Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Cinta yang Terlarang #22 ; Pengalaman Pertama di Atas Kuda

14 Oktober 2014   04:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:08 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siang itu Jesie nyelonong ke kantin, ikut duduk di kumpulan Empat cowok yang sedang bercanda sambil makan. Membuat ke empat anak itu terkejut dan berhenti tertawa. Gadis itu memasang wajah kusutnya.


"Loe kenapa Jes, kusut gitu?"

"Nggak apa-apa, cuma kurang tidur."

"Paling juga nggak mandi!" sela Axel.

Jesie menoleh dan mencubit lengannya, "Auw....auw...., sakit!" rintihnya. Jesie melepas cubitannya.

"Enak aja bilang gue nggak mandi. Emangnya kucing!"


Ketiganya tertawa, "bukan kucing, macan. Makanya jangan cuma di cubit, terkam dong....., hhaim...!" seru Andra.

Jesie menoleh padanya,

"Oh, loe mau juga?"

Andra nyengir dan langsung melompat dari kursi.

"Udah, jangan marah-marah mulu. Tambah jelek!" seru Axel meraih lengannya dan menyeretnya keluar kantin. Jesie sedikit terkejut tapi ia mau saja. Seperti biasa mumpung belum bell, mereka bakal mojok di loteng tuh.


Di tengah tangga Jesie berhenti, membuat Axel juga berhenti dan bertanya padanya.

"Kenapa?"

"Cape!"

"Biasanya lari bolak-balik semangat aja."

"Gendong!" manja Jesie.

Axel melotot.

"Ge-gendong!"

Jesie mengangguk.

"Ini cuma tinggal beberapa anak tangga lagi."

"Nggak mau ya udah, gue turun lagi nih!" ancamnya dengan melangkahkan kakinya ke anak tangga di bawah mereka berpijak. Axel mendesah lalu melangkah ke depannya dan jongkok.

"Cepetan, sebelum gue berubah pikiran!" serunya.


Jesie tersenyum lalu naik ke punggung Axel. Axel mulai mengangkatnya dan berbalik untuk naik.

"Aduh Jes, loe makan apa sih berat banget?" keluhnya.

Jesie mengeluarkan tawa kecil,

"Makan batu, udah cepetan naik!"

"Iya, bawel. Banyak omong gue turunin lagi nih!" serunya seraya naik ke atas.


Sesampainya di atas Axel mendudukan Jesie di atas tembok seperti biasa, lalu mereka berpandangan dengan posisi yang biasa pula. Keduanya selalu hanyut dalam situasi itu,


"Jes!"

"Ng?"

"Gue nggak bisa ngebayangin kalau loe nggak pernah hadir di dalam hidup gue. Mungkin...., hidup gue masih hampa dan selalu di bayangin masalalu!"

"Xel, dengan atau tanpa gue....., harusnya loe tetap bisa move on buat diri loe sendiri!"

Axel menggeleng pelan.

"Nggak, gue nggak bisa. Apa kita bisa terus seperti ini, atau nanti....., loe bakal ninggalin gue?"


Jesie menyentuh wajahnya, "nggak, gue nggaka akan ninggalin loe apapun yang terjadi, seburuk apapun keadaannya nanti, gue bakal tetep di samping loe!" serunya, matanya kembali sembab.


Gue janji, gue nggak akan ninggalin loe Xel. Meski penyakit loe akhirnya bakal menggerogoti seluruh tubuh loe, gue bakal tetap cinta sama loe!


Air mata Jesie mengalir. Axel jadi merasa bingung, ia menghapus butir-butir bening itu dengan jemarinya.

"Loe kenapa nangis?"

"Kita akan selalu bersama kan, gue cuma takut akhirnya tangan kita bakal terlepas!"

"Gue yang takut loe pergi dari gue, Jes. Gue udah cukup kehilangan banyak orang yang gue sayangi, gue nggak mau kehilangan lagi!"


Perlahan Jesie merobohkan dirinya di dada pemuda, itu kali ini ia membuang rasa takut yang selalu menyelimutinya ketika Axel hendak memeluknya erat. Ia bahkan membiarkan bibir mereka bertemu kali ini. Rasanya cintanya terhadap pemuda itu telah membuang segala ketakutannya.


Kini mereka duduk berjejer, menggelantungkan kakinya. Menikmati angin yang berhembus mesra membuai kulit mereka.


"Eh, pulang sekolah nanti mau ikut gue nggak?"

"Kemana?"

"Ada deh.....!"

"Kasih tahu dulu, baru mau ikut!"

"Ya...., ntar jadi nggak seru dong. Kalau di bocorin dulu!"

"Kemana?"

"Ntar juga tahu."


Axel tetap tak mau memberitahu kemana ia akan mengajakya, sementara Jesie terus membujuk ingin tahu sampai mereka di kagetkan dengan bell masuk yang berdering. Keduanya langsung turun dan masuk ke kelas masing-masing.


*****


Siska datang ke tempat Joni, mereka ngobrol sambil menikmati secangkir coffelatte.


"Aku tahu kalian tak mau memaafkan kesalahanku. Tapi kita tak bisa memutar waktu kan, Jon. Aku ingin sekali melihat putriku!"

"Aku tidak melarangmu bertemu dengannya, kau sendiri yang tidak pernah mengunjunginya!"

"Itu...., karena aku merasa malu untuk datang!"

"Tapi sekarang kau datang, karena kita sudah terlanjur bertemu!"

"Aku mencari tahu, dan yang ku dapat kalian pindah rumah beberapa tahun lalu!"

"Aku memang pindah untuk memulai usaha, tempat yang strategis agar aku tetap bisa merawat Jesie seraya mencari uang. Aku kehilangan istriku karena bangkrut, aku tidak amu kehilangan anakku hanya karena aku tak bisa mendapatkan pekerjaan!" jawabnya.

"Maafkan aku!"

"Berhentilah minta maaf. Itu tidak akan bisa mengembalikan keadaan!"


Siska terdiam,

"Besok hari minggu, jika kau ingin datang. Mungkin Jesie tidak akan kemana-mana!" serunya, seolah mengundang Siska untuk datang ke rumah bertemu putri mereka.

"Sungguhkan?" senyum Siska mengembang.


Axel membawa Jesie ke tempat balap kuda.

"Xel, kita ngapain ke sini?"

"Mengenalkan loe sama seseorang."

"Ha!"


Mereka memasuki sepetak kandang, ada kuda jantan yang gagah di sana. Axel menghampirinya dan melepaskan tali nya dari pagar. Kemudian ia mengelus punggung kuda itu.


"Hai, kawan. Apa kabar, maaf ya.... Belakangan tidak pernah menjengukmu!" serunya.

"Itu kuda loe?"

Axel menoleh dan tersenyum.

"Namanya Run!"

"Run?"

"Karena dia pelari yang hebat, tapi maklum sekarang sudah mulai tua!" jawabnya. Kuda itu meringis bersuara, seolah menolak di bilang tua.

"Sepertinya dia tidak setuju loe bilang tua."sahut Jesie melangkah mendekat. Ia juga ikut membelai punggung kuda itu. Kuda itu mendekatkan kepalanya dan itu membuat Jesie mundur.


"Nggak apa-apa. Kaya'nya dia suka sama loe!"

"Gue nggak pernah sedeket ini sama kuda!"

"Mau naik?"

"Naik! Oh...., nggak. Gue nggak pernah naik kuda." tolaknya.

"Gua jagain kok!"

"Tapi Xel...."


Axel mengambil pelana kuda yang ada tak jauh dari mereka dan menaruhnya di atas punggung Run, setelah terpasang dengan benar ia menuntun kuda itu keluar kandang, Jesie mengikuti. Lalu Axel menarik Jesie mendekat, "Ayo naik!"

"Xel!"

Axel memegang tangannya, agar Jesie bisa naik. Ia membantu gadis itu duduk di punggung Run. Setelah di atas Jesie malah jadi gemetaran.


"Nggak apa-apa kan?"

"Nggak apa-apa gimana, sumpah gue gemeteran nih!" serunya dengan nada takut yang jelas terlihat.


