Â
Rara manggut-manggut mendengar penuturannya. Tentu, bibir yang ia titahkan agar terentang kanan-kiri dengan maksimal itu tetap bertahta di sana, tanpa berontak dan mengerut semilimeter pun. Senyum terbaik!
Â
Rumah itu berada satu rumah setelah tikungan. Cukup kentara terlihat dari kios. Dua buah sepeda motor ada di sana, dan diperkirakan, ada tiga buah lagi, dan satu buah motor yang paling baru, tergagah di jaman ini, akan menghuni halaman depan hingga teras.
Â
Dyah lalu mengisahkan kejadian kurang menyenangkan: pencurian burung dan sepeda motor setahun lalu, sebelum mereka memelihara hewan putih kecil yang sekilas disangka kucing itu. Kata Dyah, anjing akan menggonggong setiap kali ada orang yang berniat jahat. Bahkan akan menggonggongi orang yang berbau mirip anjing, sesamanya, yaitu, menariknya, orang yang di masa lalu pernah memakan daging anjing. Hal yang baru Rara ketahui dari percakapan mereka, selain kemudian ia menyebut nama seorang dari tetangga untuk dengan tersirat menegasikan kemungkinan persangkaan bahwa mereka pernah memakan. Rara ber-o panjang karenanya dengan kesimpulan di kepala: jadi lelaki bertopi hitam yang lewat tadi pernah makan daging anjing?
Â
"Anjingku tidak suka menjilati, Mbak," katanya lagi sambil melihat rinci air muka lawan bicaranya, menyelidik.
Â
"Kalau dengan orang baru?" tanya Rara lagi, bermaksud menyelipkan sedikit humor, mengingat bagaimana mereka di masa lalu dulu pernah lari pontang-panting menghindari kejaran anjing Pak Warso, pemilik kebun kakao. Istrinya memiliki salon kecantikan. Tempat itu, dua-duanya dipasangi dua ekor anjing besar. Melintasi kedua tempat itu di waktu subuh hanya akan membangkitkan gejolak semangat, tanpa melihat alasan pelintas jalan beraspal di depan wilayah yang mereka jaga. Meski, dengan alasan yang cukup rasional untuk mengelak dari gonggongan dan kejaran mereka, dua ekor anjing garang itu: pergi lari pagi.
Â