Yingmin duduk di ranjangnya (seprainya berwarna cokelat muda dengan corak cokelat batangan, lucu sekali) dan aku membuka peralatan obat-obatan untuk mengobati kakinya.
"Yesung, mianhamnida..." kata Yingmin.
"Apa? Untuk apa?"
"Kau... kau sudah melihatnya. Aku sebenarnya malu sekali, tapi inilah keadaan keluargaku. Aku hanya punya satu dongsaeng, dan yang tadi itu kedua orangtuaku. Mereka... tidak terlalu akrab dan dongsaengku itu... umurnya di bawahku tiga tahun, dia tidak berkuliah, tidak bekerja, pengangguran."
"Mworago? Sudah dewasa masih pengangguran? Kenapa kau tidak memarahinya dan menyuruhnya bekerja atau apalah?"
"Omma tidak ingin dia bekerja, omma takut dia kelelahan."
"Aigo... tapi appamu masih bekerja, kan?"
"Ne, tapi... dia... kaupun sudah mendengarnya tadi..."
"Apa dia menghabiskan uang untuk berjudi dan minum-minum?"
"Ne," jawab Yingmin malu-malu.
"Jadi kau bisa dibilang adalah tulang punggung keluarga?"