Terdengar teriakkan yang keras dari mulut tiga orang itu. Lantas mereka melompat dan menghantam batu itu. Sungguh akibatnya cukup mengagumkan, meski batu hitam itu tidak pecah berhamburan, namun ujung atas batu itu nampak retak, dan bengkah sebesar kepala orang. Gumpalan itu lantas menggelinding jatuh ke tanah.
"Hahaha ternyata gabungan ilmu kalian bertiga hanya mampu mencuwil sebagian kecil dari batu itu. Aku semakin yakin kalian akan dapat dirobohkan pemuda itu jika dia berniat membunuh kalian." Kata Senopati Narotama.
"Dia belum membuktikan ilmunya tuan."kata Dyah Tumambong.
"Baiklah. Sembada, sekarang giliranmu. Kau bisa menggunakan cambukmu. Tunjukkan kepada mereka bahwa ilmumu tak bisa diremehkan." Kata Senopati Narotama.
Sembada mengurai cambuknya. Ia lantas melangkah kearah dua batu hitam yang berdiri berjajar itu. Sekitar sepuluh tombak dari batu itu ia berhenti. Ia ingin menghancurkan batu itu dari suatu jarak yang tak terjangkau ujung cambuknya.
Senopati Manggala, ayah Sembada, dan Sekar Arum berdebar-debar hatinya. Mereka belum pernah melihat Sembada menggunakan puncak ilmunya pada sebuah batu hitam yang besar. Kabar yang ia dengar Sembada membunuh Gagak Arga dan Bonge Kalungkung dengan lecutan cambuk, hingga tubuh dua tokoh sakti itu hancur berkeping-keping. Namun mereka tidak menyaksikan itu sendiri.
Kini mereka akan melihat sendiri bagaimana Sembada memecah batu itu dengan cambuk, pada jarak yang sangat jauh dari jangkauan panjang cambuknya. Hati mereka berdebar menantikannya.
Namun sejenak kemudian mereka melihat Sembada telah memutar cambuknya. Setelah itu ia berteriak dengan keras sambil melecutkan ujung cambuk itu mendatar. Nampak sebuah cahaya putih kebiruan melesat seperti kilat dan beruntun menghamtam dua batu hitam sebesar gajah itu. Akibatnya sungguh mencengangkan.
"Blaarrr. Blaaarrr."Â
Dua ledakan dahsyat terdengar berurutan. Ketika cahaya putih kebiruan itu menerjang dua batu hitam itu, ledakkan yang ditimbulkannya menggetarkan seluruh pepohonan disekitarnya. Daun-daun pohon-pohon itu rontok jatuh ketanah seperti hujan. Sementara dua batu itu hancur seperti tepung yang berhamburan di udara.
"Hebattt....." tak terasa mulut Aki Tambak Baya terbuka dan mengeluarkan kata pujian itu.