"Sumpah tuan, kami hanya ingin mengadu ilmu."
Senopati melemparkan lontar ke muka Dyah Tumambong.
"Bukankah itu surat tantanganmu kepada Sembada ? Jika kau menang akan membawa Sekar Arum sebagai barang taruhan ?" Tanya senopati Narotama.
Dyah Tumambong bungkam tak bisa membuka mulutnya lagi. Kepalanya menunduk, matanya menatap tanah di depannya. Demikian juga dua lelaki di sampingnya.
"Lantas barang apa yang kau pertaruhkan jika kau kalah dalam pertarungan ?" Tanya senopati Narotama.
"Kami belum kalah tuan..."jawab Aki Tangkis Baya. Senopati Narotama menoleh kepada lelaki tua berjenggot panjang itu.
"Siapa kau ?"
"Saya sahabat Soma Gedeg tuan. Nama saya Aki Tangkis Baya" Jawab lelaki itu.
"Tangkis Baya ? Bukankah kau abdi setia Maha Dewi Panida dari Lhodoyong ? Kenapa kau kemari, mematai-matai Giriwana ?" Tanya senopati Narotama.
"Tidak tuan. Kami hanya ingin bertemu dengan adi Soma Gedeg."
"Seperti mulut Dyah Tumambong, ucapanmu juga tak dapat aku percaya." Kata Senopati Narotama. Lelaki itupun diam tak berani bersuara lagi. Orang yang dihadapinya memiliki perbawa yang sangat besar, nyalinya tak mampu menggerakkan kepalanya untuk mendongak.