Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Membunuh semua Cinta Lamaku

4 Mei 2016   22:16 Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

” Kira-kira jam berapa dia pulang Opa ? tanyaku lagi tapi mungkin dia tidak mendengar dan terus menyibukkan dirinya dengan bibit-bibit kelapa disampingnya, sesekali ia menyeka keringat yang menetes diwajahnya, meskipun sudah tua tapi Opa Beatrix masih cukup kuat bekerja di ladang milik mereka. Aku putuskan untuk menjemputnya di sekolah, meski tubuhku sudah sangat lelah karena perjalanan yang aku tempuh berjam-jam dari Manado. Segera kuraih ranselku dan pamitan kepada Opa untuk menjemput Beatrix ke sekolah.

” Opa...?, aku kesekolah dulu, biar kujemput saja jangan-jangan dia kelaamaan disana.”

” ya sudah gak apa-apa jemput saja, dia pasti kaget melihat kamu datang, sudah beberapa bulan ini dia sering melamun dan menyendiri mungkin dia merindukanmu.” kata Opa Beatrix sambil mengantarku sampai ke pintu dan kembali bekerja.

Tak lama kemudian aku sudah berjalan menyusuri jalan sepi, hanya dari kejauhan aku melihat para petani yang bekerja di sawah, sebuah kedamaian yang teramat sangat, kadang-kadang aku merindukan suasana seperti ini dan ingin berdiam lagi di kampung, tapi aku sudah terlanjur juga mencintai pekerjaanku di kota. Mungkin hanya Beatrix lah yang membuat aku ingin selalu pulang selain keluarga dan teman-teman dekatku di kampung. 

Seribu macam ketidakpastian berkecamuk dikepalaku, mungkinkah Beatrix masih menerima kepulanganku setelah sekian lama aku tidak lagi membalas surat-suratnya yang dengan susah payah ia kirimkan dengan menyisihkan sebagian uang jajannya untuk membayar ongkos kirim. Satu sifat yang paling aku benci pada diriku adalah pelupa. Aku bukannya menyepelekan surat-surat itu dan tidak membalasnya, hanya saja aku sering lupa. Aku baru teringat kembali setelah surat yang lainnya lagi datang.

 Sedih juga hatiku jika aku membaca kalimat-kalimat Beatrix dalam suratnya, ia sudah dilanda kebimbangan akan hubungan kami, segala tanya dia utarakan apakah aku masih mencintainya dan masih ingin dia menungguku. Akupun pernah membaca diari miliknya yang tertinggal di kamar sepupuku. Rupanya setiap bangun pagi dan setiap hampir terlelap ia sering menulis surat-surat yang ia tujukan kepadaku tapi hanya untuk diarinya, kadang ia memaki-maki diriku seminggu setelah ia mengirimkan suratnya kepadaku dan terlanjur kesal menunggu balasannya. Tapi di lembaran yang lain ia segera minta maaf dan menuliskan lagi puisi-puisi cintanya kepadaku. ”CINTA ITU SEPERTI PERANG...MUDAH DIMULAI TAPI SUSAH UNTUK DIAKHIRI.”

***

Kira-kira 200 meter di depanku tampak bangunan sekolah SMK Mokintob, sebuah bangunan yang terletak di tengah kesunyian dan jauh dari riuh kendaraan. Tepat di belakang bangunan-bangunan itu hutan-hutan yang masih perawan, sedangkan di depan terhampar bentaran sawah yang padinya sudah mulai menguning...

Kasian sekali kondisi sekolah ini, padahal dulunya sekolah itu termasuk salah satu sekolah yang faforit di Sulawesi Utara, banyak siswanya berasal dari luar Dumoga seperti Manado, Palu bahkan dari Papua , seiring dengan banyaknya kasus yang terjadi di sekolah ini, juga cerita-cerita mistik yang mewarnai seisi bangunan sekolah membuat para siswa juga orang tua murid mengurungkan niat sekolah disitu, menjadikan semakin hari siswanya semakin berkurang. Banyak siswi yang hamil di luar nikah, bunuh diri dan gangguan mahluk halus, akhirnya memudarkan sekolah itu dan kini hanya ada kurang dari seratus siswa, konon dulunya siswa disini pernah mencapa 1000 orang.

” Hei..kapan nyampenya ?, udah kangen ya ? ” sapa Fian teman sekelas Beatrix padaku, kami berteman semenjak aku pertama kali kesekolah ini, Beatrix yang mengenalkannya padaku. Katanya biar aku aman, rupanya si Fian punya pengaruh juga terhadap anak-anak di sekitar sekolah ini, mungkin karena kampungnya terletak tidak begitu jauh dari sekolah.

” Beatrix nya ada ? ”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun