"Kalian bertiga telah melakukan kesalahan yang besar, telah berani berusaha mencelakai calon senopati kepercayaan Adinda Pangeran Erlangga. Untunglah ilmu kalian masih dangkal, meski kalian memiliki Aji Alas Kobar. Ajian sesat kalian tak akan mampu mengungguli aji pemuda itu, Tapak Naga Angkasa."
"Kami belum kalah tuan." Kata Soma Gedeg.
"Itu karena kalian mengeroyoknya. Apalagi ia tak berniat membunuh kalian bertiga, hanya karena tahu Dyah Tumambong salah satu abdi di Giriwana. Jika dia tak mempertimbangkan itu, tubuh kalian akan hancur berkeping-keping karena cambuknya." Kata Senopati Narotama.
"Saya tidak percaya tuan. Meski cambuknya berulang kali mengenai tubuh kami, terbukti kami tidak mengalami cedera." Kata Aki Tangkis Baya.
"Kalian berani bertaruh ? Bahwa dia mampu mengalahkan kalian. Jika berani aku jadi saksi kalian mengadu ilmu puncak kalian. Berapa kalian diupah oleh Dyah Tumambong ? Jawab !!!"
"Tiga puluh keping emas tuan, jika kami mampu membunuh Sembada dan merebut gadisnya." Jawab Soma Gedeg Spontan.
"Besar juga harga nyawa pemuda itu. Dari mana kau peroleh uang sebesar itu Tumambong ?" Tanya senopati Narotama.
Dyah Tumambong tidak berani menjawab. Kepalanya semakin menunduk ke bawah. Senopati Narotama menunggu jawabannya sesaat, namun satu katapun tak keluar dari mulutnya.
"Jika demikian baiklah. Tiga puluh keping emas jadi taruhan kalian mengadu ilmu. Tapi caranya aku yang menentukan. Kalian aku tunggu di dekat pohon beringin itu, siapa yang mampu menghancurkan dua batu hitam di dekat pohon itu dialah yang menang." Kata Senopati Narotama. Priyagung istana Giriwana itu lantas membalikkan badan dan berjalan meninggalkan tiga orang itu.
Senopati Manggala, Sembada dan Sekar Arum mengikutinya di belakang. Mereka berjalan dalam diam tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka.
Baru setelah sampai di bawah beringin contong itu Senopati Manggala tak mampu menahan hatinya untuk bertanya.