Habermas tidak bermaksud mengutamakan golongan sosial tertentu, tetapi memprioritaskan pemihakan oleh rasio. Teori yang dihasilkan oleh rasio yang memihak itu diarahkan kepada kelompok sasarannya dan memotivasi mereka dalam proses refleksi diri. Manakala kelompok sasaran itu menyadari dirinya di dalam teori itu, tercapailah 'proses pencerahan' yang merupakan 'proses emansipatoris' dari berbagai bentuk dogmatisme dan ideologi.[7]
Menurut Habermas, secara konkret kegiatan berteori itu terlaksana dalam bentuk argumentasi-argumentasi rasional yang bersifat dialogal. Argumentasi-argumentasi ini dilaksanakan baik di dalam kelompok sasaran itu sendiri sebagai pemahaman diri maupun dilaksanakan antara kelompok sasaran dan kelompok-kelompok lain untuk membina suasana saling pemahaman dan mencapai konsensus.
Dalam arti inilah perjuangan kelas dalam pandangan klasik diganti oleh Habermas dengan 'perbincangan rasional'. Perjuangan kelas tidak lagi merupakan praxis revolusioner untuk menyingkirkan suatu kelas oleh kelas yang lain, melainkan adalah usaha-usaha untuk menciptakan situasi-situasi saling berargumentasi secara dialogal dan komunikatif di antara kekuatan-kekuatan politis yang ada untuk mencapai konsensus.
2.2. Distingsi Antara Kerja dan Interaksi (Komunikasi)
 Habermas menyebut kerja sebagai 'tindakan rasional bertujuan'.[8] Dalam "Technology and Sciences as Ideologi", Habermas merumuskan perbedaan antara kerja dan komunikasi  itu sebagai berikut:Â
Yang saya maksudkan dengan kerja atau tindakan rasional-bertujuan adalah  tindakan instrumental atau pilihan rasional atau gabungan keduanya. Tindakan instrumental dikendalikan oleh aturan-aturan teknis yang didasarkan atas pengetahuan empiris. Di setiap kasus aturan-aturan ini mengandaikan adanya prediksi empiris tentang peristiwa-peristiwa, gejala sosial maupun gejala fisik yang dapat diamati. Prediksi-prediksi itu dapat terbukti benar atau tidak benar. Tindakan rasional-bertujuan merealisasikan tujuan-tujuan oleh kondisi tertentu.
Adapun yang saya maksdukan dengan interaksi adalah tindakan komunikatif, atau interaksi simbolik. Tindakan komunikatif ini diatur dengan norma-norma konsensual mengikat, yang menentukan berbagai harapan timbal balik menyangkut perilaku dan yang dipahami dan diakui sekurang-kurangnya oleh dua subjek yang sedang bertindak (intersubjektif).[9]
Hal itu berarti tindakan rasional-bertujuan merupakan tindakan dasar manusia dalam hubungan manusia dengan alamnya sebagai objek manipulasi. Sementara tindakan komunikatif merupakan tindakan dasar dalam hubungan manusia dengan sesamanya sebagai subjek. Tindakan manusia terhadap alam bersifat monologal, sedangkan tindakan manusia terhadap sesamanya bersifat dialogal karena manusia berinteraksi melalui simbol-simbol yang dipahami secara intersubjektif sebagaimana nampak dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Dari segi pelaku tindakan, pelaku tindakan rasional-bertujuan memiliki 'orientasi pada sukses'.
Gagal atau berhasilnya tindakan diukur dari sejauh mana keberhasilannya dalam mewujudkan suatu tujuan. Sejauh tindakan itu memasuki dunia ilmiah dengan memenuhi aturan-aturan teknis tertentu, tindakan itu dapat disebut praksis instrumental.[10] Jika tindakan itu memasuki dunia sosial, tindakan ini menjadi praksis strategis[11] dengan memenuhi aturan-aturan bagi pemilihan rasional. Sementara itu, pelaku tindakan komunikatif memiliki 'orientasi pada pencapaian pemahaman'. Dalam hal ini sukses tidak menjadi ukuran, dan tindakan ini tidak bersifat egosentris. Keberhasilan tindakan komunikatif justru tampak pada tercapainya saling pemahaman kedua belah pihak.
Menurut Habermas, suatu tindakan strategis bisa bersifat 'terbuka' maupun 'tersembunyi'.[12] Di dalam suatu interaksi, para pelaku tindakan strategis bisa dengan sadar menipu pihak lain sehingga menjadi 'manipulasi'. Akan tetapi, di dalam interaksi pelaku bisa dengan tidak sadar menipu diri mereka sendiri seakan-akan tidak bertindak secara strategis sementara menampakan diri mereka seolah-olah ingin mencapai saling pemahaman. Itulah yang disebut Habermas dengan 'komunikasi yang terdistorsi secara sistematis'.[13]
 Menurut Habermas, bekerja adalah sikap manusia terhadap alam. Dalam pekerjaan hubungan antara manusia dan alam bersifat asimetris. Manusia yang mengerjakan alam adalah subyek yang aktif dan alam adalah obyek yang pasif. Maka pekerjaan merupakan hubungan kekuasaan. Manusia menguasai alam melalui pekerjaan. Pekerjaan adalah tindakan rasional yang bersasaran. Ia merupakan tujuan instrumental.