Mohon tunggu...
widyastuti jati
widyastuti jati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Salatiga

mengagumi keindahan alam dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Suci

15 Februari 2023   09:43 Diperbarui: 15 Februari 2023   09:57 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Dyah Sawitri Prameswari  bersimpuh di depan Paduka Raja dan Permaisuri yang duduk di singgasana.

              "Sawitri, kamu sudah tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya Sang Raja.

              "Belum, Ayahanda  Paduka Raja."

              "Aku bangga dengan kamu putriku. Kamu sudah dewasa, wajahmu semakin cantik, kamu pun memiliki kelebihan yang sangat membanggakan, ilmu silatmu tinggi dan luwes dalam menari."

              "Terima kasih, Paduka." Sawitri masih menundukkan wajah.

              "Aku dengar, kamu sudah punya kekasih, teman seperguruanmu. Anak Tumenggung Singomoyo, benarkah?"

              "Benar, Ayahanda." Dengan suara terbata Sawitri menjawab pertanyaan  Sang Raja, jantungnya berdebar.

              "Dengar Sawitri, kamu itu anak raja dan permaisuri, sudah ada beberapa pangeran yang akan meminangmu. Kamu akan menjadi permaisuri, tinggal pilih mana yang akan kamu pilih."

              "Ampun Ayahanda Paduka Raja, Sawitri sudah berjanji kepada Kangmas  Jaya Kusuma menerima pinangannya."

              Jawaban Sawitri membuat Sang Raja murka, wajahnya merah padam, matanya mengkilat, giginya gemeretak menahan marah. Kemudian menengok ke arah permaisuri.

              "Dinda, bujuk putrimu agar mau melepas Jaya Kusuma!"

              "Sendiko dhawuh, Kakanda Raja."

              "Sawitri, ayo ikut ibu. Kita berbincang-bincang di keputren," ajak sang permaisuri lembut.

***

Sawitri duduk di pinggir kolam memandang bunga-bunga indah sembari memainkan air bening yang mengalir dengan kedua kakinya. Namun pikirannya tidak  di situ. Raut wajahnya terlihat  murung, karena sudah tujuh hari ini dia dilarang  mengikuti Latihan silat di padepokan Guru Sabdo Palon, yang terkenal sangat sakti.

Oleh Permaisuri, Sawitri diberi pelajaran cara merias dan merawat diri, karena dalam waktu dekat  beberapa putra raja akan berkunjung ke istana.

Tiba-tiba dia melihat pohon beringin di luar keputren bergoyang,  seseorang berdiri di ranting pohon tua itu, memberi tanda agar dia keluar.  Sawitri tahu betul kalau dia adalah Jaya Kusuma, kemudian dia beranjak, mendekati Dayang Kinanti.

"Mbok, nanti kalau kanjeng Ibu mencari,  katakan aku  tidur, karena kepalaku pusing sekali."

"Sendiko dhawuh, Ndoro Putri."

Sesudah mengunci kamar dan memberi selimut pada gulingnya, Sawitri melompat dari jendela kamar dan dengan lincah memanjat tembok tinggi keputren, kemudian berlari menuju pohon beringin tua.

              Jantungnya berdebar ketika melihat seorang pemuda menunggu di sana.

   "Ada apa, Kangmas?"

"Maaf Ndoro Putri, hamba hanya ingin pamit. Besok pagi harus pergi karena mendapat tugas Paduka Raja untuk mengamankan Pademangan di daerah timur," ucapnya.

"Oh ... ayahanda bermaksud memisahkan kita, Kangmas."

"Paduka Raja benar, hamba terlalu berani mencintai Ndoro Putri."

"Jangan berkata begitu, aku hanya mencintai Kangmas."

"Kalau kita berjodoh, tentu kita akan bertemu kembali Ndoro Putri, hari ini hamba mohon diri."

"Kangmas Jaya, aku berjanji tidak ada pria lain dalam hatiku selain dirimu."

"Pantaskah hamba yang rendah ini menerima cinta Ndoro Putri?"

"Kangmas, cinta tidak mengenal perbedaan."

Mereka tidak menyadari, sepasang  mata di balik tumbuhan rimbun mengawasi gerak-gerik  dua sejoli itu.

***

Karena sulit memicingkan mata, Sawitri keluar dari kamar  mencari udara segar. Dia berjalan  sendirian mengintari istana. Pendengarannya yang tajam  bisa menangkap suara dari dalam istana, tidak jauh dari tempat dia berjalan. Kemudian Sawitri mendekat ke arah suara dan menempelkan telinga di dinding.

"Tugas kamu mengenyahkan lelaki tidak tahu diri itu, Patih."

"Baik, Paduka Raja, akan hamba laksanakan."

Sawitri terperanjat.

"Kangmas Jaya Kusuma dalam bahaya, apa yang harus aku lakukan?" batin Sawitri.

