Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Membunuh semua Cinta Lamaku

4 Mei 2016   22:16 Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

” Akhirnya kamu pulang juga, aku kira kamu sudah melupakanku” . suaranya agak serak dan datar dengan mata yang terhunus tajam ke arahku. Hampir-hampir aku tidak berani menatap mata itu. Sepertinya mata itu sudah terasa asing bagiku dan tidak hangat lagi.

” Maafkan aku Bety, aku tidak pernah sedikutpun melupakanmu, aku hanya sibuk saja dan tidak sempat membalas surat-suratmu itu”. Jawabku memelas penuh sambil mencoba meraih jemari lentiknya, tapi segera ia tepiskan.

” Aku bosan dengan alasanmu itu Ted, aku rasa ini harus diakhiri. Tuhanpun mungkin akan tidak tahan dengan keadaan seperti ini.”

” sejauh itukah kesakitan hatimu bety ?, sampai-sampai tuhanpun kau ragukan kesabarannya ?”

” kamu memang dengan mudah bisa minta maaf, karena kamu disana tidak kesepian, berada di tengah keramaian kota. Walaupun aku tidak meragukan kesetiaanmu padaku tapi setidaknya itu bukan jaminan kamu disana tidak melupakanku. Buktinya kamu tidak pernah membalas suratku”

Sungguh sebuah pukulan yang bertubi-tubi bagiku, begitu hebatkah kesunyian yang aku tinggalkan di sekolah ini, sehingga tuhanpun ia bandingkan dengannya dan meragukan. Beatrix sedikit ada benarnya juga, aku tidak pernah kesepian meskipun aku merindukannya, mungkin karena aku tinggal di pusat kota dengan keramaian setiap harinya. Sedangkan dia, hanya sendirian di sini, yang setiap malamnya hanya mendengar suara jangkrik dan nyanyian burung malam di tengah hutan. Memandangi bintang dari balik jendela kamarnya. Aku sadar dengan suasana seperti itu kerinduan kita pada orang yang kita cintai akan sangat terasa menyiksa dan terasa mendalam.

Kamipun terdiam bersama sepersekian detik, tak ada lagi tatapan yang saling membentur mesra dan hangat diantara kami sore itu, sementara hari mulai gelap, rintik-rintik hujanpun mulai membasahi tubuh kami berdua. Tapi panas di hati Bety tidak juga berhasil diredakan meskipun oleh rintik-rintik hujan. Aku mulai goyah dan bersiap diri untuk suatu perubahan yang menyakitkan beberapa detik lagi...

” Apakah kita harus membuat keputusan yang pahit hari ini ? ” tanyaku sambil memberanikan diri menatapnya penuh harap dan cemas.

” Lebih baik kita putus saja Ted, aku benar-benar sudah berusaha mencoba mengerti, dan mempertahankan luka rindu ini. Tapi semakin aku mengobati luka di sisi lain dia terus menganga”

” Apakah aku sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mengobati luka itu Bety ?

” Jangan kau sentuh lagi...nanti lukanya semakin parah Ted, lagipula kita memang berbeda dan tidak bisa bersatu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun