"Apakah hanya ini saja tuan yang harus saya bawa ?"Â
"Setan. Kapan kau tak minta upah jika aku perintah ?"
"Hanya tuan sumber hidup saya yang tak pernah kering."
"Hahaha setan kau."Â
Dyah Tumambong mengeluarkan kampil sutranya dari balik baju. Ia ambil lima keping perak dan melemparkannya ke atas tanah. Sawer Welang tertawa senang melihat lima logam berkilat memantulkan cahaya obor kecil di tiang rumahnya.
"Tumben. Tuan dermawan sekali malam ini ? Pasti ada sesuatu yang tuan inginkan." Kata Sawer Welang.
"Enggak. Kenapa cerewet kau. Itu agar kau lekas berangkat saja mengemban tugas ini. Awas !! Jika fajar besuk kau tak kembali, aku hajar kau. Sudah !!! Aku pulang."
Dyah Tumambong segera keluar rumah bambu itu, melangkah tergesa membelah gelap malam.
Sawer Welang segera berganti pakaian. Iapun memerintah wanitanya untuk juga bersiap-siap. Mereka berdua akan pergi bersama menjalankan tugas dari Dyah Tumambong.
Setelah mematikan obor penerang rumahnya, keduanya bergegas keluar rumah. Sejenak kemudian terdengar derap kaki kuda dalam sunyi malam itu. Suaranya membelah udara dan menerobos telinga bayangan hitam yang tengah jongkok di pinggir jalan di balik perdu berdaun rimbun.
Bayangan itu lantas berdiri dan bergegas berjalan menuju rumah Sawer Welang. Pintu yang telah kehilangan palang itu nampak terbuka, bayangan itu langsung menyelonong masuk rumah.