Mohon tunggu...
Swidan
Swidan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Penulis Muda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Dia dan Pertiwi

14 September 2017   13:24 Diperbarui: 16 September 2017   12:33 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kalau masih mau bekerja, silakan. Kalau tidak..."

Diambilnya karung besar dan ditaruh dibelakang punggungnya. Pemandangan yang sangat berbeda dengan anak-anak sekolahan. Meski ia merasakan tubuhnya lemah, tetap dipaksanya agar bisa mendapatkan kaleng-kaleng yang lebih banyak lagi untuk dikumpulkan dan dijual. Tubuhnya yang hitam legam senada dengan tempat pembuangan sampah. Ya, tempatnya bekerja mencari sesuap nasi, hingga tak sadar semua yang dilihatnya gelap.

"Aaahhh...!" Ia mencoba membuka mata dan kembali meringkuk, menahan sakit.

Pertiwi kembali menahan pilu, melihat anaknya sakit, juga anak-anaknya yang lain disana. Tapi, tetap tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa memerintahkan angin untuk membelainya dan menghangatkan tanah tempat si anak tertidur.

"Lihat! Tangkap anak itu, jangan sampai lolos lagi!" perintah seorang bertubuh kekar.

"Lepas! Lepaaas!" berontak anak itu.

Baru sesaat menikmati indahnya mimpi bersama Emak, tangan-tangan kasar itu menggotong tubuh lemahnya masuk kedalam mobi. Dilihatnya lelaki yang dulu mencabulinya. Dibawa kemana aku? Tak ada kesempatan memberontak, bahkan melarikana diri. Terlalu lemah, hingga kepasrahan adalah satu-satunya pilihan.

***

Diranah wisata ini, senyum getirnya merekah. Tempat apa ini? Aku dimana? Semakin dekat dengan Emak atau semakin jauh? Laut terbalut ombak ceria tampak mengajaknya bermain-main. Tempatnya berpijak bukanlah tanah atau aspal, tapi pasir halus yang menyapa kaki-kaki mungil. Angin terasa segar, membuat naluri kekanak-kanakannya muncul. Hari-harinya hanya berlari, melompat, dan berdendang.

Pertiwi gundah gulana. Ingin mengulurkan tangannya, mengambil anak itu, dan anak-anak lain dari bahaya yang sebenarnya sedang mengancam, meski terbungkus keceriaan yang tengah dinikmatinya.

Tubuh gontainya memasuki ruangan, orang-orang aneh yang baru pertama dilihatnya terasa ramah. Bercerita dan bercanda. Tetapi... semua berakhir begitu cepat, ketika ia diajak kesebuah ruangan kosong. Disanalah kejadian nista itu terulang kembali. Berulang kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun