“Hei, ayolah! Kuantarkan kamu pulang, biar setidaknya Papamu bisa tenang.”
Dina tidak bergerak, “kalau memang begitu kenapa Papa tidak menjemput saja kemari.”
Marina mulai jengah dan menganggap sahabatnya jadi terlalu manja. Tetapi belum sampai dia mengutarakan pikirannya, bel rumah berbunyi beberapa kali.
“Hai, mungkin itu papamu?!” seru Marina dengan semangat lalu segera menuju ruang tamu untuk membukakan pintu. Tetapi, sungguh diluar dugaan bahwa yang datang bukan papanya Dina melainkan Patrick!
“Astaga! Ngapain kamu kemari?!” seru Marina antara panik dan marah. Dia takut kalau Dina keluar dan tahu siapa yang datang.
“Marina, please...aku sudah mutusin Dina buat kamu. Aku mohon terimalah cintaku!” katanya memohon hingga terbungkuk-bungkuk.
“Patrick!”
“Dina!”
“Oh, my God...” Marina berusaha memegangi kepalanya agar tidak jatuh menggelinding.
“What the hell are you doing here?!” kata Dina dengan nada ketus.
“Why? Kita sudah putus, kan?! Jadi sekarang aku bebas mendekati siapapun.”