"Emang kenapa? Lo jatuh cinta ya sama gue?" Fikar malah terkekeh.
"Ih, nanyanya kok gitu." Pipi Nisa mulai merah menahan malu.
"Alhamdulillah baru kali ini adik gue bilang gue ganteng." Fikar tersenyum.
"Wajarlah. Lo kan cowok. Kalau cewek ya cantik." Nisa mulai menghabiskan makanannya. Minumannya juga tinggal sedikit.
"Kang Fikar tuh aneh deh. Masa' jauh-jauh datang ke sini cuma beli nasi goreng sama teh hangat. Masak sendiri di rumah kan bisa." Gerutu Nisa.
"Justru yang aneh itu yang berkesan." Luah Fikar.
"Maksudnya?" Nisa tidak mengerti.
"Satu bulan ke depan kan kita udah nggak ketemu lagi. Gue ajak lo ke sini bukan sekadar jalan-jalan, tapi biar lo kangen sama kakak gantengmu ini." Jelas Fikar.
Nisa tertawa terbahak-bahak. Niat hendak membalas perbuatan Fikar tadi yang sudah menertawakannya. "Jangan terlalu berharap!"
"Jangan bilang begitu! Nanti kangen beneran lho." Fikar mengukir senyum ke arah Nisa. Adik perempuannya itu kalau cemberut tampak menggemaskan. Fikar mengambil ponselnya, ingin memotret ekspresi aneh Nisa. Namun, yang dia lihat adalah ekspresi yang sebaliknya.
"Kok nangis?" Tanya Fikar khawatir.