Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.
- Kim Jaehwan -- Some Days
- N. FLYING -- Spring Memories
- THE BOYZ -- Spring Snow
- Doyoung & Sejeong -- Star Blossom
- UP10TION -- Still with You
- Ha Sungwoon -- Think of You
- Bolbbalgan4 -- To My Youth
- EXO - Wait
- ASTRO -- We Still
- Jeong Sewoon -- When You Call My Name
MIN DONGSUN'S POV
"Ini... apa?"
Donghyun menyuarakan apa yang ada di kepalaku juga. Aku dan Donghyun baru sampai ke apartemen Choeun noona. Kegiatanku selesai jam 8 malam dan Choeun noona bilang dia memasak sesuatu dan mau kami mampir ke apartemennya untuk makan "sangat malam", Eunyul noona juga ada disana. Tapi begitu membuka pintu apartemennya, selain disambut oleh wajah kedua wanita yang kami cintai, ada dua hewan bersayap bertengger di dalam satu sangkar putih besar. Sangkarnya sangat menyolok karena diletakkan berhadapan dengan pintu depan.
"Bukankah mereka cantik?"
Aku tidak tau apa definisi "cantik" yang disebutkan Choeun noona. Eunyul noona duduk di sofa dan memandangi isi sangkar itu dengan tatapan penuh cinta. Donghyun sudah sadar dari keterkejutannya, kurasa karena dia calon dokter hewan, dia cepat menguasai diri dan menyelidiki isi sangkar. Ada dua burung hantu di dalam sangkar itu, ukuran mereka masih cukup kecil (kurasa hanya sedikit lebih besar dari 10 cm), keduanya berwarna putih dengan bercak hitam di bagian atas kepala mereka, dan dari pertengahan dada ke bawah. Mata mereka tampak waspada dan melihat dengan pandangan menyelidik ke manusia-manusia yang sibuk mengamati mereka juga. Ya bulu mereka yang putih memang... cantik, meminjam istilah Choeun noona.
"Ini Milo, yang jantan, aku akan memelihara dia, dan Rubi yang betina, akan dipelihara Eunyul eonni."
"Bagaimana kalian membedakannya?" tanyaku bingung.
"Mata Milo sangat sipit, lihat, kalau dia tersenyum, matanya hilang. Dia mengingatkanku pada Donghyun."
Aku tak mengerti bagaimana burung hantu bisa tersenyum.
"Tunggu, coba lihat ini. Milo ya, Milo ya!"
Seakan mendengar panggilan Choeun noona, burung hantu yang tampaknya sedikit lebih besar menoleh ke arah majikannya dan... astaga, apakah dia benar-benar tersenyum? Burung hantu itu membuka paruhnya dan kedua matanya menghilang. Donghyun tertawa.
"Baiklah, aku akui matanya terlihat seperti mataku kalau dia seperti itu," tawa Donghyun, "tapi sekarang noona menyamaiku dengan burung hantu salju? Dulu noona menyamakanku dengan anjing, dan sekarang burung hantu? Kapan noona menganggapku manusia normal?"
"Kalau Donghyun memelukku, aku akan menganggapmu manusia normal," jawab Choeun noona malu-malu.
Donghyun lalu maju untuk memberinya backhug diiringi tawa keduanya. Aku dan Eunyul noona hanya bisa saling berpandangan pasrah. Eunyul noona bangkit dan menggandeng tanganku menuju ruang makan. Di meja makan ada semangkuk besar tteokbokki yang masih hangat (ada potongan cabai yang mengapung yang membuatku bergidik) dan ada beberapa tusuk odeng juga di mangkuk itu. Eunyul noona duduk dan aku duduk di sebelahnya.
"Ada apa, kenapa Choeun noona mendadak memasak sebanyak ini?" tanyaku bingung, "ada yang ulang tahun?"
"Tidak, dia hanya ingin bertemu dengan kalian, dan merayakan kedatangan Milo dan Rubi."
"Aku tak menyangka lho ternyata kalian menyukai burung hantu... noona bahkan tidak bilang padaku akan mengadopsi mereka."
Eunyul noona tertawa setelah menelan odeng yang digigitnya.
"Kami sudah lama terobsesi pada burung hantu, tapi baru tadi ketika kami jalan-jalan ke toko hewan, kami bisa mendapatkan bayinya. Mereka unik kan? Kami ingin memelihara sesuatu yang lain daripada yang lain."
"Ya, kukira kalian akan memelihara anjing. Choeun noona sangat suka anjing kan?" tanyaku sambil mengisi mangkuk dengan tteokbokki.
"Oh ya, aku memang suka anjing dan akan memelihara anjing," jawab Choeun noona yang mendadak bergabung dengan kami di meja makan dengan Donghyun, "tapi apartemenku sering kosong, jadi kupikir aku akan memelihara anjing di Million Stars."
"Ya, ayo besok ke penampungan anjing dan kita ambil dari situ," ajak Donghyun.
"Kau pasti senang ya Donghyun, kau sudah punya pasien spesial."
"Ya, aku jadi bisa praktik lebih cepat."
"Jangan jadikan mereka hewan percobaan ya," wanti Choeun noona.
"Tenang saja, aku tak akan berani. Aku tau noona akan membunuhku kalau aku melakukan itu."
"Oh ya ngomong-ngomong, aku nyaris lupa. Tadi aku bertemu Chungdae di agensi," ujarku setelah mengambil sebatang odeng, "dia bilang jadwalnya akan banyak kosong bulan depan, jadi dia bertanya apa kita bisa pilih satu hari kosong untuk berkumpul."
"Terakhir kali kita berkumpul dengan lengkap memang Tahun Baru tahun kemarin ya," ucap Eunyul noona, "aku kangen juga sebenarnya."
"Aku bisa menyediakan waktu kapan saja. Hanya tergantung kalian para artis saja," ujar Choeun noona tenang, "dan content creator-ku yang satu ini."
Choeun noona mengucapkan kalimat terakhirnya sambil mencubit hidung Donghyun. Donghyun hanya nyengir sambil tetap mengunyah tteokbokki. Donghyun semakin terkenal sekarang, dia bahkan sudah mulai dibayar untuk melakukan beberapa endorsement, kebanyakan merek fashion, makanan dan pernah ada juga produk skincare (ya, kulit Donghyun terlihat sehat). Tapi aku lega di balik kesibukannya, Donghyun bisa menyediakan waktunya untuk Choeun noona. Aku berharap mereka bisa terus memliki hubungan yang baik, meski umur hubungan mereka baru seumur jagung sampai sekarang.
"Sangkar satunya untuk Rubi kan?" tanya Eunyul noona.
Lucu juga pacarku ini, dia tak sama dengan wanita pada umumnya. Kurasa itu juga salah satu sebabnya aku sangat menyukai Hwan Eunyul.
***
HWAN EUNYUL'S POV
"Besok?"
"Ya, ini mendadak sekali, tapi apa boleh buat... kepala desanya baru bisa bertemu kita besok."
Baru saja dua hari yang lalu Outing Event bagian pertama kami selesai, kesibukan aku dan Hyunbin oppa berlanjut ke bagian kedua. Memang kami sudah mensurvei desa kedua minggu lalu, tapi sudah beberapa kali kami ingin menemui kepala desanya, tapi kami tidak mendapatkan kesempatan itu. Tapi memang kami harus cepat menemui kepala desanya, supaya bagian kedua ini cepat selesai dan kami mungkin bisa menyelesaikan bagian ketiga setidaknya bulan depan. Prinsipku dan Hyunbin oppa sama, yaitu lebih baik cepat selesai.
"Oh ya sudah, baiklah oppa. Jadi jam berapa kita akan kesana besok?"