Dengan gontai Sawitri berjalan ke kamar, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sejak dipingit oleh Raja, dia tidak bisa keluar dari istana. Bahkan gerak-geriknya pun semua diawasi.

***

Jaya Kusuma berhasil mengamankan  beberapa  Kademangan yang banyak didatangi para begal dan perampok. Suasana mencekam di Kademangan sudah sirna, berganti rasa suka cita.

Jaya Kusuma dan lima temannya dielu-elukan penduduk. Sebagai rasa terima kasih, mereka diundang menghadiri pesta rakyat

Hajatan telah usai, Jaya Kusuma dan rombongan berjalan kaki di bawah sinar rembulan yang terang menuju padepokan.

Tiba-tiba datang puluhan pasukan berkuda mencegat.

"Mana yang bernama Jaya Kusuma?" salah seorang rombongan berteriak.

"Akulah Jaya Kusuma, kalian mau apa?"

Penunggang kuda itu turun mendekat Jaya Kusuma.

"Kau tampan dan gagah, pantas Ndoro Putri jatuh cinta padamu. Tapi tahukah Jaya Kusuma? Kamu tak pantas mendampingi Ndoro Putri. Karena beliau harusnya menjadi permaisuri raja."

"Itu bukan urusanmu!" balas Jaya Kusuma sengit.

"Dengar Jaya Kusuma, kalau kamu mau pergi dari negeri ini, kamu akan mendapat imbalan ini, cukup untuk berfoya-foya seumur hidup, ha ... ha," ucap pemimpin rombongan sembari menunjukkan sekantong uang.

"Kalau aku tidak mau?"

"Bodoh! Terpaksa, kami menangkap dan memenjarakan kamu."

"Coba, kalau kamu bisa menangkapku," tantang Jaya Kusuma.

"Dasar kurang ajar! Ayo tangkap dia!"

Terjadilah pertempuran  tidak seimbang, enam orang  melawan puluhan orang bersenjata. Tujuh orang berhasil mengepung Jaya Kusuma, semula  Jaya kusuma dengan tangkas mengimbangi serangan-serangan orang tak dikenal itu, tetapi lama-kelamaan pertahanannya melemah. Sebilah keris berhasil melukai lengannya.

Ketika sebuah tombak mengarah tubuhnya, tiba-tiba terdengar jeritan dari pemilik tombak. Seseorang telah melempar senjata ke arahnya. Sementara lengan Jaya Kusuma ditarik oleh penunggang kuda.

"Ayo, cepat naik!" teriak pemilik kuda.

Mendengar suara yang tidak asing itu, Jaya Kusuma  langsung naik kuda hitam  yang gagah dan duduk di belakang orang yang memacu kudanya secepat kilat meninggalkan pertempuran, dua ekor kuda dan penumpangnya mengikuti di belakang.

"Ndoro Sawitri, terima kasih, pertolongannya. Bagaimana Ndoro tahu keberadaan hamba?"

 "Aku banyak dibantu oleh pamanku. Dialah yang memberi tahu rencana Patih untuk mengenyahkanmu di sini, Kangmas."

"Betapa mulianya Pangeran  Wasugeni, yang merestui hubungan kita."

"Betul Kangmas. Kita sudah aman, sekarang." Sawitri menghentikan kudanya. Demikian juga dua kuda yang mengikuti.

Ketika turun dari kuda, Jaya Kusuma menghampiri Pangeran Wasugeni.

"Pangeran, terima kasih pertolongannya." Jaya Kusuma langsung jongkok memberi penghormatan.

"Jaya Kusuma, aku titip keponakanku, jagalah dia. Dia sangat mencintaimu."

"Hamba berjanji akan selalu melindunginya, Pangeran."

"Sawitri, coba katakan permintaanmu terhadap calon suamimu. Apakah dia sanggup memenuhi? "

"Saya ingin menjadi satu-satunya istri Kangmas Jaya Kusuma dan kelak jika sudah menikah saya diizinkan untuk menjadi guru silat para perempuan."

"Bagaimana Jaya Kusuma? Apakah kamu sanggup?"

"Tentu Pangeran. Hamba berjanji, jika melanggar, hamba akan disambar petir, dan keris pusaka ini akan menikam ulu hati hamba."

"Baiklah, Jaya Kusuma. Aku percaya padamu. Kalian  berdua bisa mengikuti aliran sungai ini, ada kerajaan kakakku yang bernama Wasudewa. Dia yang akan menikahkan kalian."

"Sendiko dhawuh Pangeran".

"Pergilah sekarang, kamu bisa membawa si putih, dan ini surban untuk membalut lukamu."

Di bawah bulan purnama, kuda hitam dan putih berjalan beriiringan menyusuri sungai yang  menuju kerajaan Raja Wasudewa. Cahaya rembulan menerangi dua sejoli yang sedang berjuang mengikat janji suci.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun