"Memangnya kamu mau ikut-ikutan gitu juga?"
"Memangnya selama ini aku terlihat seperti itu ya?" tanyaku kembali sambil berpaling.
"Ya, nggak sih. Aku juga gitu Yuk. Jadi air itu memang enak, menghanyutkan. Tapi jangan terlalu terbawa arus. Terkadang air juga harus bisa tenang saat dia mampu menempatkan dalam wadah yang tenang pula. Itulah yang membedakan air di sungai dan air di wadah."
"Ya, bener banget."
"Jelas nggak apa yang aku bilang tadi?"
"Eh, ya dikit. Kalau perumpamaannya air hujan terus gimana Yan? Mumpung sekarang lagi hujan."
Dengan wajah garang Riyan melototi aku. Ya, mungkin karena sikap konyolku yang kadang membuat dia panas dingin.
"Nggak usah banyak nanya loh. Masuk sono, itu si nenek udah mau masuk."
Kali ini tempat dudukku lebih menantang lagi. Tepat di depan meja pengawas dosen. Dan seperti biasa deretanku masih mahasiswa pecinta telat baru datang. Kursi di sudut-sudut ruangan penuh lah sudah dengan segala coretan contekan. Kembali aku tengok belakangku, semua telah siap dengan sekenario masing-masing. Aku? Hanya bermodal nekat dan sok tau memantapkan diri menjawab soal. UTS kali ini ada beberapa soal yang masih bingung menjawabnya. Akibat beberapa minggu ini padat kegiatan jadi sering tidur waktu perkuliahan. Saat perasaan genting akan jawaban, pernah terbesit untuk bertanya teman. Mau tidak mau aku harus bertanya meskipun sebenarnya sudah aku kerjakan, mungkin hanya memperkuat argumen yang akan akau tambahkan.
"Tia, pendapatmu nomor tiga belas gimana?" Bisikku pada teman yang ada di belakangku.
"Aku juga nggak tau. Malah nggak aku kerjakan."