"Ayo berangkat jam 8 pagi, mungkin kita bisa pulang sebelum malam," jawab Hyunbin oppa di saluran telepon, "aku akan menjemputmu."
"Ya baiklah, oppa. Sampai besok."
Sebenarnya yang membuatku kecewa bukan karena aku harus mendadak bekerja di hari Sabtu, tapi karena besok harusnya aku dan Dongsun pergi kencan. Kami sudah merencanakan kencan kami sejak minggu lalu. Dia sangat sibuk akhir-akhir ini, karena awal bulan ini dia baru menerima sebuah kontrak iklan dari merk kosmetik yang cukup terkenal, dan minggu lalu dia mulai persiapan syuting iklan dan pemotretannya. Sebenarnya cukup beruntung dia bisa ikut Outing Event kemarin, dan begitu pulang dia langsung sibuk lagi, tapi besok, seperti yang dia lihat di jadwalnya, dia akan diberi waktu beristirahat lagi. Jadi kami sudah berencana untuk kencan: kami akan pergi nonton, makan, shopping, intinya menghabiskan waktu bersama diluar. Tapi sekarang aku harus membatalkan janji itu. Dia pasti akan sangat kecewa... Aku mencoba menghubunginya lewat telepon, tapi teleponku tidak diangkat. Kemungkinan besar dia masih sibuk dengan urusan keartisannya. Akhirnya, seperti yang sering dia sarankan padaku, lebih baik aku meninggalkannya pesan. Jadi aku mengirimkan pesan padanya.
Dongsun-ah... apakah kau sedang sibuk?
Maaf ya, sepertinya aku harus membatalkan kencan kita besok...
Atau, kita bisa bertemu di malam hari, tapi aku masih tak tau bisa pulang jam berapa...
Mendadak aku harus menemui kepala desa untuk Outing Event bagian yang kedua...
Tolong balas aku begitu kau membaca pesan ini ya
Sebenarnya rasanya tidak enak sekali menunggu balasan pesan, apalagi aku yakin Dongsun pasti sama kecewanya denganku. Dan aku menunggu lama sekali sampai pesan itu akhirnya dibalas, bahkan aku sudah di ranjang pada saat itu.
Ya noona, aku baru saja mengambil beberapa foto
Oh begitu? Baiklah... tidak apa-apa noona
Kita rencanakan saja lain kali ketika aku libur lagi
Kami masih berbalas pesan beberapa kali setelah itu, tapi pesanku yang terakhir tidak dibalasnya lagi, kurasa dia ketiduran karena terlalu lelah. Aku akhirnya juga tidur, dengan perasaan kecewa.
Aku bangun pagi keesokan harinya, dan aku berusaha menelepon Dongsun untuk pamitan dengannya sebelum aku keluar apartemen, tapi teleponku tidak dijawabnya. Ya, mungkin Dongsun masih tidur, lagipula ini hari Sabtu dan masih cukup pagi juga. Dia pasti lelah, dia butuh banyak istirahat. Aku pergi dengan Hyunbin oppa dengan perasaan yang masih kurang enak, tapi aku berusaha berkonsentrasi penuh untuk merencanakan kegiatan dengan baik.
"Aduh, saking ramahnya kepala desa, aku sampai tidak enak menolak jamuan makan malamnya."
"Iya oppa... aku juga tau oppa tidak akan menolaknya."
"Ayo kita pulang sekarang, sudah mulai malam."
Aku masuk ke mobil Hyunbin oppa, dan setelah mesin mobil dinyalakan, aku baru menyadari sekarang sudah lebih dari jam 6 malam. Aku mengambil ponselku, dan aku baru sadar aku belum menyentuhnya sejak aku terakhir menelepon Dongsun, lalu memasukkannya ke tasku. Begitu aku menyentuh ponselku, aku melihat ada beberapa pesan yang masuk dari Dongsun. Aku cepat-cepat membuka dan membacanya.
