Mohon tunggu...
Irma Irawati
Irma Irawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang Ibu yang menyediakan waktu sepenuhnya untuk anak-anak, sambil sesekali menulis. Sangat tertarik pada dunia anak-anak dan hal-hal berbau tradisional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Possesif

7 Desember 2012   15:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:02 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

mas, makan bareng yuk!”

Suara lembut itu mengagetkan Radit yang tengah menuliskan sms untuk Arimbi di keypad handphonenya. Pemilik suara lembut itu kini hadir kembali di hadapan Radit. Dia yang suatu hari pernah menjadi sumber keributan antara Radit dan Arimbi. Arimbi cemburu karena Radit mengantarnya pulang, Arimbi marah karena Radit begitu perhatian pada wanita itu. Namanya Naneta. Ia memang pernah membuat hati Radit berdesir halus. Tapi segera terhalang jarak karena Naneta dipindah tugas ke luar kota. Dan kini, ia kembali ke kantor ini. Kembali mengisi hari-hari Radit.

“kok bengong?....ayo dooong!” Naneta merajuk.

Suara lembutnya itu terkesan manja. Radit tak kuasa menolak. Naneta yang lembut dan suka merajuk. Hal yang tak pernah Radit temui pada Arimbi. Arimbi selalu hati-hati bersikap pada Radit. Apalagi sejak pertengkaran hebat tempo hari itu. Arimbi seolah tak kenal dengan istilah bermanja pada suami. Bahkan Arimbi seakan tak hendak merepotkan Radit dalam hal-hal besar sekalipun. Apalagi hal-hal yang remeh temeh. Sebisa mungkin, Arimbi selalu menanganinya sendiri. Arimbi tak pernah mengeluh dan tak pernah meminta. Ia kelola keuangan rumah tangga tanpa Radit tahu cukup atau tidaknya. Hanya, Radit melihat kini Arimbi tampak lebih pendiam.

“ yeee....bengong lagi. Makan kok bengong? Aku suapin ya!” Naneta menyuapkan sesendok makanan dari piringnya ke mulut Radit. Lagi-lagi Radit tak bisa mengelak. Ada aliran hangat ke sudut hati Radit. Radit tahu, ini nggak pantas. Tapi rasa indah itu, sayang untuk dilewatkan. Gadis berjilbab modis di hadapannnya ini begitu perhatian dan lemah lembut.

Ah andai Arimbi tahu, akankah ia marah seperti dulu? Akankah ia cemberut lagi? Atau, benarkah apa yang diucapkan Arimbi bahwa ia mengizinkan Radit untuk memiliki hati yang lain sebagai tambatan? Benarkah Arimbi akan merelakannya?

Sejak Naneta kembali ke kantor tempat Radit bekerja, Radit mulai sering pulang malam lagi. Menghabiskan waktu dengan jalan-jalan bersama Naneta. Bahkan Naneta ke salon di hari libur sekalipun, dengan setia Radit mengantarnya. Alasannya, sambil cari aksesoris dan pernak pernik mobil di mall tempat salon yang dituju Naneta berada. Selain itu, Radit beranggapan, bahwa andai Arimbi tahu, tentu ia akan merelakannya.

Naneta juga, bukan tak sadar dengan jilbabnya. Bahkan ia teramat tahu bagaimana pergaulan laki-laki dan perempuan seharusnya. Namun rasa indah itu, siapakah yang rela melewatkannya? Padahal, kapan Radit pernah mengantar Arimbi ke salon? Kapan terakhir kali Radit membelikan pakaian untuk Arimbi. Bahkan kini, makan malam bersama Arimbi pun sudah tak sempat lagi. Jangankan mengajak ibu tiga anak itu makan di luar, makanan yang disediakannya di rumah pun lebih sering bernasib tragis, kedinginan di meja makan yang mulai jarang diduduki.

Tapi, Arimbi kok tak protes ya? Apa sikap posesifnya benar-benar telah hilang dari dirinya? Atau Arimbi benar-benar akan mengikhlaskan Radit memiliki hati yang alin? Radit tak habis fikir dengan perubahan Arimbi. Perubahan yang teramat drastis. Malah Radit yang kini tanda tanya dalam hatinya. Sikap Arimbi terlihat semakin manis. Meski tak selembut Naneta. Atau mungkinkah kini Arimbi telah benar-benar matang? Seiring bertambahnya usia pernikahan mereka. Radit menatap Arimbi yang tengah asyik menghiasi jilbab parisnya dengan sulaman. Arimbi tak pernah menanyakan soal pulang malamnya. Tapi ia selalu menunggu. Dan dengan segera membuatkan minuman hangat. Arimbi juga tak pernah lagi mengutak-atik handphone milik Radit, seperti dulu. Hingga tanpa sengaja, pernah menemukan photo Naneta di dalamnya.

Bagi Arimbi sendiri, ia tak mau lagi membiarkan hatinya kacau dengan tingkah Radit. Arimbi tahu, tak ada alasan yang jelas bagi seorang pegawai di kantor tempat suaminya bekerja untuk pulang malam. Tapi Arimbi memilih bersikap tak ikut campur. Prinsip Arimbi, apapun yang dikerjakan Radit adalah tanggung jawabnya. Tanggung jawab Arimbi hanyalah bagian dalam negeri, yang menyangkut rumah dan anak-anak. Arimbi tidak mau jika ia turut campur malah akan menimbulkan konflik. Arimbi sudah cape dengan seribu konflik yang dulu kerap menghampirinya. Yang penting bagi Arimbi kini, memperbaiki sikapnya, membaguskan amalan hariannya di hadapan Yang Maha Menilai amalan.

sikapmu itu salah Rimbi, bukankah Rasulullah tidak suka dengan seseorang yang sama sekali tak memiliki rasa cemburu terhadap pasangannya?” Sergah Sukma, kakak ipar yang dicurhatinya itu sewot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun