Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 64. Pertempuran Segitiga

27 Januari 2025   19:19 Diperbarui: 27 Januari 2025   19:19 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertempuran Segitiga

Oleh Wahyudi Nugroho

Naga Wulung menggeser kakinya mendekati pemimpin pengawal. Ia  merasa perlu menyampaikan pendapatnya agar beban kerja para pengawal tidak terlalu berat.

"Gunakan panah untuk mengurangi jumlah lawan." Bisik Naga Wulung.

"Terima kasih. Kau telah membangunkan aku dari mimpi buruk,tercengang  oleh kehadiran dua kelompok penyamun yang menghadang kita." Jawab pemimpin pengawal.

"Siapkan panah !! Kurangi jumlah kedua pasukan !" Perintah pemimpin pengawal. 

Dengan tergesa-gesa semua pengawal menyiapkan busur. Sambil bersembunyi dibalik pedati, mereka menunggu munculnya anggota gerombolan dari balik perdu liar di pinggir batang-batang kayu hutan jati.

Beberapa obor yang menyala tertiup angin sepoi. Lidah apinya bergerak-gerak membangun bayangan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak pula.

Samar-samar beberapa perdu nampak terkuak oleh tangan-tangan kekar. Muncullah beberapa orang bersenjata dari balik tanaman perdu sambil tertawa-tawa.

Dari sebelah barat hampir semua  anggota penyamun berpakaian hitam. Sementara dari timur hanya bercelana dan berikat kepala. Tubuh mereka seperti bergerak-gerak oleh terpaan cahaya obor.

"Lebih baik kalian menyerah. Sia-sia saja kalian melawan. Kalian semua pasti tumpas." Kata seseorang dari gerombolan yang datang dari timur.

Pemimpin pengawal masih diam, tak memberi reaksi apa-apa. Ia menunggu gerombolan itu semakin dekat, agar bisa dijangkau anak-anak panah para pengawal.

Ketika para anggota gerombolan berbondong-bondong mendekat, dan tinggal beberapa ratus depa jaraknya dari para pengawal, dengan berteriak keras pemimpin pengawal meneriakkan perintah.

"Serang !!!!" 

Dua kelompok  pengawal muncul dari balik pedati. Satu kelompok menyerang gerombolan dari timur, sekelompok lagi menyerang gerombolan yang datang dari barat.

Anak-anak panah berujung logam yang runcing dan tajam itu  terbang dengan cepatnya susul menyusul. Sebentar saja terdengar jerit kesakitan dari dua gerombolan yang hendak mengganggu rombongan itu.

Beberapa orang jatuh bersimbah darah. Dada, kepala, leher dan perut mereka tertembus oleh anak panah. Hanya mereka yang sigap menolak anak-anak panah itu yang selamat dari maut.

"Syetan kalian. Tak ada ampun bagi kalian, semua akan kami bantai." Teriak pemimpin gerombolan dari barat. "Serang !!!" Lanjutnya.

Para pengawal melempar busurnya, dengan cepat tangan mereka mencabut pedang. Tak kalah kerasnya mereka bersorak menyambut datangnya musuh.

Sebentar saja terdengar denting senjata yang beradu dengan kerasnya. Bunga-bunga api berloncatan saat logam-logam senjata itu saling beradu. Dibarengi suara sorakan, makian dan umpatan kian menambah riuh pertempuran itu.

Pemimpin pengawal masih diam berdiri bersama lima orang pengiringnya. Nampaknya ia bingung menjatuhkan pilihan, pimpinan gerombolan mana yang lebih dahulu dilawan.

Namun tiba-tiba pemimpin pengawal itu sedikit terkejut menyaksikan kelebat seseorang yang bersenjata sepasang pedang dengan gerak yang gesit cepat dan kuat ambyur kedalam gelanggang.

Tanpa ragu-ragu orang itu menyerang anggota gerombolan yang menghadangnya. Rupanya ia cepat paham membedakan lawan dan kawan. Semua orang yang terbalut lehernya dengan secarik kain tak diserangnya, karena itu ciri anggota pengawal rombongan.

"Hebat gadis itu. Tentu ia seorang pendekar besar. Beruntunglah kita bersama-sama dengannya." Katanya lirih. 

Ketika ia menengok kearah  pemuda yang semula berdiri di sampingnya, ternyata pemuda itu telah melangkahkan kakinya mendekati pemimpin gerombolan yang datang dari timur.

"Pemuda itupun pasti seorang pendekar. Tanpa senjata ia mendekati gembong penyamun pendatang baru di hutan ini." Kata pemimpin pengawal.

"Jika demikian kita serang bersama Demalung saja Kang." Kata anak buahnya.

"Baik. Siapkan senjata dan hati kalian. Tidak mudah mengalahkan Demalung." Jawab sang pemimpin.

Merekapun lantas bergerak mendekati lelaki kekar berpakaian serba hitam dan bertopeng babi hutan yang tengah berdiri menyaksikan pertempuran itu.

Demalung tertawa terbahak-bahak saat menyadari enam orang melingkari dirinya dengan senjata pedang di  tangan.

"Sudahkah kalian rela ditinggal nyawa kalian. Pedang-pedang kalian tak berarti bagiku. Hanya dengan diam saja kalian tak akan bisa melukaiku."katanya sembari mengeluarkan gelang besi dari saku celananya.

"Majulah. Siapa yang ingin lebih dahulu pergi ke alam maut." Kata lelaki bertopeng itu.

Tak ada satupun pengawal yang memulai menyerang. Mereka berlima menunggu musuhnya lebih dulu bergerak. Namun yang ditunggu tetap saja tertawa-tawa pada tempatnya.

Demalung menimang-nimang lingkaran besi di tangannya. Dengan benda itu ia biasanya menangkis dan menolak serangan senjata lawan, juga membunuh musuh dengan pukulan pada dada atau kepala.

Kekuatan tenaganya yang besar yang disalurkan pada gelang besi yang digenggamnya, menyebabkan musuh-musuhnya seketika menghentikan perlawanan. Jika dadanya tidak hancur, pasti kepalanya yang pecah.

Namun sebelum senjata mereka sempat beradu, telinga mereka dikejutkan oleh gelegar suara cambuk yang berkali kali terdengar. Demalung mendongakkan kepalanya, memastikan dari mana sumber suara yang menggelegar itu. Pasti cambuk itu digerakkan oleh tangan yang sangat kuatnya.

Ketika suara cambuk itu sekali lagi membelah udara malam, tiba-tiba saja Demalung melompat dan berlari meninggalkan lawan-lawannya.

"Kalian kelinci-kelinci kerdil tak pantas melawanku." Kata Demalung sebelum meloncat pergi.

Sementara itu Sekar Arum telah membabat habis musuh-musuh yang menghadangnya. Geraknya benar-benar gesit dan lincah. Sepasang pedangnya berputar seperti baling-baling. Dengan ilmu peringan tubuhnya ia melompat kesana kemari, sekali menukik pedangnya mesti membelah tubuh lawan.

Banyak anggota gerombolan yang miris menyaksikan tandangnya. Bak garuda yang buas ia menerkam mangsa-mangsanya. Setiap kali ia dikepung oleh beberapa orang lawan, selalu dapat lolos dengan meninggalkan korban.

Tak bisa menyaksikan anak buahnya diobrak-abrik seorang perempuan, dua pemuda berwajah kembar menghadangnya. Dibantu oleh lelaki cebol yang bermata beringas mencoba untuk menghentikan ulah Sekar Arum.

Namun Sekar Arum tak mau terikat meladeni ketiga orang itu saja. Setiap lawan-lawannya hendak mengurungnya ia senantiasa mencoba lolos, untuk menyerang orang lain yang mengeroyok seorang pengawal.

Dengan caranya itu ia dapat membantu membebaskan para pengawal dari bahaya akibat jumlah lawan yang tak seimbang. Berulang kali dua pemuda kembar itu mengumpat, karena lawannya tiba-tiba hilang dalam riuhnya pertempuran.

Pemuda kembar dan si cebol itu baru tahu posisi lawannya jika telah terdengar jerit menyayat salah seorang kawannya yang menjadi korban. Maka ketiganya buru-buru melompat kearah suara jeritan itu.

Betapa kecewanya ketiga pembantu Demalung setelah tiba diarena pembantaian kawannya. Mereka selalu terlambat melihat lawan yang dicarinya.

Demikianlah peristiwa seperti itu berulang kali terjadi, hingga membuat ketiga pembantu setia Demalung merasa amat jengkel. Ketiganya tak mampu memburu musuhnya yang hanya seorang perempuan itu diarena pertempuran yang tak begitu luas 

Sementara Demalung telah sampai di arena pertempuran pemimpin gerombolan pendatang baru di hutan Bonggan. Lawannya seorang pemuda bercambuk yang sangat perkasa. Sekali meledak cambuk di tangan pemuda itu selalu menjatuhkan korban, jika bukan anggota gerombolan baru itu juga anggota gerombolannya.

Demalung mengedarkan pandangannya ke sekeliling lingkaran pertempuran itu. Ternyata di sana terjadi pertempuran segitiga. Bukan pengawal saja yang menjadi musuh bersama, namun antar anggota dua gerombolan juga bertempur dengan serunya.

"Gila. Orang-orang bodoh." Maki Demalung.

"Anjing kerdil. Lepaskan lawanmu !!!" Teriak Demalung.

"Jangan menghinaku Demalung. Ia pasti tewas ditanganku." Teriak Ajak Wana dengan kerasnya.

"Kau tak mampu melawannya. Cambuknya mengingatkan aku kepada pendekar besar Medang Kamulan. Ia pasti murid Ki Kidang Gumelar yang telah membunuh guruku. Minggirlah, aku akan membalaskan dendam guruku." Kata Demalung.

"Bukankah yang membunuh gurumu adalah gurunya. Mengapa kau katakan balas dendam ?" Jawab Ajak Wana.

"Persetan kau. Minggir !!!" Teriak Demalung.

 Namun sebelum Demalung meloncat masuk arena, Ajak Wana tiba-tiba menjerit kesakitan. Ujung cambuk Naga Wulung membelit lehernya. Saat pemimpin gerombolan baru itu hendak menarik ujung cambuk  dengan tangannya, sebuah kekuatan yang dahsyat menyentak melandanya. Hingga lelaki itu terputar tubuhnya seperti gangsing yang dimainkan anak-anak.

Saat ujung cambuk itu terlepas, kepala lelaki berbadan kerempeng itu telah terpisah dari gembungnya. Darah mengucur dari leher yang terputus, badannya mengejang-ngejang seperti ayam sedang sekarat saat baru disembelih.

Demalung tercengang sesaat, setitik  keraguan menyelinap di relung hatinya. Ia sangsi apakah mampu melawan keperkasaan pemuda itu. Namun hatinya mapan kembali setelah otaknya bekerja.

Ia memiliki  ilmu kebal yang telah mencapai tingkat sempurna. Senjata apapun tak akan mampu melukainya.  Apalagi hanya cambuk.

Usia calon lawannya juga masih muda. Belum separo dari usianya. Waktu bergurunya tentu masih pendek. Pengalaman di dunia persilatan tentu  juga belum  seberapa.

"Kau hebat anak muda. Mampu membunuh Ajak Wana  dengan mudah. Tapi kau  jangan berbangga dulu, apalagi  menjadi congkak dan  sombong. Cambukmu tak berarti bagiku."  Kata Demalung sesumbar.

"Kaulah yang congkak dan sombong  Demalung." Jawab  Naga Wulung.

"Kau sudah kenal namaku ?" Tanya Demalung.

"Setiap kepala sudah tahu siapa kamu. Hantu hutan Bonggan yang serakah dan kejam, yang malu melihat wajah sendiri, itulah sebabnya  selalu memakai topeng wajah seekor babi hutan jantan." Jawab Naga Wulung.

"Persetan apapun yang kau katakan." Desis Demalung. "Bersiaplah menjemput hari akhirmu." Lanjutnya. 

Naga Wulung membelai ujung cambuknya. Ia diam saja mendengar sesumbar Demalung. Hatinya justru sedikit gembira mendapat kesempatan bertemu tokoh hitam  di hutan Bonggan.

Sementara itu pemimpin pengawal rombongan pedagang berserta lima orang kepercayaannya telah terlibat pertempuran melawan sisa-sisa pengikut Demalung. Sebagian anggota penyamun itu telah  dibabat habis oleh Sekar Arum.

Lelaki kekar berjambang kepercayaan para  pengawal itu begitu kagum dengan gerak-gerik  Sekar Arum memainkan jurus-jurus pedangnya. Luwes gesit lincah dan kuat.

"Gadis perkasa." bisiknya pelan.

Sementara Sekar Arum terus meloncat-loncat berpindah tempat, seolah-olah seluruh arena pertempuran hendak dijelajahinya.  Ia memang bertekat  secepatnya membuat keseimbangan pertempuran di tengah hutan itu.  Kelebihan jumlah musuh harus disusut secepatnya. 

Tanpa ragu-ragu pedangnya bergerak membabat  lawan. Entah dari  gerombolan berkostum  hitam atau dari  gerombolan  yang satunya. Setiap pedangnya meluncur cepat selalu diikuti suara jerit kesakitan dari lawan yang diincarnya.

Barulah ia mendekati tiga orang yang selalu menguntitnya. Dua pemuda kembar dan si  cebol yang sangat geram kepada Sekar Arum.

Gadis itu menunggu tiga calon lawannya dengan berdiri tenang sambil menyilangkan dua pedangnya di depan dada.  Mata tajam dan waspada mengamati  tingkah lawan-lawannya yang berusaha mengepungnya dari tiga penjuru.

Tiba-tiba si cebol bergerak  cepat menyerudukkan kepalanya  dari arah samping. Sekar Arum menghindar dengan melompat tinggi dan menghantamkan sisi pedangnya yang tumpul ke kepala si cebol dengan kerasnya.

Terdengar  bunyi "ting" saat logam senjata itu  beradu dengan kepala gundul si cebol. Persis seperti logam beradu dengan batu. Sekar Arum sadar bahwa lawannya memiliki ilmu kebal.

Namun sama sekali ia tak kawatir.  Ia  pernah mengadu  kesaktian dengan pendekar besar saat kademangan Maja Dhuwur di serbu. Dalam pertempuran sengit  satu  lawan satu dengan Cucak Arga,ia mampu mengalahkannya. 

"Celakalah kau  gadis. Memasuki sudung  babi hutan yang ganas. Hanya namamulah nanti yang akan dikenang." Kata si cebol.

"Jangan banyak cakap. Majulah berbarengan. Agar aku lekas membereskan kalian." Jawab Sekar Arum.

"Jumawa. Sudah ribuan pendekar jadi tumbal di hutan ini. Kaupun akan mati di sini ." Jawab salah seorang pemuda kembar.

"Telah tiba saatnya kisah hantu hutan Bonggan berakhir. Agar kawula leluasa menyebrang hutan tanpa gangguan babi-babi hutan." Jawab Sekar Arum. "Bersiaplah. Kita pertaruhkan nyawa kita diujung senjata." Lanjutnya.

Sebentar kemudian terjadilah pertempuran  yang sengit dan seru. Sekar Arum tidak lagi mengendalikan dirinya, ia bangkitkan seluruh perbendaharaan ilmu yang tersimpan  dalam tubuhnya. Termasuk ajian garuda sakti warisan gurunya.

Sepasang pedang ditangannya tiba-tiba berputar kencang. Suara berdengung  terdengar dengan keras. Udara  disekitar nyapun ikut berputar,  menghamburkan semua benda layaknya tersapu  angin lesus.

Sebuah lengkingan terdengar dari mulutnya,  berbareng  dengan lompatan-lompatan kaki yang cepat mengitari lawan-lawannya yang agak kebingungan. Jika semula mereka yang mengepung,kini justru mereka  yang terkurung oleh bayangan yang bergerak cepat mengitarinya.

Sementara itu Naga Wulung juga tengah mengurung Demalung dengan sabetan-sabetan cambuknya. Awalnya hantu hutan Bonggan itu hanya tertawa-tawa saja terkena sabetan ujung cambuk. Karena sama sekali ia tak merasakan pengaruhnya atas kulit lelaki bertopeng babi hutan itu.

Namun lama-lama ia heran,  ujung cambuk itu mampu menembus ilmu kebalnya. Terbukti ujung cambuk bergerigi itu meninggalkan bekas warna merah pada kulitnya. Barulah ia sadar bahwa lawannya yang masih muda itu tak dapat diremehkan.

Itulah sebabnya manusia bertopeng babi hutan itupun meningkatkan ilmunya pula. Geraknya semakin lama semakin cepat dan kuat. Sambaran tangannya yang menggenggam gelang besi itupun kian mendebarkan. Pertanda dalam dirinya tersimpan tenaga dalam yang sangat besar.

Namun lawannya kini adalah Naga Wulung. Pemuda yang seolah dianugrahi keajaiban. Dalam waktu yang singkat ia mampu menggapai puncak ilmu cambuk nagageni yang dahsyat. Tidak heran jika pertempuran dua tokoh kian lama kian hebat.

Sementara itu pertempuran Sekar Arum dengan ketiga lawannya hampir mencapai puncaknya. Tiga tokoh gerombolan penyamun  semakin yakin bahwa mereka akan mampu menguasai gadis pendekar yang menjadi  lawan mereka bertiga. Sepasang pedang gadis itu  terbukti tak mampu melukai  kulit mereka.

Namun anggapan itu berubah total seketika, ketika gadis itu memutar pedangnya dan menyilangkan  sepasang pedang itu di depan dada. Matanya tajam mengawasi musuh-musuhnya. Selang sesaat ia berteriak seraya melompat keudara tinggi-tinggi, kemudian meluncur turun dengan cepat menyambar leher si cebol yang paling sakti dari ketiganya.

"Craaakkk.....bet bet." 

Si cebol tak sempat berteriak. Kepalanya lepas dari leher dan jatuh menggelinding di tanah, tertutup oleh darah yang tak henti- henti mengucur.

Dua pemuda kembar itu terkesima melihat tubuh si cebol kejang-kejang. Waktu yang pendek itu digunakan Sekar Arum dengan baiknya. Tak ada kesempatan semacam itu akan berulang lagi.

Secepat kilat menyambar di langit kakinya bergerak mengirim tendangan beruntun ke dada lawan-lawannya. Dua pemuda kembar itu jatuh bergulingan di tanah.  Saat mereka  melompat bangun, nasib buruk melandanya. Pedang Sekar Arum meluncur dahsyat menebang leher dan menghujam dada.

Kedua pemuda itu terjatuh kembali ketanah, tubuhnya kelojotan karena sekarat ditinggal pergi nyawanya.

(Bersambung) 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun