" Kita bersatu... jeng...jeng". Suara lantang Abah meyatukan semuanya diikuti tawa lepas.
"Iyaa sudah Emak mau ke dalam dulu." sambil menagambil gelas teh yang sudah kosong.
" Tobari, tolong bantu Emak mencuci gelasnya yaa, Abah mau pergi ke sawah."
" Baik, Bah. Hati - hati". Sambil mengaguk mengiyakan.
**
Pagi ini Emak pergi ke pasar yang berada di kota kabaupaten. Kota kabupaten dengan Rumah Tobari berjarak kurang lebih dua puluh kilometer untuk mencapai kota, dan enam kilometer lagi untuk tiba di pasar. Jarak cukup jauh ini biasa ditempuh menggunakan angkot yang mangkat di depan rumah Pak Kepala Dusun. Pak Anom.
Bagi Emak sendiri angkot merupakan pilihan yang bijak melihat kesibukan Abah di sawah. Namun jika Abah longgar mereka sering terlihat pergi ke pasar bersama. Ya dengan sepeda peninggalan kakek. Motor belum trennya. Jadi sepeda menjadi primadona di dusun.
Kondisi rumah lengang ditemani oleh desir udara pagi masuk dari celah cendela. Embun jatuh mewarnai setiap daun hasil dari hujan semalaman. Katak bersuara saling bersautan berpadu dengan deru deras aliran sungai disamping rumah.
 Â
" Tobari" Panggil Abah kepda anaknya itu.
" Nggih, Pripun Pak? " Saut Tobari sambil memberi makan Ayam dibelakang rumah.