Â
"Bukan, orang itu," suaranya tertahan lebih lirih, "aku mana mungkin merah kuping."
Â
"Baguslah," sahut Rara kemudian, sedikit menyorongkan badan, mengangsurkan map bening itu lagi.
Â
"Jadi, aku akan mulai besok di hari yang ini," sambung Rara sambil menunjuk jadwal di kertas presensi itu. Sengaja ia tulis juga jadwal mereka agar tahu dan bisa saling mengingatkan. "Nomor telepon kutulis di sebelah tulisan namaku," lanjut Rara lagi. Dyah mengangguk menyetujui. "Dan sekaligus, pamit."
Â
Rara mengemasi ransel hitam di pangkuan yang mulai memerah-coklat karena berakrab-akrab dengan sinar matahari. Dyah beranjak mendekati etalase. Beberapa nampan kue di atasnya.
Â
Sebungkus kue buatan tangan diberikannya sebagai oleh-oleh buat ibu Rara. Rara menerimanya dengan suka-cita. Mendapatkan buah tangan dari kawan lama yang sangat mahir membuatnya adalah hal yang menyenangkan. Ibu tentu akan sangat menyukainya, pikir Rara.
Â