Sementara itu pemimpin pengawal rombongan pedagang berserta lima orang kepercayaannya telah terlibat pertempuran melawan sisa-sisa pengikut Demalung. Sebagian anggota penyamun itu telah  dibabat habis oleh Sekar Arum.
Lelaki kekar berjambang kepercayaan para  pengawal itu begitu kagum dengan gerak-gerik  Sekar Arum memainkan jurus-jurus pedangnya. Luwes gesit lincah dan kuat.
"Gadis perkasa." bisiknya pelan.
Sementara Sekar Arum terus meloncat-loncat berpindah tempat, seolah-olah seluruh arena pertempuran hendak dijelajahinya.  Ia memang bertekat  secepatnya membuat keseimbangan pertempuran di tengah hutan itu.  Kelebihan jumlah musuh harus disusut secepatnya.Â
Tanpa ragu-ragu pedangnya bergerak membabat  lawan. Entah dari  gerombolan berkostum  hitam atau dari  gerombolan  yang satunya. Setiap pedangnya meluncur cepat selalu diikuti suara jerit kesakitan dari lawan yang diincarnya.
Barulah ia mendekati tiga orang yang selalu menguntitnya. Dua pemuda kembar dan si  cebol yang sangat geram kepada Sekar Arum.
Gadis itu menunggu tiga calon lawannya dengan berdiri tenang sambil menyilangkan dua pedangnya di depan dada.  Mata tajam dan waspada mengamati  tingkah lawan-lawannya yang berusaha mengepungnya dari tiga penjuru.
Tiba-tiba si cebol bergerak  cepat menyerudukkan kepalanya  dari arah samping. Sekar Arum menghindar dengan melompat tinggi dan menghantamkan sisi pedangnya yang tumpul ke kepala si cebol dengan kerasnya.
Terdengar  bunyi "ting" saat logam senjata itu  beradu dengan kepala gundul si cebol. Persis seperti logam beradu dengan batu. Sekar Arum sadar bahwa lawannya memiliki ilmu kebal.
Namun sama sekali ia tak kawatir.  Ia  pernah mengadu  kesaktian dengan pendekar besar saat kademangan Maja Dhuwur di serbu. Dalam pertempuran sengit  satu  lawan satu dengan Cucak Arga,ia mampu mengalahkannya.Â
"Celakalah kau  gadis. Memasuki sudung  babi hutan yang ganas. Hanya namamulah nanti yang akan dikenang." Kata si cebol.