Aku menatapnya lekat-lekat dalam pandangan biasaku. Kunikmati setiap jengkal guratan di wajahnya yang pernah menjadi milikku. Wajah yang pernah berbagi bahagia dan duka dengan duniaku.
      "Bukannya lupa, tapi emang gak tau..."
Ola cemberut dengan wajah lucu. Aku dan Raka tertawa kecil mengikuti Dio.
      "Tau, Mas. Beneran, aku lupa!"
Ola membela diri. Dio geleng-geleng sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Ola merengek. Kami tertawa lagi.
      "Mbak Nia, belain aku!"
      "Ih, kok bawa-bawa aku!"
Dio tersenyum puas aku di pihaknya. Kutatap Dio lagi. Kali ini kubiarkan dia menyadari tatapanku. Kubiarkan dia tau bahwa aku merindukan wajah itu. Sejenak kami larut dalam tatapan yang hanya masing-masing kami yang tau, sebelum yang lain menyadarinya.
***
      "Yang lain kemana?", tanya Dio sambil mengambil tempat di depanku, di seberang meja.
      "Di atas, mungkin", jawabku, masih dengan wajah tertunduk pada kertas-kertas kerja di hadapanku.