"

Desi sudah langsung bergerak di sisi Gilang dan mulai mencakarinya, Gilang menjerit minta ampun hingga suaranya menghilang.

* * *

Keesokan harinya berita kriminal di surat kabar maupun televisi, memberitakan bahwa Kapten Gilang pratama meninggal dengan kondisi yang sama dengan para korban sebelumnya di belakang rumah wartawan cantik Febrina Andriana. Febi sendiri di temukan tak sadarkan diri dengan luka yang cukup serius di tubuhnya, luka cakaran yang sama tetapi nyawanya masih bisa di selamatkan. Sementara Adiknya, Desiana Kartika di temukan tewas di sisi tubuh sang kakak dengan luka tembak dan tangan terpotong.

Berita mengabarkan bahwa hasil wawancara dengan Febi menyatakan bahwa Desi kesurupan tangan iblis, setelah tangannya berhasil di potong dan di bakar ternyata Desi meninggal karena sebelumnya tubuhnya sudah tertembus peluru Kapten Gilang. Febi tersenyum puas menyaksikan liputan berita itu.

* * *

Satu bulan kemudian.....

Di kota Malang di temukan sosok tubuh yang mengalami luka yang sama dengan semua korban itu, seluruh tubuhnya hancur oleh cakaran kuku yang tajam, terutama bagian kemaluannya yang seperti di sayat-sayat sampai habis. Dan di ketahui, bahwa korban itu adalah seorang pengusaha properti terpandang yang anak tunggalnya mengalami nasib serupa bulan lalu di sebuah Villa di puncak.

* * * * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun