(SADRA)Â itu bukan pertanyaan cerdas, om! Perokok tidak bisa berbuat banyak atas perlakuan pemerintah yang sangat diskriminatif itu. Para perokok adalah para penyumbang devisa melalui cukai. Tapi apa balasan pemerintah? Selama ini perokok selalu mengalami didiskriminasi. Dimana-mana dibuat kawasan tanpa rokok. Tapi anehnya ruang merokok tidak disediakan.
(FAREL)Â Â Tapi kan ada banyak ruang khusus merokok, Om.
(SADRA) Kalaupun ada, yang disediakan hanya ruang sempit 4×6 meter yang pengap dan sumpek. Tidak ada sirkulasi yang baik. Seakan para perokok adalah alien yang sekalian saja mati di ruangan itu. Tidak ada tempat duduk yang nyaman. Kalau pun ada asbak, hanya satu untuk dipakai ramai-ramai. Ini berbeda dengan yang dilakukan pemerintah Jepang. Di sana, peraturan rokok sangat ketat. Mereka yang merokok sembarangan dihukum berat. Tapi, keberadaan ruang merokok tersebar di banyak tempat publik. Ruang yang disediakan juga sangat manusiawi. Jelas tidak sebanding dengan ruang merokok yang ada di Indonesia.
(FAREL)Â Â Tapi, kami yang tidak merokok itu punya hak untuk menghirup udara tanpa asap. Kami sebagai warga punya hak untuk merdeka dari kepulan asap rokokmu itu.
(SADRA)Â Jika kamu punya hak untuk tidak merokok, kami juga punya hak untuk merokok.
(FAREL)Â Â Lho kalau merokok kan jelas mengganggu orang yang tidak merokok?! Bagaimana sih kamu ini?!
(SADRA)Â Itulah kenapa, pemerintah harus menyediakan ruang untuk merokok.
(FAREL)Â Â Atau kita bagi saja, kepulauan untuk para perokok, dan kepulauan bagi yang tidak merokok.
(SADRA)Â Boleh saja. Tapi kamu, dan semua kegiatanmu, jangan coba-coba minta proposal kepada para pengusaha rokok. Dan TV atau media manapun tak usah merengek untuk minta kepada pengusaha rokok supaya membuat iklan rokok.
(FAREL)Â Â Keterlaluan.
(SADRA)Â Saya mau tanya.