Wanita tua itu memandang wajah Gendis, dengan gemetar ia memegang tangannya. "Ingat saat pertama kali kita bertatap muka? Itu baru saja kemarin pagi," Bisiknya.
"Kamu ngerti kan?"
Gendis duduk dengan mulut yang ternganga, air matanya berderai. Tidak percayq akan apa yang di ceritakan wanita tua itu. Gendis kemudian lari keluar menuju apartemen Oda Mae. Memukul pintu berkali-kali sampai akhirnya Gendis tidak bertenaga lagi, lemas dan terjatuh di lantai.
Wanita tua itu menelpon polisi yang tidak lama kemudian datang mendobrak pintu apartemen Oda Mae. Bau menyengat tercium saat mereka memasuki apartemen yang dipenuhi debu tebal dan sarang laba-laba. Anak Gendis, ditemukan sudah mati terkapar di lantai. Sepertinya Gelio mati karena cekikan di leher.
Gendis berteriak histeris saat melihat anaknya yang sudah mati di bawa keluar dari apartemen. Setelah itu pandangannya samar-samar. Gendis ingat saat polisi menginterogasinya dengan berbagai pertanyaan, Gendis berteriak-teriak dan menangis. Dia ingat suaminya Elio datang berteriak dan mengguncang-guncang bahunya. Lalu Gendis merasa lemas dan semuanya terlihat sangat gelap. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi.
Gendis akhirnya di kirim ke rumah sakit jiwa selama satu tahun. Saat keluar dari rumah sakit jiwa, suaminya meninggalkannya. Elio curiga bahwa Gendis telah membunuh Gelio, darah daging mereka. Gendis kemudian di pulangkan kembali ke Jepara, namun orang tuanya yang sudah lama tidak mengakuinya dan memasukkan Gendis kembali ke rumah sakit jiwa di Jepara.
Saat tidur Gendis kerap memimpikan anaknya menangis dan berteriak "Mama.. tolong mama ... mereka menyekap saya di sini dan saya tidak bisa keluar!"
Catatan: Cerita ini hanyalah cerita fiksi yang terinspirasi dari puisi saya berjudul 'Kala Langit Memilih Bisu". Mohon maaf apabila ada kesamaan nama dan tempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H