Mereka berjalan ke arah motor sambil bergandengan tangan.
"Gimana, itu menyenangkan kan?" tanya Axel.
"Nggak, tadi itu keren. Lain kali kita kesini lagi ya!" ajak Jesie.
"Besok kan minggu, kita bisa main sepuasnya. Ok!"
"Ide bagus!"
"Itu pun kalau bokap loe setuju."
"Bisa di atur, tenang aja!"
Kali ini Jesie menyandarkan kepalanya di punggung Axel selama perjalanan pulang. Tangannya memeluk tubuh pemuda itu, ia bisa merasakan debaran yang hebat di bawah tangannya. Di dalam dada pemuda itu, debaran yang sama yang ia rasakan. Dari awal debaran itu muncul hingga kini, sama sekali tak berubah. Masih debaran yang sama, malah semakin kuat dan hebat seiring berlalunya waktu. Jesie mempererat pelukannya dan memejamkan mata sambil tersenyum. Kini ia tidak takut lagi, ia tidak akan membiarkan rasa takut mengalahkan cintanya. Tidak akan pernah.
Sesampainya di rumah Jesie, Axel mengantar Jesie sampai ke teras.
"Ya sudah, masuklah!" suruh Axel, karena nampaknya Jesie masih tak rela masuk ke dalam rumahnya sendiri.
"Xel, besok pagi....., kalau loe udah bangun duluan loe telepon gue ya!"