"Oppa, mianhae..."
Aku terpaksa melakukan aegyo, padahal aku benar-benar bukan tipe yang suka melakukan aegyo, apalagi sampai perlu memanggilnya oppa. Tapi strategiku berhasil, karena dia akhirnya menoleh, meski dia masih cemberut.
"Noona jahat sekali, noona sibuk sampai tidak membaca pesanku."
"Iya maafkan aku, aku terlalu fokus pada kerjaanku... yah kau tau aku seperti apa."
"Lalu noona juga pulang terlambat sekali. Apa noona tidak sayang padaku lagi?"
"Lho lho, apa-apaan Dongsun?" tanyaku sambil tertawa, "maaf, oke. Tadi jalanan agak macet dan yah, memang salahku tidak memegang ponsel sama sekali... jadi aku tidak tau kau sakit. Begitu aku naik mobil, aku langsung membaca pesanmu. Lihatlah, aku langsung kesini kan."
"Jadi noona masih sayang aku atau tidak nih?"
"Menurutmu? Apakah aku akan datang kesini kalau aku tidak sayang padamu lagi?"
"Ya... iya juga sih."
Dongsun membuatku ingin tertawa lebih lama lagi, karena tingkahnya yang sekarang ini tidak seperti dia yang biasanya, dia tampak seperti bocah sekarang. Kadang aku mengerti apa yang dimaksud Choeun dengan "pacaran dengan bocah" (dia mengalaminya dengan Chungdae dan Donghyun juga tak banyak bedanya). Aku tak menyangka Dongsun juga bisa seperti ini.
"Jadi sebenarnya kau sakit apa Dongsun?" aku meletakkan telapak tanganku di dahinya sekali lagi, "kau tidak demam kok."