Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perayaan Paskah pada Jemaat Gereja Perdana

6 April 2024   23:47 Diperbarui: 6 April 2024   23:51 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan Singkat berdasarkan Materi Kuliah Liturgi Khusus (Oleh P. Dr. Stenly Pondaag, MSC)

Pada tulisan sebelumnya kita sudah melihat sejenak bagaimana perkembangan Paskah dari sebuah perayaan kultis, pesta musim semi bangsa nomaden, hingga transisinya menjadi sebuah Perayaan Paskah Yahudi. 

Pada bagian kedua ini kita akan melihat bagaimana Kekristenan memaknai perayaan ini. Dimulai dari bagaimana Jemaat Kristen Perdana merayakan Paskah, hingga bagaimana liturgi Paskah dipraktikan pada abad-abad selanjutnya.

  1. Perayaan Paskah jemaat Kristen Perdana

Siapa saja yang dimaksud dengan Jemaat Perdana? Bagaimana disposisi yang mereka alami ketika komunitas tersebut terbentuk? Lantas, bagaimana mereka merayakan Paskah? Paragraf-paragraf setelah ini akan berusaha memberikan penjelasan bagi Anda semua atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

  1. Kontinuitas dan penafsiran baru

Perlu kita pahami bersama bahwa Jemaat Kristen Perdana pada dasarnya adalah orang-orang Yahudi. Bahkan akibat dari bentuk perayaan yang berbeda disertai pengakuan akan Yesus sebagai Mesias, mereka dianggap sebagai salah satu sekte dalam agama Yahudi. Berdasarkan fakta tersebut, kita dapat menegaskan bahwa perayaan Paskah jemaat Kristen perdana ada dalam kontinuitas dengan perayaan Paskah Yahudi (Talley, dalam The Origin of Liturgical Year 5). Namun Perayaan Paskah tidak diadopsi begitu saja oleh jemaat ini. Mereka menyadari akan perbedaan mencolok dengan agama Yahudi. Mereka menafsirkan perayaan Paskah secara baru: Paskah dirayakan dalam terang kematian Kristus di salib dan penantian akan kedatangan-Nya pada akhir zaman. Jemaat Kristen perdana tetap menggunakan nama Paskah untuk perayaan tersebut: (Yunani) / pascha (Latin). Kata ini merupakan transkripsi dari kata bahasa Aram (pascha).

Para penafsir Perjanjian Baru masa kini kerap menganggap kronologis Injil Yohanes yang menempatkan kematian Yesus pada hari sebelum Paskah Yahudi, yakni tanggal 14 Nisan, dianggap sebagai informasi yang lebih tepat dan pasti. Fakta bahwa kematian Yesus dihubungkan dengan perayaan Paskah Yahudi (14 Nisan) lalu menjadi dasar historis bagi penerimaan dan penafsiran Kristiani terhadap Paskah Yahudi. Berdasarkan fakta tersebut maka ada dua titik pangkal yang membantu kita untuk mengerti Paskah kristiani secara baru: Pertama: Injil Yohanes (bdk. Yoh 19:14) membuat sebuah sinkronisasi antara kematian Yesus dengan penyembelihan domba-domba Paskah di bait Allah Yerusalem. Kita sudah melihat pada tulisan sebelumnya, bahwa menurut aturan Paskah Yahudi, domba-domba Paskah disembelih di Yerusalem pada sore hari tanggal 14 Nisan. Dengan demikian Yohanes menawarkan kepada pembacanya sebuah penafsiran baru atas Paskah: Yesus adalah Anak Domba Paskah sejati dan paripurna. Ia membawa keselamatan eskatologis. Selain itu, menurut Yoh 19:36 aturan sehubungan dengan anak domba Paskah (Kel 12:46) terpenuhi dalam diri Yesus Anak Domba Paskah sejati. Para serdadu tidak jadi mematahkan tulang-Nya. Identifikasi Yesus sebagai anak domba Paskah tertuang juga dalam 1 Kor 5:7. Dalam ayat ini  Paulus menampilkan sebuah tipologi Paskah kristiani: "Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus". Kalimat singkat ini mungkin memberi kesaksian historis bahwa pada pertengahan abad pertama perayaan Paskah Yahudi yang digambarkan dalam Kel 12 diinterpretasi secara tipologis: Anak domba Paskah yang disembelih sebagai hewan korban untuk perayaan Paskah Yahudi merupakan gambaran Kristus Anak Domba Paskah sejati yang mengorbankan darah-Nya di kayu salib demi keselamatan umat manusia. Selain itu kesejajaran tematis antara Injil Yohanes dan Paulus menunjukkan bahwa jemaat Paulus lazim dengan kronologi kematian Yesus sebagaimana yang disampaikan oleh Yohanes. 

Kedua, jemaat Kristen awal mengambil alih salah satu motif penting dalam perayaan malam Paskah Yahudi, yakni penantian kedatangan Mesias. Pada perayaan malam Paskah orang-orang Kristen menantikan kedatangan (adventus) kedua dan paripurna dari Mesias, Yesus Kristus. Motif penantian itu menjadi latar belakang di balik perikop-perikop Perjanjian Baru yang dibacakan pada malam Paskah. Yang terpenting di antaranya adalah cerita tentang wanita yang bodoh dan wanita yang bijaksana yang menantikan kedatangan pengantin pria pada tengah malam (Mat 25:1-13). Keterangan waktu ("waktu tengah malam") dan kata-kata yang muncul, seperti "lampu", "tertidur", "menutup pintu", "mengetuk pintu", merupakan motif-motif yang khas dalam perayaan malam Paskah umat Yahudi dan jemaat Kristen awal. Kis 12:1-17 memberi kesaksian bahwa kemungkinan besar jemaat Kristen perdana sudah merayakan atau mengenal vigili Paskah. Pada tengah malam Petrus dibebaskan dari penjara dan ia datang berkumpul bersama dengan jemaat yang berkumpul di rumah Maria pada malam hari dan berdoa (Kis 12:11). Cerita pembebasan Petrus dari penjara juga memuat motif Paskah: Allah membebaskan Petrus dari penjara, sebagaimana Ia pernah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir

  1. Jadwal perayaan Paskah dan Pertikaian tentang Perayaan Paskah

Para ahli, melalui rekonstruksi historis, menunjukkan kesepakatan terkait Paskah di kalangan jemaat Perdana yang terdiri atas dua model. Model pertama, yang pada akhirnya menjadi umum sampai sekarang, adalah merayakan Paskah pada hari minggu sesudah Paskah Yahudi. Fokus perayaan terletak pada peringatan akan kebangkitan Yesus yang menurut keempat pengarang Injil terjadi pada hari pertama dalam pekan itu. Itulah hari Minggu atau hari kebangkitan Tuhan. Ada kesaksian awal bahwa sejak abad ke dua jemaat Kristen sudah merayakan Paskah pada hari Minggu.

Model klasik lainnya dari perayaan Paskah berdasar pada kesaksian sumber-sumber abad ke dua yang berasal dari daerah Asia Kecil dan Suriah. Tradisi ini menekankan Paskah sebagai perayaan peringatan akan kematian Yesus. Pesta Paskah dirayakan pada saat yang bersamaan ketika orang Yahudi merayakan Paskah mereka, yakni pada malam hari tanggal 14 bulan Nisan menjelang tanggal 15 Nisan. Karena orang-orang Kristen ini merayakan Paskah pada tanggal 14 Nisan, maka mereka sering kali juga dijuluki kaum quartodeciman atau quartadecimaner (quartusdecimus: keempat belas). Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa praktik ini sebenarnya merupakan bentuk tertua dari perayaan Paskah. Praktik ini telah dimulai pada masa-masa lebih awal ketika orang-orang Kristen Yahudi mengadaptasi atau mengambil alih perayaan Paskah Yahudi. 

Seharusnya para quartodecimaner yang terikat pada tanggal 14 Nisan sebagai tanggal perayaan Paskah berorientasi pada penetapan tanggal Paskah Yahudi setiap tahun. Namun komunitas-komunitas lokal di Asia Kecil dan Kapadokia berusaha untuk menyelesaikan perhitungan perayaan Paskah dengan kalender-kalender lokal mereka. Hasilnya adalah bahwa di kalangan quartodecimaner sendiri terdapat perbedaan tentang tanggal perayaan Paskah. Mereka yang tinggal di Asia Kecil menetapkan perayaan pada hari ke 14 dari bulan Artemisios (bulan pertama musim semi dalam kalender mereka), yang sejajar dengan tanggal 6 April dalam perhitungan kita tentang tahun. Mereka yang tinggal di Kapadokia menetapkan perayaan Paskah pada hari ke 14 bulan Teireix (bulan pertama pada musim semi kalender mereka), yang sejajar dengan tanggal 25 Maret dalam penanggalan biasa. 

Pada paruh pertama abad ke 2 timbullah pertikaian di kalangan jemaat Kristen tentang tanggal Paskah yang benar. Para uskup Romawi merayakan Paskah pada hari Minggu, hari kebangkitan Tuhan. Perayaan Paskah pada hari minggu diterapkan juga di jemaat Kristen Mesir dan Yerusalem. Sebaliknya, para uskup gereja-gereja wilayah Asia Kecil dan Suriah berpegang teguh pada tanggal perayaan Paskah menurut tradisi para quartodecimaner, yaitu pada tanggal 14 Nisan. Uskup Roma Viktor (190), yang merayakan Paskah pada hari Minggu, berusaha untuk membuat keseragaman perayaan Paskah di wilayahnya, tetapi juga di luar wilayahnya. Ia bahkan mengancam untuk mengekskomunikasi pada uskup Asia Kecil dan Suriah yang merayakan Paskah berdasarkan tradisi para quartodecimaner. Konsili Nicea (325) mengakhiri pertikaian tersebut. Konsili Nicea menetapkan hari minggu sebagai tanggal perayaan Paskah Kristen. Dengan demikian perayaan Paskah kristiani terutama menjadi pesta kebangkitan Tuhan. 

c. Bentuk perayaan Paskah Jemaat Kristen Awal

Harus diingat bahwa kita hanya dapat merekonstruksi bentuk perayaan Paskah jemaat Kristen awal berdasarkan sumber-sumber terpercaya. Catatan tertua tentang perayaan Paskah jemaat Kristen awal direkonstruksi secara singkat dalam sumber awal yang disebut epistula apostolorum (surat para rasul), sekitar pertengahan abad ke 2 Masehi. Epistula Apostolorum menggambarkan perayaan Paskah quartodeciman. Paskah dirayakan pada malam hari dari tanggal 14 menuju 15 Nisan, dan fokus perayaan adalah peringatan kematian Yesus. Jemaat Kristen awal merayakan Paskah sebagai perayaan vigili atau malam untuk berjaga. Perayaan liturgis biasanya didahului dengan "puasa Paskah". Lamanya puasa paskah sangat bervariasi, mulai dari satu sampai enam hari. 

Perayaan malam Paskah hanya terdiri dari satu ibadat yang berlangsung sampai tengah malam (akhir dari perjamuan Paskah Yahudi), dan diperluas sampai waktu ayam berkokok (pada pagi subuh). Perayaan Paskah ditutup dengan "agape" dan perayaan peringatan akan Kristus. Ungkapan ini menunjukkan bahwa perayaan Paskah mencakup juga Ekaristi atau lebih tepat perjamuan Ekaristi. Sumber di atas memberi kesaksian juga bagaimana jemaat Kristen awal berusaha untuk melepaskan diri dari perayaan Paskah Yahudi dan membentuk perayaan Paskah khas Kristen. Orang Kristen merayakan Paskah segera sesudah orang Yahudi selesai dengan perayaan Paskah mereka. Paskah beralih ke Pentakosta atau 50 hari masa kegembiraan. 

 Sumber penting lainnya bagi perayaan Paskah jemaat Kristen pada sekitar abad kedua adalah kotbah Paskah dari Melito dari Sardis ( 190 Masehi) yang berjudul "Peri Pascha" [ ] ("Tentang Paskah"). Melito, seorang uskup dari Sardis (sebuah kota di wilayah Asia Kecil), diyakini menyampaikan khotbah ini dalam perayaan Paskah. Ia termasuk kelompok quartodecimaner. Karena itu, Peri Pascha bisa menggambarkan praksis perayaan Paskah para quartodecimaner pada zamannya.

Pada sekitar abad ke dua, paskah versi quartodecimaner mencakup apa yang kita kenal sekarang sebagai Jumat Agung dan Minggu Paskah. Paskah merupakan perayaan tunggal yang memperingati baik penderitaan maupun kebangkitan Yesus. Hal ini berakar pertama-tama pada tradisi liturgis orang Yahudi yang merayakan Paskah Yahudi sebagai sebuah perayaan tunggal. Selain itu, praksis quartodecimaner ini mendasarkan dirinya pada tradisi Injil Yohanes yang memberikan penekanan pada peristiwa penyaliban Yesus sebagai manifestasi kemuliaan Tuhan. 

Perayaan Paskah dalam tradisi para quartodecimaner dapat direkonstruksi sebagai berikut: Elemen-elemen dasar perayaan paskah adalah puasa, vigili (berjaga), perayaan Paskah. 

  • Puasa. Orang-orang Yahudi berpuasa sebelum perayaan Paskah. Mereka berpuasa dari sore hari sesudah upacara penyembelihan hewan korban sampai sebelum perayaan paskah. Dan tentu saja para quartodecimaner melanjutkan praktik tersebut. Mereka juga berpuasa sebelum perayaan Paskah. Ada tiga alasan bagi praktik puasa sebelum Paskah: 1) untuk mengambil bagian dalam derita Kristus; 2) berpuasa atas nama orang Yahudi selama perayaan pesta mereka; 3) untuk mempersiapkan diri mereka untuk menerima komuni pada pesta Paskah.

  • Vigili (berjaga). Satu hal yang pasti yang dapat diketahui dari vigili para quartodecimaner adalah bahwa Keluaran 12 dibacakan. Sesudah itu menyusul diskusi dan penjelasan tentang bacaan tersebut. Nada eskatologis mewarnai perayaan vigili Paskah. Sebagaimana orang Yahudi menantikan penuh harapan kedatangan Mesias pada malam Paskah, demikian juga orang-orang Kristen percaya bahwa malam Paskah merupakan suatu peristiwa kedatangan Tuhan kembali. 

  • Perayaan Paskah. Sekitar tengah malam puasa selesai dan perayaan Paskah dimulai. Orang-orang Kristen mewarisi tradisi paskah Yahudi yang dirayakan dengan perjamuan kegembiraan. Perjamuan Paskah memiliki bentuk-bentuk berikut: Makanan Pembuka, Piala anggur pertama, Makanan Utama (roti disajikan), Piala anggur kedua, Perjamuan makan, Piala anggur ketiga

Berdasarkan uraian di atas maka kita bisa membuat beberapa hal penting sehubungan dengan perayaan Paskah Gereja awal:

  • Paskah dirayakan pada satu malam saja (malam Paskah). Perayaan hanya terdiri dari satu ibadat saja yang berlangsung sampai tengah malam, dan bahkan diperluas sampai waktu ayam berkokok pada pagi hari.

  • Struktur perayaan Malam Paskah terdiri dari dua fase, yakni fase duka cita dan fase kegembiraan.

  • Fase duka ditandai pertama-tama dengan puasa. Orang berpuasa sekurang-kurangnya satu kali, yaitu pada hari kematian Yesus (14 Nisan). Yang paling lazim adalah puasa selama dua hari, yakni pada Jumat Agung dan Sabtu Suci. Dalam kasus ini, Paskah dirayakan pada hari Minggu. Motif penting dari puasa adalah berduka atas diambilnya 'mempelai". Motif puasa ini berdasar pada interpretasi Mrk 2:20: Selama mempelai ada di tengah-tengah para murid, mereka tidak berpuasa. Tetapi pada saat mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Akhir puasa merupakan awal dari fase kegembiraan.

  • Bagian terakhir dari fase duka dan peralihan dari fase sukacita dirayakan bersama-sama secara liturgis: Perayaan Vigili. Ini merupakan elemen yang masih tetap ada di dalam perayaan malam paskah kita. Orang berjaga karena mereka menantikan kedatangan Kristus pada malam Paskah. Perayaan vigili, masa untuk berjaga dan menanti kedatangan Mesias, dilakukan dalam perayaan liturgis, yakni melalui pembacaan Kitab Suci (Kel 12), Penafsiran dan Khotbah, dan Doa. Jadi, perayaan vigili sebenarnya diwarnai dengan sebuah ritme dasar, yakni pembacaan Kitab Suci dan Doa.  Dua ritme ini merupakan prinsip mendasar dari perayaan Paskah sampai saat ini.

  • Sesudah puasa ditutup, maka mulailah fase kegembiraan. Bagian yang paling mendasar dari perayaan Paskah sebenarnya terdapat dalam puasa dan selesainya puasa. Vigili Paskah sebagai masa penantian pada awalnya benar-benar diarahkan pada kedatangan Kristus pada malam itu. Orang berpuasa (membaca Kitab Suci, menafsirkannya, berdoa) sampai sekurang-kurangnya tengah malam sampai waktu ayam berkokok pada pagi hari (sekitar jam 3 subuh).

  • Paskah merupakan sebuah perayaan kebangkitan, namun diarahkan terutama pada kedatangan sang Mesias. Vigili Paskah dengan bacaan Kitab Suci dan doa pada dasarnya adalah persiapan adventus (kedatangan Mesias).

d. Makna ganda dari Paskah

Di kalangan Gereja awal kata Paskah ditafsirkan atas dua cara. Dalam teologi Gereja-gereja di Asia Kecil paskah dimengerti sebagai penderitaan atau sengsara. Secara etimologis kata Yunani berasal dari kata kerja (menderita) atau dari bahasa Latin passio (sengsara atau penderitaan). Tradisi teologis ini menekankan paskah terutama sebagai peringatan sengsara Kristus.

Dalam tradisi Alexandria (Philo dan Origenes), Paskah dimengerti sebagai peralihan ( / transitus). Yang dimaksud adalah peralihan (transitus) dari duka menuju kegembiraan, dari belenggu menuju kebebasan, dari keadaan yang lama menuju yang baru. Subjek dari transitus tersebut adalah manusia yang beralih dari kematian menuju kebangkitan, dari hidup menurut daging menuju hidup menurut roh, dari cara hidup yang lama menuju cara hidup yang baru. 

Gereja Barat (Latin) menggabungkan dua tradisi di atas. Menurut St. Agustinus, Paskah adalah transitus per passionem (peralihan melalui penderitaan). Paskah berasal dari bahasa Ibrani, dan kata tersebut diterjemahkan bukan dengan "penderitaan" (passionem), melainkan dengan "peralihan" (transitum). Melalui penderitaan-Nya Kristus beralih dari kematian menuju kehidupan. Dengan demikian kita juga beralih dari kematian menuju kehidupan.

B. Perkembangan Perayaan Paskah pada Abad ke 4

Pada pembahasan sebelumnya kita sudah melihat bahwa inti perayaan Paskah di kalangan jemaat Kristen awal hanya mencakup malam vigili Paskah dengan 50 hari Pentakosta sebagai masa sukacita. Abad ke 4 dan 5 merupakan sebuah periode di mana inti dari perayaan Paskah mengalami perkembangan yang berarti. Perkembangan pada abad ke 4 tersebut memberikan pengaruh yang pengaruh yang sangat besar bagi liturgi paskah di Gereja Timur dan Gereja Barat sampai sekarang ini. Perkembangan yang dimaksud adalah:

  • Memperkaya perayaan malam paskah dengan memasukkan perayaan inisiasi dan upacara cahaya.

  • Pembentukan Triduum Sacrum dari Jumat Agung sampai Malam Paskah / Minggu Paskah, dan juga pembentukan pekan suci.

  • Tematisasi historis dari Pentakosta / perkembangan Pesta Pentakosta dengan Hari Raya Kenaikan Tuhan.

  • Munculnya masa persiapan (sebelum puasa paskah) yang kemudian berkembang menjadi Quadragesima (40 hari masa Prapaskah).


  1. Vigili Paskah di Yerusalem pada abad 4 / 5 Masehi

Perayaan malam paskah dengan segala kompleksitasnya merupakan warisan liturgi Yerusalem. Karena itu pada bagian ini fokus pembahasan kita adalah Vigili paskah di Yerusalem. Untuk merekonstruksi perayaan Vigili Paskah di Yerusalem pada sekitar abad ke 4 dan ke 5 kita memiliki sumber-sumber yang sangat penting. Salah satu yang terpenting adalah berita perjalanan (Itinerarium Egeriae) yang disusun oleh seorang "suster" dari Galia (Prancis) bernama Egeria. Laporan ini memberikan kepada kita sebuah gambaran yang terpercaya tentang perayaan liturgi di Yerusalem pada abad ke 4, secara khusus perayaan Paskah.

Ada juga Lectionarium Armenia dari Yerusalem (tata bacaan tertua) yang memberikan informasi tentang bacaan-bacaan Kitab Suci dan nyanyian-nyanyian dari Liturgi Yerusalem pada abad ke 5.

Malam Vigili Paskah Yerusalem berkembang menjadi sebuah ibadat kompleks yang terdiri dari 4 bagian, yakni 1) upacara cahaya (lucernarium), 2) vigili dengan bacaan-bacaan Kitab Suci dan doa, 3) pembaptisan dan perarakan masuk dari mereka yang baru dibaptis, 4) Ekaristi Struktur dasar ini masih dapat dikenali dalam perayaan malam Paskah kita sekarang sebagaimana yang terdapat dalam Missale Romawi 1970. Berikut ini adalah susunan perayaan Malam Paskah di Yerusalem:

  • Upacara Cahaya (Lucernarium)

  • Vigili dengan bacaan-bacaan dari Perjanjian Lama

  • Perarakan masuk dari mereka yang baru saja dibaptis bersama-sama dengan uskup (sementara dinyanyikan Kidung dari Dan).

  • Misa

  1. Vigili dan bacaan-bacaan: Sebagaimana dalam perayaan Paskah jemaat Kristen awal, vigili merupakan sebuah tindakan berjaga dan menunggu di mana kitab suci dibacakan dan orang berdoa. Karena itu tata liturgi vigili ditandai oleh pembacaan Kitab Suci dan doa. Bahan-bahan diambil hanya dari Perjanjian Lama dan mencakup seluruh sejarah keselamatan dari penciptaan sampai pada perziarahan eskatologis menuju Sion. Tema dasar tentunya adalah keluarnya bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. 

  2. Upacara Cahaya (lucernarium): Vigili Paskah Yerusalem pada abad 4/5 dimulai dengan ritus menyalakan cahaya atau disebut juga lucernarium. Di Gereja Barat maupun Timur, ritus ini merupakan elemen yang penting dari perayaan malam Paskah. Namun upacara cahaya bukanlah kekhususan Paskah. Ritus ini berasal dari tradisi lucernarium, yakni kebiasaan harian menyalakan cahaya (lilin) untuk doa sore. Akar dari kebiasaan ini adalah liturgi Yahudi (menyalakan lampu hari sabat). Ciri khas dari liturgi Yerusalem adalah bahwa cahaya atau lampu diambil dari bangsal bundar yang dirikan di atas makam Kristus. Di tempat itu sebuah lampu abadi menyala. Di Gereja Barat berkembanglah sebuah bentuk nyanyian khas untuk ritus cahaya malam Paskah, yakni praeconium paschale (Pujian Paskah). Dalam bentuk puitis Pujian Paskah memberikan sebuah penafsiran yang sangat mengesankan dari perayaan malam paskah dan juga misteri paskah secara keseluruhan. Dalam Ritus Romawi sejak akhir abad pertengahan muncullah Pujian Paskah (dari Liturgi Galia) yang disebut sesuai dengan kata pertama Exsultet. Ada berbagai rumusan untuk upacara cahaya. 

  3. Perayaan Baptis: Sejak abad ke 4 sudah menjadi kebiasaan bahwa di banyak gereja pembaptisan dibuat pada malam Paskah. Malam Paskah dihubungkan secara sangat erat dengan perayaan pembaptisan. Praksis ini berakar pada pandangan tradisional tentang perayaan Paskah: Paskah merupakan peralihan dari kematian menuju kehidupan, Paskah sebagai awal baru dari kehidupan. Dalam liturgi di Yerusalem ritus baptis bukanlah sebuah elemen yang berdiri sendiri dari vigili Paskah. Ibadat pembaptisan berlangsung pada saat yang bersamaan dengan waktu vigili umat dan dilakukan di tempat yang terpisah, yakni di baptisterium (kapel baptis). Pada akhir bacaan dari Perjanjian Lama mereka yang baru dibaptis berarak secara meriah ke dalam gereja dan mereka merayakan ekaristi untuk pertama kali bersama dengan seluruh jemaat.

  4. Perayaan Ekaristi: Dalam perayaan malam vigili Paskah di Yerusalem pada abad ke 4/5, perayaan ekaristi dilengkapi dengan liturgi sabda sendiri dan liturgi ekaristi. Struktur yang hampir sama terdapat juga dalam ritus romawi sampai dengan reformasi liturgi terakhir sesudah konsili Vatikan II. Bacaan-bacaan dari liturgi sabda dibedakan dari bacaan-bacaan selama vigili. Bacaan-bacaan tersebut berisikan keseluruhan pengajaran Paskah dan pesan dari kematian dan kebangkitan Kristus.

b. Kemunculan Triduum Paskah dan Pekan Suci

Menjelang akhir abad ke 4 perayaan Malam Paskah mulai mengalami perluasan. Dari satu perayaan Malam Paskah berkembanglah Triduum Sacrum dan Pekan Suci. Dasar dari kemunculan Triduum sacrum adalah pergeseran jadwal perayaan Paskah dari 14/15 Nisan (quartodeciman) ke perayaan Paskah pada hari Minggu. Ketika perayaan Paskah hari Minggu menjadi norma umum di kalangan umat Kristen pada waktu itu, maka karakter perayaan Paskah juga mengalami pergeseran. Yang dimaksud adalah perubahan dari makna paskah sebagai peringatan sengsara dan pengorbanan sebagai Anak Domba Paskah menuju paskah sebagai perayaan kebangkitan-Nya. Praktisnya fokus perayaan Paskah pada hari Minggu terutama pada tema kebangkitan Tuhan. Namun, hal ini bukan berarti bahwa tema tentang sengsara hilang sama sekali. Pada abad ke 4, tema sengsara mendapat tempatnya dalam perayaan Jumat Agung.  

Fakta penting berikut yang mendasari kemunculan Triduum sacrum adalah puasa wajib pada Jumat Agung dan Sabtu Suci. Sumber-sumber kekristenan awal memberikan kesaksian bahwa orang-orang Kristen pada sekitar abad ke empat berpuasa seminggu penuh (6 hari): mulai dari hari Senin sampai hari Sabtu. Secara khusus hari Jumat dan Sabtu ditetapkan sebagai puasa wajib sepanjang hari. Makna hari Jumat dan Sabtu mengalami pergeseran. Kedua hari tersebut tidak sekedar dipandang sebagai hari puasa untuk mempersiapkan perayaan Paskah. Hari Jumat dan Sabtu dilihat sebagai hari peringatan kematian dan penguburan Tuhan. Maka, perayaan Paskah yang awalnya hanya terdiri dari satu perayaan pada malam Paskah pada abad ke 4 berkembang menjadi perayaan tiga hari, yakni perayaan Tri Hari Suci (triduum). Perayaan ini membentuk satu kesatuan yang terdiri dari peringatan kematian Kristus pada hari Jumat Agung, peringatan pemakaman-Nya pada Sabtu Suci, dan peringatan kebangkitan-Nya pada hari Minggu. 

Bentuk perayaan liturgis konkret untuk perayaan Tri Hari suci dimulai di Yerusalem pada akhir abad ke 4 empat. Laporan perjalanan dari Egeria (itinerarium Egeriae) merupakan sumber terpenting. Perayaan-perayaan tersebut sebenarnya merupakan tanggapan atas para peziarah dari seluruh dunia yang datang ke Yerusalem. Mereka turut merayakan perayaan-perayaan selama pekan suci di tempat-tempat di mana peristiwa hidup Yesus terjadi. Dengan demikian, tidak hanya perayaan selama Trihari suci, tetapi juga hari-hari lain dalam pekan suci dirancang dengan ibadat yang tujuannya untuk memperingati (anamnesis) peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan hari-hari terakhir kehidupan Yesus. Dari sinilah muncul pekan suci.

  1. Pekan Suci: Sebagaimana juga perayaan liturgis selama Trihari Suci, Pekan Suci merupakan inovasi dari Gereja di Yerusalem yang diwariskan kepada Gereja universal. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Egeria dalam berita perjalanannya (itinerarium Egeriae), liturgi Yerusalem pada menjelang akhir abad ke 4 dirancang secara khusus. Itinerarium Egeriae merupakan dokumen pertama yang menceritakan tentang bagaimana pekan suci dirayakan secara agung di Yerusalem. Sebagaimana dalam Triduum sacrum, Pekan Suci berakar pada sebuah periode di mana orang berpuasa selama beberapa hari sebelum perayaan Paskah.  Pada abad ke 4 di Yerusalem, periode puasa sebelum paskah ini dirancang dengan ibadat. Prasyarat kemunculan pekan suci Pekan Suci di Yerusalem pada abad ke 4 adalah penemuan tempat-tempat suci. Sejak masa Konstantinus, bangunan-bangunan gereja didirikan di atas tempat-tempat suci itu untuk menandai keberadaan dan pentingnya tempat-tempat tersebut. Ada begitu banyak peziarah dari seluruh dunia yang berbondong-bondong menuju Yerusalem. Liturgi Yerusalem pada dasarnya adalah liturgi peziarah. Tempat-tempat penting bagi perayaan Paskah adalah Gereja Kuburan (the church of the holy Sepulchre) yang dirancang oleh Konstantinus, sebuah kompleks bangunan-bangunan, terutama Martyrion (Gereja Uskup -- Gereja Umat), sebuah bangsal bundar (bangsal anastasis) yang didirikan di atas makam Yesus, Imbomom (Tempat di atas bukit Zaitun di mana Yesus terangkat ke surga), dan Gereja Eleona (Tempat di mana Yesus mengajar murid-murid-Nya pada hari-hari terakhir hidup-Nya). 

  2. "Minggu Agung" (septimana maior) di Yerusalem menurut Egeriae Itinerarium: 

a. Hari Sabtu Lazarus. Pada hari Jumat Sore sebelum Pekan Suci mulai, dirayakan vigili di atas bukit Sion. Begitu juga Ekaristi pada hari Sabtu pagi dirayakan kali itu saja di bukit Sion. Jadi sebagai pengantar kepada Paskah umat merayakan Hari Sabtu Lazarus (Itinerarium Egeriae 29,3). Umat berangkat ke Betania dan di sana mereka mengenangkan kebangkitan Lazarus. Sebab kebangkitan Lazarus menjadi gambaran awal dari pembaptisan Paskah. Perayaan Sabtu Lazarus berorientasi pada catatan biblis "enam hari sebelum Pesta Paskah" (Yoh 12:1). 

b. Minggu Palma.

Menurut Egeria, minggu Paskah atau di Yerusalem disebut "Minggu Agung" mulai dengan Hari Minggu Sebelum Paskah (30,1). Itulah yang disebut dengan Minggu Palma. Pada hari minggu diadakan ibadat kedua yang dimulai menjelang pukul 13.00 di Gereja Eleona di atas Bukit Zaitun. Ibadat itu dipersembahkan sebagai peringatan masuknya Yesus ke Yerusalem. Menurut laporan dari Egeria, dalam ibadat tersebut uskup didampingi, sebagaimana Tuhan, dalam perjalanannya menuju kota; anak-anak membawa ranting-ranting palma sebagaimana waktu Yesus memasuki kota Yerusalem. Dengan melakukan apa yang dibuat oleh penduduk Yerusalem pada zaman Yesus, umat yang berkumpul menghadirkan kembali sejarah keselamatan. Seluruh umat, termasuk juga orang-orang yang terpandang, berjalan bersama dengan uskup menuju kota. Perjalanan berakhir di Anastasis (Gereja Kebangkitan). Di sana mereka merayakan lucernarium (upacara cahaya), dan sesudah kebaktian singkat di salib umat dibubarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun