Mohon tunggu...
Abdullah Wong
Abdullah Wong Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rokok, Cinta , Benci dan Kamu

24 Agustus 2016   09:04 Diperbarui: 24 Agustus 2016   09:10 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(FAREL)   Di Indonesia, tembakau sudah di kembangkan sebelum zaman tanam paksa era Van Den Bosch. Pada periode 1870 hingga 1940, penanaman tembakau berkembang di tempat-tempat seperti Kedu, Kediri, dan daerah perkapuran antara Semarang dan Surabaya. Setelah itu Klaten, daerah sekitar Vorstenlanden, Besuki, dan Jember justru menunjukkan hasil paling memuaskan. VOC membuka perkebunan tembakau di daerah Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta sejak tahun 1820. Di daerah ini perusahaan harus beroperasi dalam lingkungan feodal, sehingga amat menghambat pertumbuhan perusahaan perkebunan. Dengan penghapusan sistem lungguh dan apanage terjadi kemajuan yang berarti dalam bisnis perkebunan saat itu. Di daerah Besuki pengusaha asing membuka tanah berdasarkan erpacht dan dibagi-bagi kepada rakyat sebagai tanah garapan. Dengan kerja sama seperti itu rakyat turut memeroleh keuntungan serta memeroleh kesempatan meningkatkan kesejahteraannya.

(SADRA)  Wow. Aku tak sangka. Kamu malah lebih paham sejarah tembakau dari pada aku.

(FAREL)   Tak hanya itu, kawan. Pada tahun 1856, VOC melakukan penanaman tembakau secara meluas di daerah Besuki - Jawa Timur, dengan dilengkapi suatu balai penelitian yaitu besoekisch profstation pada tahun 1910. Hasil dari balai penelitian tersebut adalah menyilangkan dan mendapatkan jenis tembakau yang cocok di Nusantara. Jenis tembakau cerutu yang sekarang banyak ditanam di Besuki adalah hasil persilangan antara jenis Kedu dengan jenis Deli, yang merupakan hasil riset dari balai penelitian ini. Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1858, diadakan penanaman jenis tembakau cerutu lainnya di daerah Yogyakarta-Surakarta, tepatnya di daerah Klaten.

(SADRA)  Terus maksud kamu apa jelaskan sejarah panjang lebar begitu?

(FAREL)   Saya hanya mau jelaskan, biar kamu paham, bahwa merokok itu bukan budaya kita. Kalau budaya asli kita adalah makan daun sirih. Paham?!

(SADRA)  Kamu sekarang pakai celana jeans. Budaya mana itu? Rumahmu sekarang bukan lagi joglo, budaya dari mana itu? Kamu pikir teh yang kamu itu budaya mana sih? Makanan junk food yang suka kamu makan itu kamu pikir budaya mana? Apakah mbah moyang kamu suka makan burger, pizza, spageti? Mbah moyangmu itu makan tiwul. Padahal, ketela juga buka asli nusantara. Tomat juga bukan asli Nusantara. Termasuk kurma yang sering kamu makan saat bulan puasa itu. Terlalu naif kalau menakar makanan dan minuman hanya sebagai laku budaya. Dan asal kamu tahu juga, agama yang kamu anut itu, adalah agama impor dari luar. Itu artinya, sudah lama bangsa kita telah bercampur dengan budaya-budaya global.

(FAREL)   Lho, kok jadi bawa-bawa agama?! Apa hubungannya kebiasaan merokok dengan agama?

(SADRA)  Ya jelas banyak. Setiap hal, dapat kita hubungkan keberadaannya. Tinggal bagaimana dan dari mana kita melihat hubungan itu. Apalagi kamu tadi menyebutkan tentang rokok sebagai berhala. Menurut kamu, apa sih definisi berhala itu?

(FAREL)   Ah itu sih, gampang! Pokoknya, semua hal yang menjadikan kita lupa kepada Tuhan adalah berhala.

(SADRA)  Misalnya?

(FAREL)   Ya, banyak sekali. Misalnya pekerjaan, harta, kekuasaan, Termasuk rokok yang kamu hisap itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun