Tubuhnya sedikit melonjak ketika bertemu dengan seorang gadis, Desi berdiri di depannya tak jauh, rambutnya di biarkan terjuntai panjang, sebagian menutupi sisi wajahnya. Tatapannya kosong, dan wajahnya teroihat pucat, jantung Gilang seakan mau meledak karena takut. Ia meraba pistol di pinggangnya, bersiaga, matanya menyusuri tubuh gadis itu dari atas hingga bawah. Kakinya memijak bumi, dan berjalan santai, itu artinya di bukan hantu, dia masih manusia. Tapi...
Deg!
Salah satu tangan Desi berbeda, tangan kanannya itu terlihat lebih putih pucat, kukunya panjang-panjang dan runcing sekali, sedikit hitam. Terlihat menggeram seakan siap mencakar,
Apakah selama ini....? Tidak! Tidak mungkin....
Tiba-tiba saja Desi bergerak menyerangnya, Gilang segera mencabut pistolnya tetapi berhasil di tampik oleh Desi dan terlempar, sekarang Gilang berlari seraya melempari barang sekenanya saja yang bisa di dapat untuk menghalau Desi. Tapi pintu tiba-tiba tertutup semua dan terkunci, Gilang jatuh terjerembat, "arrggghhh.....!" jeritnya ketika di rasakannya punggungnya panas dan perih. Desi sudah ada di samping tubuhnya dan baru saja menggaruk punggungnya.
Febi sesekali melirik jamnya, ia sedang di kedai untuk memesan kwetiau goreng sapi yang menjadi favorit Gilang di malam hari, ia meraba kantongnya, "aduh...aku luoa membawa dompet lagi!" lalu ia menghampiri salah satu anak Gilang.
"Maaf Bripda Ando, aku mau pulang sebentar karena aku lupa membawa dompet!"
"Oh, pake uang saya saja dulu mbak!" tawar Bripda Ando,
"Tidak usah, soalnya sekalian aku mau beli barang nanti di Indomart!"
"Perlu saya antar?"
"Oh...tidak usah, kalian tunggu saja di sini. Aku cuma sebentar kok!"