Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Membunuh semua Cinta Lamaku

4 Mei 2016   22:16 Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

” Ira, kamu tidak usah mengantarku ke Bandara, aku tidak kuat menatap tatapan sedihmu disana, juga air mata perpisahanmu. Relakan aku pergi karena mungkin inilah jalan hidupku yang mesti kujalani” kataku menghiburnya, sementara suara kokok ayam sudah semakin ramai. Aku meninggalkan dia dan membisikkan sebuah kata perpisahan, memeluknya untuk yang kesekian kalinya, mencoba meyakinkannya bahwa aku akan kembali lagi untuknya. Kemudian pulang ke tempat kosku.

Kutengok wakerku yang tergeletak di pojok kamar menunjukkan pukul 8 pagi,. ” wah gawat, aku belum juga merapikan semua barang-barang yang akan aku bawa” batinku sendiri. Aku sibuk mengemasi barang-barangku. Tiba-tiba ponselku berdering, tergesa-gesa aku meraihnya aku mengira itu Indry, tapi ternyata Lesmana, menanyakan jam keberangkatanku. Mengapa Indry belum juga menelponku, ataukah dia belum bangun. Beribu pertanyaan menumpuk dikepalaku tentang keberadaan sahabatku itu. Tepat jam 9 Rahmat sudah menjemputku di kost. ia menawarkan untuk mengantarku ke Bandara. Akhirnya semua barang-barangku sudah beres semua. Kukenakkan sepatu dan menyalami semua orang rumah, ada segumpal kesedihan terbesit di hatiku, kupandangi sekelilingku, poster-poster dikamarku, juga teman-temanku yang sedang menungguku di pintu depan, mereka ingin menyampaikan selamat jalan untukku, aku terharu melihat begitu mereka sangat kehilanganku, akupun sangat kehilangan kalian semua” bisikku dalam hati. Rahmatpun menghidupkan motornya, akupun naik, dan menatap sabahatku satu persatu, ditengah kerumunan mereka seorang gadis sedang menatapku dengan menahan sebuah gelombang air mata di dadanya, aku pun sesak hati menatapnya dan membiarkan dia mengecup keningku untuk terakhir kali. Kulambaikan tanganku, deru motorpun melaju meninggalkan debu-debu halus dibelakangku. Mereka mengucapkan selamat jalan kepadaku dan memanggil-manggil namaku, tapi aku tidak lagi memalingkan wajahku pada mereka, aku takut bintik-bintik basah dimataku akan terlihat oleh mereka. Aku menyuruh Rahmat untuk lebih kencang lagi, aku tak mau lebih lama lagi berada di kompleks itu. Dan ingin segera meninggalkan pemandangan yang mengharukan dari orang-orang yang aku sayangi di tempat ini.

Setibanya di Bandara aku langsung chek-in, disana sudah ada Silvan sahabatku semenjak kecil, dia sudah bersuami dan tengah hamil muda. Ia sengaja datang ke Bandara, karena tempat tinggalnya tidak jauh dari bandara, suaminya juga turut mengantarku.

Perasaanku semakin gugup ketika pesawat yang akan membawaku ke Jakarta tiba di Bandara. Aku ke toilet sebentar mencuci muka, lagi-lagi terdengar olehku alunan lagu Ari Lasso, membuatku tiba-tiba teringat pada Indry bersamaan dengan itu beberapa detik kemudian ada SMS masuk ke nomorku.

” Rangga..Indry ingin sekali mengantarmu, tapi In tidak tega melihatmu, mudah-mudahan kamu sukses, Indry sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri, tapi kemana lagi aku harus mengadu. Tidak pernah aku memiliki sahabat sepertimu, jangan pernah kamu melupakan aku, Salam sayang untukmu selalu, selamat Jalan” kalimat-kalimat itu aku baca berulang-ulang kali, tanpa terasa terdengar perintah dari petugas bandara agar para penumpang segera menuju pesawat karena waktu berangkat sudah tiba. Aku memencet nomor Indry dan menghubunginya sebelum aku naik pesawat. Nada sela HP yang terpasang di ponselnya semakin menambah rasa kehilanganku akan dirinya, suara merdu Christian Bautista yang sangat romantis terdengar beberapa saat sebelum Ia mengangkat Hpnya.

” Haloo...Rangga, kamu sudah di bandara ya ?,

sory aku tidak tega mengantarmu sampai disana.”

suaranya agak terbata-bata dan terisak.

Mulutkupun seperti terkunci aku diam dan membiarkan dia bicara disamping isaknya yang perlahan.

” Kamu akan pergi ya..?

...aku tidak mau..kamu meninggalkan aku disini siapa lagi yang akan menemaniku, ?” tangisnya semakin jelas,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun