“Aish...”
Kena kepala Revi.
“Kau dapat surat cinta, Revi?” bisik teman yang duduk di belakang Revi.
“Siapa yang lempar?”
Sebelum dijawab temannya, Revi memusatkan arah lemparan kertas tadi. Siapa yang berani-berani melempari ke kepalanya.
Revi menangkap tatapan Rara-sedang memandangi dia-dengan angkat dagunya. Rara membelokkan mata dan beralih ke papan tulis.
Pak Sugeng mengawasi seluruh kelas. “Siapa yang bertugas menghapus papan?” Tak ada yang bergerak seorangpun. Beliau tak suka menghirup bau spidol. Jadi tiap kali papan tulis penuh tulisan segera dia menyuruh para murid.
Revi nyengir. Bangkit dari tempat duduknya. Dia tahu maksud bahasa isyarat Rara. Siapa lagi cowok yang diharap di hari Jumat. Nama Revirzha Hamdani masuk dalam daftar nama piket dan parahnya lagi satu-satunya cowok di muka kelas dalam daftar itu. Dia yang paling malas, lamban masuk sekolah. Baru pagi ini dia sama sekali tak ada bagian menyapu atau buang sampah. Apa Rara tidak sebal.
Selama dia berbagi tugas piket dengan Revi. Revi tak pernah pegang sapu. Hari Jumat sengaja lama-lama turun. Seakan sengaja mencari celah untuk menambah permasalahan dengan Rara. Bila kelas XI kelak, Rara berharap tidak satu kelas bersama Revi lagi. Dengan begitu dia taklah gondok sama Revi. Dia tak tahu apa alasan Revi sebenarnya. Yang dia tahu, Revi selalu bilang kesiangan bangun, nonton TV hingga jauh malam, main game. Halah. Itu-itu melulu. Lama-kelamaan Rara bosan mempertanyakan terus.
Padahal tadi Rara dibujuki sama Revi begini, “Psst.” Panggilan Revi tak digubris oleh Rara. Lantas Revi berujar, “Kebagian hapus papan tulis sepanjang hari aku deh. Ok.”
Di belakang punggung Revi, Rara melengus panjang. Omong kosong doang! Katanya mau hapus. Malah aku ingatkan ke dia. Huh.