“Nih, laptopnya kalau mau makek.” , Indira meletakkan laptop di meja depan Kamal duduk.
“Udah ngisi Ra? Jadi Bogor nih? Serius? Gak berubah pikiran?” , introgasi Kamal.
“Serius lah, enak aja! Ini tuh masa depan Mal, mana bisa main-main.” , jawab Indira dengan sedikit retorika.
“Ok, aku juga deh. Bogor. Kalau gagal berarti gak jodoh.” , lemparan senyum tengil khas Kamal.
“Jodoh sama kampusnya atau …” bilang Indira.
“Emang mau sama aku ? Ngaco ah … minggir sana aku fokus ngisi pilihanku” , usir Kamal.
“Hmmm … rumah siapa ini Kamaaaal !” , perang handuk pecah.
Terik, menyengat, perut kosong dan siang bolong. Aktifitas siswa tingkat akhir pasca Ujian Nasional tidak lebih dari menikmati setiap sudut sekolah. Terutama kantin.
“Mau pesen apa nih? Es teh? Es jeruk? Soto? Bakso?” , Tia menawarkan dengan gayanya yang salles banget.
“Aku ngikut kalian aja deh mau pesen apa, lagi gak selera.” jawab Uni lesu.
“Kenapa buk? Brantem lagi ma Nuge? Elah ribet banget sih orang pacaran.” , Indira sok-sokan.