Noona, maaf aku baru bangun
Aku merasa agak pusing hari ini
Aku akan beristirahat saja di rumah
Apartemen hari ini kosong, Donghyun keluar untuk membuat konten, aku tidak melihatnya ketika aku bangun
Eomma dan appa juga keluar untuk urusan gereja
Aku terkesiap begitu membaca pesannya, dan aku mengecek jamnya mengirimiku pesan: jam 10 pagi, lalu dua pesan terakhir dikirimnya jam 1 siang. Aku cepat-cepat meneleponnya, tapi dia tidak menjawabku lagi.
"Kenapa Eunyul? Kau terlihat panik."
"Ah maaf oppa, bisakah oppa mengantarku ke apartemen Dongsun?"
"Tentu, tidak masalah. Tapi perjalanan kita agak terhambat..."
Jalanan memang terlihat agak padat, jadi Hyunbin oppa tidak bisa berkendara dengan cepat.
"Dongsun sakit dan dia sendirian di rumah, aku jadi mengkhawatirkannya," ceritaku, mencoba menelepon Dongsun lagi.
"Kurasa pekerjaannya yang baru membuatnya cepat lelah ya. Ketika Outing kita kemarin, kulihat dia agak kurus. Dia juga jarang masuk ke kelas. Tapi yang membuatku kagum padanya, dia pasti langsung menyelesaikan tugas-tugasnya," ujar Hyunbin oppa yang matanya berkonsentrasi pada jalanan di hadapannya ketika mengobrol, "dia benar-benar pekerja keras ya."
"Dia sangat perfeksionis, oppa."
"Sudah kuduga. Aku akan coba cari jalan alternatif supaya kita bisa lebih cepat ya."
"Terima kasih, oppa."
Butuh waktu satu setengah jam lama perjalanan kami hingga aku sampai di apartemen Dongsun. Aku pamit dengan terburu-buru pada Hyunbin oppa dan berlarian menuju lift dan setelah keluar dari lift. Aku menekan bel dan menunggu... tapi tidak ada reaksi. Aku lalu menekan bel lagi... tapi masih tidak ada suara. Apakah Dongsun tidur? Atau apakah... Ah, berhenti memikirkan hal-hal negatif, Eunyul! Aku menekan kode dan masuk saja ke dalam apartemen mereka, dan apartemen tampak gelap. Berarti kemungkinan besar, Dongsun masih sendirian. Aku mencoba mengecek dapur, tapi dapur tampak sepi. Aku mengetuk pelan pintu kamarnya, tapi tak ada suara apapun. Aku akhirnya memutuskan untuk masuk saja ke kamarnya, dan aku sedikit lega, melihat Dongsun tidur di ranjangnya. Aku duduk di ranjang dan menggoyangkan tubuhnya pelan-pelan.
"Dongsun-ah..."
Tapi Dongsun tidak bergerak. Posisinya tertidur membelakangiku, jadi aku tidak yakin dia terbangun atau belum. Aku meletakkan telapak tanganku di dahinya, tapi dia tampaknya tidak demam.
"Dongsun-ah... ayo bangun. Ayo kita bicara. Apakah kau marah padaku?"
Sekilas, aku melihatnya bergerak, meski dia bergerak dengan sangat pelan, bahkan hanya lengannya saja yang bergerak. Oke, kurasa dia sebenarnya sudah bangun. Jadi, kemungkinannya adalah, dia marah padaku. Berarti aku harus membujuknya.
"Oppa, mianhae..."
Aku terpaksa melakukan aegyo, padahal aku benar-benar bukan tipe yang suka melakukan aegyo, apalagi sampai perlu memanggilnya oppa. Tapi strategiku berhasil, karena dia akhirnya menoleh, meski dia masih cemberut.
"Noona jahat sekali, noona sibuk sampai tidak membaca pesanku."
"Iya maafkan aku, aku terlalu fokus pada kerjaanku... yah kau tau aku seperti apa."
"Lalu noona juga pulang terlambat sekali. Apa noona tidak sayang padaku lagi?"
"Lho lho, apa-apaan Dongsun?" tanyaku sambil tertawa, "maaf, oke. Tadi jalanan agak macet dan yah, memang salahku tidak memegang ponsel sama sekali... jadi aku tidak tau kau sakit. Begitu aku naik mobil, aku langsung membaca pesanmu. Lihatlah, aku langsung kesini kan."
"Jadi noona masih sayang aku atau tidak nih?"
"Menurutmu? Apakah aku akan datang kesini kalau aku tidak sayang padamu lagi?"
"Ya... iya juga sih."
Dongsun membuatku ingin tertawa lebih lama lagi, karena tingkahnya yang sekarang ini tidak seperti dia yang biasanya, dia tampak seperti bocah sekarang. Kadang aku mengerti apa yang dimaksud Choeun dengan "pacaran dengan bocah" (dia mengalaminya dengan Chungdae dan Donghyun juga tak banyak bedanya). Aku tak menyangka Dongsun juga bisa seperti ini.
"Jadi sebenarnya kau sakit apa Dongsun?" aku meletakkan telapak tanganku di dahinya sekali lagi, "kau tidak demam kok."
Dongsun lalu duduk, dia masih cemberut, "ya, sebenarnya aku hanya pusing sedikit, bukan sakit yang perlu dikhawatirkan. Tapi... aku kesal dengan noona. Semenjak noona sibuk kerja bersama Park Gyosunim, noona sering cuek padaku. Pesanku lama dibalas, teleponku kadang juga tidak diangkat."
"Yah, kau seperti tidak mengenalku saja. Kan bukan hanya saat aku kerja dengan Hyunbin oppa saja aku seperti ini. Ya, aku akui memang aku jauh lebih fokus pada pekerjaan ini karena aku ingin membuktikan diriku, bahwa sebagai asisten dosen saja aku bisa sukses menjalankan event ini... ya intinya maaf kalau kau merasa aku agak cuek padamu. Aku hanya terlalu sibuk."
I'm just right for you
Like the wind, I'm always looking up for you
It means I wanna be with you always
It means I wanna fill your other half
We shared each other
Embraced each other with understanding
Our hardened hearts are melting
Every time
We're a dream that is colored with leaves
Going around like a white windmill
The half moon that's floating
Blossoms in the dazzling spring
As you say you wanna be me
Let's fill each other's empty spots
I'll comfort you just like we did back then
On that spring dazzling day
(N. FLYING -- Spring Memories)
"Noona tidak tau noona membuatku cemburu!"
"Jadi kau cemburu buta?" aku memutar bola mataku, "jadi kau hanya pura-pura sakit dan membohongiku ya? Jahat sekali kau..."
Rasanya ingin sekali aku balas dendam pada Dongsun, jadi aku meninggalkannya dan menuju dapur. Aku tersenyum ketika mendengar langkah Dongsun di belakangku.
"Noona... noona maafkan aku. Apakah sekarang noona yang marah? Noona, mau ngapain?"
"Kira-kira mau ngapain lagi aku kalau sudah di dapur. Tentunya aku mau masak. Kau pasti belum makan kan? Aku juga lapar lagi. Sebenarnya aku sudah makan di desa tadi... tapi membujukmu menghabiskan tenagaku, jadi aku lapar lagi."
Akhirnya kami berdua memakai celemek dan aku sibuk memeriksa lemari es, ada bahan makanan apa saja yang bisa dimasak. Ternyata ada beberapa bungkus tteokbokki beku di dalam sana. Aku memutuskan akan memasak tteokbokki itu, jadi aku mengambil beberapa sayuran dan mulai sibuk memotongnya. Lalu mendadak, Dongsun memelukku dari belakang dan membuatku nyaris memotong jariku.
"Dongsun! Apa sih yang kau lakukan? Aku nyaris memotong jariku nih!"
Sama mendadaknya seperti dia memelukku, dia lalu membalikkan badanku dan dia meletakkan tangannya di meja dapur dan mengunci tubuhku.
"Yah, apa sih maumu? Aku sudah lapar, jadi biarkan aku memasak, oke?"
Dongsun tampak diam dan serius ketika menatapku lurus di mataku. Aku merasa sangat gugup sekarang.
"Apa kau mau bertengkar denganku lagi? Aku kan sudah minta maaf karena aku sibuk beberapa hari ini..."
"Mianhae noona," ucapnya perlahan dengan suaranya yang tenang dan dalam, "maaf ya aku sudah cemburu buta. Maaf juga aku sudah membohongi noona. Aku hanya ingin noona lebih memperhatikanku... aku merindukan noona."
Ternyata dia bukan mengajakku bertengkar. Dia malah semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku... dan dia mencium bibirku lembut. Apakah kau tak tau kalau aku juga merindukanmu, Dongsun? Apakah hanya karena aku tak pernah mengatakannya, kaupun tak tau aku merindukanmu? Aku hanya tak ingin menganggumu dan perkerjaan barumu, jadi aku tak pernah mengatakannya. Tapi kurasa ini kesempatan yang baik bagiku untuk mengungkapkannya padamu. Ciumannya dalam dan menuntut, dan aku bisa merasakan dia mengucapkan "aku merindukanmu" dalam tiap kecupannya. Kulingkarkan tanganku di lehernya dan aku balas menciuminya dengan intens. Aku merindukanmu, Dongsun... aku juga merindukanmu. Entah berapa lama kami berciuman sampai akhirnya akulah yang menghentikannya. Dia masih menatap mataku dan aku masih sangat gugup, sampai aku merasakan pipiku panas.
"Bagaimana kalau kita pesan saja?"
Akhirnya kami benar-benar memesan makanan, dan kami makan cukup banyak saat itu. Sudah hampir jam 9 ketika kami selesai makan.
"Oh ya, noona belum lihat produk kosmetik yang aku iklankan ya?"
"Belum. Aku bahkan belum tau produk apa yang akan kau iklankan."
"Aku punya barangnya di kamar. Ayo, akan kutunjukkan ke noona."
Akhirnya kami masuk ke kamarnya lagi, dan Dongsun langsung duduk di ranjangnya dan memeriksa ponselnya. Aku melihat-lihat ke sekitar kamarnya.
"Mana kosmetiknya?" tanyaku bingung.
"Itu di mejaku. Masih di dalam kotaknya."
Kukira kotak kosmetiknya besar, tapi ternyata kotaknya cukup imut, dan aku melihat sebaris liptint dengan berbagai warna disana.
"Wah, liptint ini ya? Kudengar ini cukup ditunggu-tunggu loh. Aku mendengarnya dari Choeun, dia bilang dia mau beli juga."
"Oh, aku bisa memberikannya pada Choeun noona nanti. Tadi aku baru melakukan pengambilan gambar dengan liptint yang ini."
Dongsun akhirnya bangkit dan mendekatiku, lalu dia mengambil salah satu liptint dari dalam kotaknya.
"Liptint ini rasanya stroberi. Sini, aku peragakan bagaimana pose-poseku untuk pemotretannya tadi."
Rasanya menyenangkan sekali bisa melihat pacarku seolah-olah melakukan pemotretan di depanku. Seingatku Dongsun sangat pemalu, tapi kudengar dari Joonki dan Chungdae, rasa pemalunya berkurang semenjak dia melakukan pemotretan untuk event Student's Autumn Festival. Kurasa Haneul-ssi ada andil untuk ini juga, mungkin aku harus berterimakasih padanya? Aku sekarang bisa merasakan aura modelnya menghipnotisku, bahkan tatapannya membuatku merasa meleleh.
"Wah pacarku sangat keren," pujiku sambil bertepuk tangan heboh.
Saking tersihirnya aku pada penampilan Dongsun, aku bahkan lupa dari tadi aku hanya berdiri saja.
"Katanya liptint ini bisa melembutkan bibir, noona."
"Oh benarkah? Bolehkah aku mencobanya?"
Dongsun berjalan mendekatiku, "aku saja yang memakaikannya ya."
"Hah? Aduh jangan, biar aku saja, aku bisa kok."
Entah mengapa, aku agak gugup dengan Dongsun hari ini. Mood-nya berubah dengan sangat cepat dan dia sering sekali menatapku tajam dan dalam. Dan melihatnya berjalan mendekatiku, membuatku mundur perlahan, dan akhirnya punggungku menyentuh pintu. Aku tidak bisa mundur lagi. Dongsun sudah sangat dekat denganku. Aaaaaaaaaa... rasanya aku ingin berteriak saja.
It won't be like the first time but you're always dazzling
It's like magic, on the same day
So spring can eternally dazzle
It won't be like the first time but spring is always dazzling
It's like magic, on the same day
Forever in spring
The half moon that's floating
Blossoms in the dazzling spring
As you say you wanna be me
Let's fill each other's empty spots
I'll comfort you just like we did back then
On that spring dazzling day
(N. FLYING -- Spring Memories)
"Nih noona, pakai saja."
Aku bernafas lega ketika aku mengambil liptint itu dari tangannya."
"Ah, liptintnya wangi."
Aku membuka tutup liptintnya dan mengendusnya, tapi sebelum aku sempat mengoleskannya pada bibirku, mendadak sekali, Dongsun mencium bibirku lembut. Lagi-lagi aku tersihir... aku tak bisa menolak ciumannya. Tapi tak lama sesudah itu, dia menghentikan ciumannya.
"Kan sudah kubilang... biar aku saja yang memakaikannya."
"Uh... iya... hmm... liptintnya bagus."
Aku kaget ketika ponselku yang kusimpan dalam saku celanaku berbunyi. Aku mengambilnya (dan karena terlalu gugup aku nyaris menjatuhkannya) dan rupanya ada pesan dari Hyunbin oppa.
"Ada apa noona?"
"Oh, Hyunbin oppa memintaku memeriksa dokumen... boleh aku pinjam laptopmu?"
"Ya, silakan saja noona. Laptopku di ruang tamu."
Akhirnya aku sibuk mengedit dokumen dengan laptop Dongsun, sementara itu Dongsun tiduran di pangkuanku sambil membaca buku pelajaran. Kukira aku hanya butuh waktu sebentar untuk mengedit dokumen itu, tapi ketika akhirnya aku menutup laptopnya, sudah lewat dari jam 10 malam saat itu. Aku mulai merasakan tubuhku pegal-pegal, karena aku benar-benar belum berbaring sejak aku bangun jam 6 pagi tadi.
"Astaga, sudah malam sekali. Kurasa aku harus pulang sekarang," ujarku sambil merenggangkan tubuhku.
Dongsun sudah bangkit dan duduk di sebelahku.
"Pulang? Kenapa harus pulang? Ini sudah malam, aku tak akan mengizinkan noona pulang."
"Lho, kenapa tidak? Lalu bagaimana dong? Aku sudah capek."
"Noona tidur saja disini."
"Hah? Tapi bagaimana... kan tidak enak kalau nanti Donghyun dan orangtuamu pulang."
"Kenapa harus tidak enak? Noona kan tunanganku."
"Tapi aku bahkan belum mandi dan tidak bawa baju ganti..."
"Aku pinjamkan bajuku."
"Tapi..."
"Jangan ada tapi-tapian lagi. Noona tidak mau aku ngambek lagi kan? Tunggu disini, aku ambilkan bajuku."
Oh tidak, apa lagi yang sekarang direncanakan Dongsun? Aku tau badanku pegal-pegal bukan hanya karena aku sibuk hari ini, tapi aku terus-terusan merasa gugup dan itu juga sangat melelahkan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H