c.   Putusan Mahkamah Agung tanggal 16 Juli 1998 Nomor 368 K/AG/ 1995 -
d.   Putusan Peninjauan Kembali MA, 1 Agustus 2006 No. 03 PK / AG / 2006.
Berdasarkan telaah terhadap ketiga putusan tersebut di atas, peneliti merumuskan bahwa hakim Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Agama) menganggap putusan hakim Tingkat Pertama (Pengadilan Agama) harus ditinjau kembali dan diperbaiki, disebabkan banyaknya kelemahan dalam materi gugatan dan dasar petimbangan hukum yang digunakan oleh hakim. Demikian pula dengan Hakim Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung yang telah melakukan pemeriksaan ulang dan menyeluruh, berpendapat bahwa putusan hakim Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Agama) harus ditinjau kembali dan diperbaiki, disebabkan banyaknya kelemahan dalam materi gugatan dan dasar petimbangan hukum yang digunakan oleh hakim.
Jika dikaji dari aspek pemikiran hukum Islam, aturan hukum waris dalam KHI dapat dilihat sebagai manifestasi ijtihad ulama di Indonesia. KHI hendaknya lebih mengedepankan mashlahah al-ummahdan tidak mengharamkan barang yang halal, atau mengorek hal-hal yang dapat mendatangkan kemaslahatan yang bersifat hakiki, nyata, dan untuk umum. Meminjam istilah yang banyak digunakan dalam pemikiran hukum Islam, menjustifikasi hukum yang keliru menjadi benar, yang haram menjadi halal, yang makruh menjadi mubah, disebut haillah syar'iyyah.
Untuk menghindari haillah, peneliti berpendapat bahwa ber-tahkim kepada al-Quran dan Sunnah adalah suatu keharusan. Sehingga setiap keputusan hukum apapun yang menggunakan pertimbangan kemaslahatan umum, tetap tidak boleh bertentangan dengan ketentuan al-Qur'an dan Sunnah. Hal ini disandarkan teori mashlahah yang dikemukakan oleh lmam al-Syatibi. Dalam teori, ia menjelaskan tujuan hukum syara" (maqashid al-syariah). Perumusan tujuan syari'at Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umum (mashlahah al-'ammah) dengan cara menjadikan aturan hukum syari'ah paling utarna dan sekaligus shalihah li kulli zaman wa makan (kompatibel dengan kebutuhan ruang dan waktunya) - untuk sebuah kehidupan manusia yang adil, yang bermartabat dan ber-maslahat.
Berdasarkan teori ini, peneliti berpendapat bahwa pemberian harta waris kepada ahli waris pengganti dan anak angkat di Pengadilan Agama, lebih baik ditempuh melalui hibah dan bukan melalui wasiat wajibah, sehingga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip, asas-asas, dan tujuan hukum syara'. Imam al Syatibi memberikan rambu-rambu untuk mencapai tujuan-tujuan syariat yang bersifat dharuriyyah, hajjiyyah dan tahsiniyyah - berisikan lima asas hukum syara' yakni :
(a) memelihara agama / hifzh al-din;
(b) memelihara jiwa / hifzh al-nafs;
(c) memelihara keturunan / hifzh nasl ;
(d) memelihara akal / hifzh al-aql;
(e) memelihara harta / hifzh al maal.