Mohon tunggu...
Wiwit Wahyu Hidayati
Wiwit Wahyu Hidayati Mohon Tunggu... -

mawar berduri itu seperti halnya jarum yang menancap di busa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jujur = Minoritas

30 Januari 2014   10:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari pertama perkuliahan selesai. Tidak ada yang bisa menggantikan gambaranku tentang PTN. Serasa ketika itu ragaku harus berpapasan pada situasi sebenarnya dan rasaku masih melayang bermimpi oleh binar-binar PTN.

Hari kedua hingga beranjak satu minggu, lebih banyak menemui kejanggalan. Satu hal yang masing terngiang dalam benak, untung aku bertemu kawan yang senasib. Setidaknya alasan-alasan yang dianggap konyol selama ini bisa tercurahkan. Ya, bayang-bayang penyesalan sepertinya masih terkonsep keras. Mimpi diantara mendapatkan hal yang paling baik sepertinya semakin terkubur.

***

Perkuliahan berjalan tiga bulan. Yang masih heran dariku,"kok kuliah masih ada ulangan ya. Aku kira cuma ujian semester doang hehe." Hari sebelumnya seperti saat aku akan mengahadapi ulangan sewaktu SD, SMP dulu. Seharian suntuk tidak bosan membalikkan per helai buku materi. Antara paham dan tidak aku berusaha menaklukkan. Ketika hari yang ditetapkan tiba, dengan mantapnya aku datang dan meletakkan tas di bangku paling depan. Jleeep. Seketika aku bingung dengan tingkah teman sekelas yang pada ribut.

"Eh aku situ ya deket kamu," sambil menunjuk bangku yang dia harapkan.

"Aku juga situ pokoknya. Kanan kamu ya." Sahut yang lain.

"Aku situ. Aku situ. Aku situ."

Ah, berisik sekali celoteh-celoteh mereka yang tak terarah. Tanpa ada yang mengatakan sepertinya aku juga sudah tahu maksud dari mereka. Di sisi lain ada yang sedang membenahi tempat duduk mereka agar saat menyontek nanti bisa lancar. Ada juga yang sedang sibuk mencatat contekan. Tapi, ada juga yang sibuk mania menghafal materi. Bisa dipastikan bahwa pagi itu bangku deretan depan bakalan sepi mahasiswa. Kalau sudah begitu, aku jadi merasa terasingkan. Ya, mungkin saja nanti aku akan bertanya tapi tidak untuk menyontek. Tidak akan aku ulangi menyontek versi pertamaku yang menjadikan aku panas dingin.

Ok, waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB, waktunya bertempur dengan "pertanyaan". "Nggeeekkkk," tengok ke kiri sebentar ahh. Wuih deretan lima bangku dari kiriku komunitas mahasiswa pada telat, cowok semua lagi. Semangat membara buat ulangan kali ini sudah pupus gara-gara aksi tak sportif pun dimulai.

Tidak pakai lama, dosen setengah baya itu langsung mengedarkan lembar pertanyaan tapi belum komplit karena tidak sama lembar isinya juga. Sekali membaca pertanyaan nomor satu aku langsung mengibarkan senyum. Bagaimana tidak, ternyata tidak sia-sia aku belajar. Daya ingatku menyerap materi ternyata bertahan hingga pertanyaan terakhir. Meskipun sudah sedikit kelelahan menulis tetapi sebisa mungkin aku selesaikan. Sesekali agar tidak terlalu pusing aku memantau tingkah-tingkah aneh teman sekelas yang bergerak cepat. Sempat dalam hati berkata.

"Sudah lagu lama ketika aku jujur maka aku yang akan dibilang munafik. Dan ketika mereka bertingkah seperti halnya para pemimpin yang membohongi rakyatnya. Maka hal itu juga yang akan mereka percaya untuk dibiasakan." Kataku dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun