Begitu juga Lilian, adikku yang kini tinggal di Jakarta bersama suaminya. Tapi aku tetap memilih liburan di Malang. Aku tidak tahu mengapa pertunangan ini kurasakan telah mengikat kebebasanku.Â
Aku tidak tahu mengapa selama ini surat-surat Indra tak pernah kubalas. Aku tidak tahu mengapa aku harus acuh tak acuh kalau Indra menjengukku ke Yogya. Seharusnya aku bisa membayangkan bagaimana Indra jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk melepas rindunya padaku.Â
Entahlah nampaknya aku masih menyukai kebebasan. Cincin tunangan yang melingkar di jari manisku inikah yang telah merengut kebebasanku? Â Entahlah yang jelas kini aku merasa seperti ada yang membelenggu kebebasan hatiku.
Tiga hari sebelum liburanku habis aku sudah kembali ke Yogjakarta. Hal ini kulakukan karena aku harus registrasi dan melunasi uang kuliah semester berikutnya disamping itu karena memang aku sudah jenuh dengan liburanku. Saat itu pada hari Sabtunya ternyata Indra sengaja datang dari Jakarta hanya untuk menjumpaiku di Yogya.
"Cukup menyenangkan liburannya?" Tanyanya. Aku hanya angkat bahu sambil tersenyum.
"Kuharap memang begitu. Bagaimana kabar Papa dan Mama?"Â
"Baik-baik." Jawabku pendek.
"Syukurlah. Aku sebetulnya ingin menyusulmu sekaligus ketemu Papa dan Mama. Sudah lama tidak bertemu, tapi tugas-tugasku semakin hari semakin banyak. Kupikir kau mau liburan di Jakarta. Aku tidak yakin kalau kau tidak tahu selama itu aku merindukanmu. Terlebih-lebih tak ada satu suratpun yang kau balas," Indra menjelaskan kekecewaannya terhadap sikapku selama ini yang selalu acuh tak acuh alias cuek bebek.
"Aku, aku lagi malas berbuat apa apa," kataku seenaknya.
Kulihat Indra masih tertunduk. Terbaca pada raut wajahnya perasaan kecewa, kesal, gelisah. Namun perasaan-perasaan tersebut tertutup oleh sikap sabarnya. Indra yang penyabar, Indra yang gagah, ganteng, Indra yang selalu penuh pengertian.Â
Rasanya tidak adil jauh-jauh dari Jakarta hanya kusambut dengan sikap acuh tak acuhku seperti ini. Kadang-kadang kesadaran itu timbul bahwa aku telah berbuat keterlaluan terutama disaat aku menatap punggung Indra, di saat Indra harus kembali ke Jakarta.