Akhirnya Axel ikut naik di belakangnya, "loe pegang tali yang kiri, gue pegang yang kanan, ok. Kakinya jangan gerak-gerak!" bisiknya. Jesie mengikuti apa yang Axel bilang. Axel bisa merasakan kalau pacarnya beneran takut di atas kuda. Lalu ia menyelipkan tangan kirinya ke perut Jesie, membuat gadis itu terperanjat. Tapi ia membiarkannya saja, mungkin biar tidak jatuh.


"Siap!" seru Axel lalu menghentakan kakinya pelan ke badan Run, kuda tua itu mulai berjalan pelan.


"Xel?"

"Ya."

"Loe sering ikut balapan kuda?"

"Dulu sih iya, tapi sejak ngeband. Gue jadi nggak pernah ikut lagi!"

"Apa tempat ini punya keluarga loe?"

Axel mengangguk pelan.

"Masih takut?" bisik Axel di telinga Jesie, membuatnya tambah merinding.

"Eh. Loe jangan curi-curi kesempatan ya!"

"Dikit nggak apa-apa kan?"

"Dasar brengsek!"

"Oh....., brengsek ya." jawabnya lalu menghentakan kakinya lebih keras sehingga kuda itu tiba-tiba lari kencang dan membuat Jesie terkejut. Ia menjerit sambil memegang tangan Axel yang berada di perutnya karena takut terlempar dari atas kuda. Mereka berkuda cukup lama, awalnya Jesie memang takut tapi pada akhirnya ia jadi ketagihan berkuda.


Mereka berjalan ke arah motor sambil bergandengan tangan.

"Gimana, itu menyenangkan kan?" tanya Axel.

"Nggak, tadi itu keren. Lain kali kita kesini lagi ya!" ajak Jesie.

"Besok kan minggu, kita bisa main sepuasnya. Ok!"

"Ide bagus!"

"Itu pun kalau bokap loe setuju."

"Bisa di atur, tenang aja!"


Kali ini Jesie menyandarkan kepalanya di punggung Axel selama perjalanan pulang. Tangannya memeluk tubuh pemuda itu, ia bisa merasakan debaran yang hebat di bawah tangannya. Di dalam dada pemuda itu, debaran yang sama yang ia rasakan. Dari awal debaran itu muncul hingga kini, sama sekali tak berubah. Masih debaran yang sama, malah semakin kuat dan hebat seiring berlalunya waktu. Jesie mempererat pelukannya dan memejamkan mata sambil tersenyum. Kini ia tidak takut lagi, ia tidak akan membiarkan rasa takut mengalahkan cintanya. Tidak akan pernah.


Sesampainya di rumah Jesie, Axel mengantar Jesie sampai ke teras.

"Ya sudah, masuklah!" suruh Axel, karena nampaknya Jesie masih tak rela masuk ke dalam rumahnya sendiri.

"Xel, besok pagi....., kalau loe udah bangun duluan loe telepon gue ya!"

"Kenapa?"

"Pokoknya loe telepon gue, kalau gue yang duluan bangun gue juga bakal telepon loe duluan. Ok!"

"Ok. Sip deh!"

Keduanya tersenyum.

"Udah mau magrib nih, pulang gi. Hati-hati di jalan ya!"

"Iya bawel!" seru Axel mencubit hidung Jesie yang mancung.

"A...., sakit!"Keluhnya memegang hidungnya. "Eh, loe masih minum vitamin dari dokter kan?"

"Emangnya kenapa?"

"Loe harus minum, abis..... Kaya'nya sekarang loe kurusan. Pasti jarang makan, makanya makan yang banyak dan minum vitaminnya biar gemuk lagi!"

"Emangnya dulu gue gemuk?"

"Nggak juga sih!" jawabnya dengan senyuman.

"Huh....., gue pulang ya!" pamitnya.


Jesie hanya mengangguk. Axel berjalan ke motornya dan naik di atasnya. Memakai helmetnya dan mulai menstater motornya, ia menoleh ke Jesie. Gadis itu tersenyum dan melambai padanya, ia membalas lambaian itu lalu memutar motornya dan tancap gas. Jesie memandang Axel hingga tak terlihat lagi dan masuk ke dalam rumah.

***********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun