"Adakah pesan lain yang diberikan oleh Dyah Tumambong ?" Tanya Yuyu Rumpung.
"Tidak tuan. Tengah malam ia datang ke rumahku dan memerintahku untuk mengantar rontal ini kepada tuan." Jawab Sawer Welang.
"Baiklah. Terserah kepadamu. Kamu akan langsung pulang melaporkan tugasmu, atau ikut bersama kami membumi hanguskan istana Giriwana."
"Saya akan mendahului perjalanan tuan. Saya takut Tuan Tumambong marah karena aku terlambat melapor." Jawab Sawer Welang.
"Baiklah. Selamat jalan." Kata Yuyu Rumpung.
Sawer Welang segera melarikan kudanya menuju dusun Jungabang untuk mampir ke rumah orang tua wanita yang pernah dibawanya. Ia sengaja mengajak wanita itu pergi karena ia tahu watak tuannya. Ia tidak ingin meninggalkan ayam betina piaraannya di kandang yang ditunggu seekor musang.Â
Ia berniat untuk pergi jauh dari istana Giriwana. Hatinya tak lagi tenang untuk terus mengabdi kepada Dyah Tumambong. Keinginannya untuk mengabdi pangeran Erlangga, menjadi salah satu abdi di istana itu pupus, Dyah Tumambong hanya mengobral janji yang tak pernah ditepati, untuk mengantarkan dirinya menghadap pangeran itu.Â
Keputusannya sudah bulat untuk membawa kuda milik tuannya sebagai bekal hidup dengan calon istrinya di negeri yang jauh dari Istana Giriwana.
Sementara itu Yuyu Rumpung segera mengumpulkan beberapa anak buah. Tiga orang di utus pergi ketiga tempat, untuk menemui pimpinan petani di selatan dan utara istana Giriwana. Seorang lagi melaporkan rencana penyerbuan kepada Gusti Maha Dewi Panida.
Ketiga orang itu  dibekali pesan agar pasukan segera merapat ke istana Giriwana tiga hari setelah utusannya menghadap. Kepada utusan yang hendak menghadap kepa sesembahannya di Lhodoyong ia hanya menitipkan sebuah surat.
Iapun memerintahkan sepuluh orang prajurit terpilih untuk mendahului rombongan prajurit lain. Tugas kelompok prajurit terpilih itu untuk melumpuhkan kekuatan pasukan berkuda milik pangeran Erlangga.