"Ampun tuan, dia calon isteri saya." Tiba-tiba Sawer Welang berucap.
"Setan. Ternyata kau memang bandot sejak dilahirkan Sawer Welang. Sudah berapa wanita yang kau akui sebagai isterimu. Dasar Bandot." Kata Dyah Tumambong sambil memandangi seluruh lekuk tubuh wanita itu.
Sawer Welang diam saja, hanya dapat menundukkan kepalanya. Ia baru mendongak ketika Dyah Tumambong memerintahkan agar menjalankan sebuah tugas.
"Ada tugas penting untukmu." Kata Dyah Tumambong.
"Siap tuan. Tugas apa yang harus aku kerjakan ?" Jawab Sawer Welang.
"Malam ini kau harus pergi ke barak-barak orang-orang yang kini mesanggrah di hutan sebelah barat dusun Jungabang"
"Siap tuan."
"Sampaikan suratku untuk Kakang Yuyu Rumpung, pemimpin orang-orang yang tinggal di sana. Agar lebih cepat, kau bawa kudaku, esok hari sebelum fajar kau harus kembali." Perintah Dyah Tumambong.
"Baik tuan. Terus tuan kembali ke istana jalan kaki ?" Tanya Sawer Welang.
"Istana tidak jauh. Agar kaki kudaku tidak menimbulkan kecurigaan, aku akan jalan kaki saja." Jawab Dyah Tumambong.
Lelaki itu menerima sebuah lontar dari tangan Dyah Tumambong. Ia segera berdiri dan melangkah mendekati dinding bambu dekat pintu. Sebuah bumbung bambu bertali serat pohon yang bergantung di dinding itu ia ambil, lontar di tangannya ia masukkan ke dalam bumbung.