Mohon tunggu...
Bunda Widya
Bunda Widya Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan. Bergabung di Kompasiana 10 Mei 2013. Nenek seorang Cucu, penggemar setia Timnas Garuda dan Manchester United.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Kasih Tak Sampai] Selamat Malam Widyasari

5 Desember 2020   16:26 Diperbarui: 5 Desember 2020   17:09 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Pixabay

"Seharusnya kau tidak bersikap seperti itu," ini pendapat Tien, teman dekatku.

"Bukankah dia tunanganmu. Tentu saja dengan bersikap lembut dan mesra, dia akan sangat bahagia. Aku heran Sari, mengapa kau bisa bersikap seperti itu kepada tunangan segagah Indra. Sungguh tak bisa kumengerti," kembali suara Tien.

Memang betul apa yang dikatakan Tien, kuakui itu. Tapi dengan demikian aku bertambah tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku masih juga mengulang sambutan acuh tak acuhku setiap Indra menjumpaiku. 

Entah mengapa begitu. Aku hanya merasa pertunangan ini telah merenggut kebebasanku. Cincin tunangan yang melingkar di jari manis ini demikian cantik tapi aneh aku tidak merasakan hal itu.

"Jika kau sudah berani bertunangan kau harus berani pula mengurangi kebebasanmu. Aku tak bisa membayangkan andai kau nanti sudah menjadi nyonya Indra, apakah kau masih ingin menuntut kebebasanmu? Pikirlah baik-baik Sari. Jangan terlalu sering mengecewakan dia." begitu pendapat dan nasihat Tien ketika kami ngobrol di Kantin kampus.

"Ya aku mengerti Tien. Sebenarnya saat itu aku belum mau bertunangan sebelum studiku selesai paling sedikit sampai aku meraih sarjana muda. Tapi itulah yang terjadi ketika Lilian mendahuluiku maka akupun tak bisa menolak keinginan Indra dan nampaknya Papaku pun setuju." 

Tien hanya mengangguk sambil menghabiskan suapan baksonya yang terakhir.

"Kau mencintai Indra bukan?" Tanya Tien.

"Tentu saja!" Kataku.

"Kalau begitu mulailah bersikap seperti halnya kau mencintai Indra," kata Tien lagi. Aku diam dan Tien masih menatapku.

Di kamar itu aku masih termenung. Baru saja aku selesai membaca surat Indra. Peristiwa yang tertulis dalam surat itu benar-benar membuat perasaanku semakin resah. Surat itu masih kugenggam ketika perasaan cemburu menyelinap dalam relung hati. Aku seakan tidak percaya apa yang ditulis Indra dalam suratnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun