"Nggak, gue nggak bisa. Apa kita bisa terus seperti ini, atau nanti....., loe bakal ninggalin gue?"
Jesie menyentuh wajahnya, "nggak, gue nggaka akan ninggalin loe apapun yang terjadi, seburuk apapun keadaannya nanti, gue bakal tetep di samping loe!" serunya, matanya kembali sembab.
Gue janji, gue nggak akan ninggalin loe Xel. Meski penyakit loe akhirnya bakal menggerogoti seluruh tubuh loe, gue bakal tetap cinta sama loe!
Air mata Jesie mengalir. Axel jadi merasa bingung, ia menghapus butir-butir bening itu dengan jemarinya.
"Loe kenapa nangis?"
"Kita akan selalu bersama kan, gue cuma takut akhirnya tangan kita bakal terlepas!"
"Gue yang takut loe pergi dari gue, Jes. Gue udah cukup kehilangan banyak orang yang gue sayangi, gue nggak mau kehilangan lagi!"
Perlahan Jesie merobohkan dirinya di dada pemuda, itu kali ini ia membuang rasa takut yang selalu menyelimutinya ketika Axel hendak memeluknya erat. Ia bahkan membiarkan bibir mereka bertemu kali ini. Rasanya cintanya terhadap pemuda itu telah membuang segala ketakutannya.
Kini mereka duduk berjejer, menggelantungkan kakinya. Menikmati angin yang berhembus mesra membuai kulit mereka.
"Eh, pulang sekolah nanti mau ikut gue nggak?"
"Kemana?"