Baru sejenak kaki Sembada mendarat di tanah, Soma Gedeg menyerangnya dengan pukulan melintang. Sembada menggerakkan kakinya melingkar, kemudian melontarkan tubuhnya ke belakang.
Ketika dua orang itu mengejar bersama-sama dan menyerangnya, Sembada menggerakkan cambuknya mendatar menghadang gerak mereka. Sebuah goresan melintang tergambar pada perut dan dada lelaki pengeroyoknya. Sebuah umpatan dan makian keluar dari mulut dua orang itu, baju merekapun robek karena karah baja diujung cambuk sembada.
"Setan alas, cucu demit. Kau robek bajuku."
"Hati-hatilah, sebentar lagi perutmu yang aku belah."
Demikianlah pertempuran itu semakin lama semakin sengit. Dua orang bersenjata sepasang penggada itu tak mampu mengurung Sembada dalam kepungan. Pemuda itu dengan gesit lincah dan ringannya menggerakkan badan untuk keluar dari garis serang musuh-musuhnya. Hingga berpuluh-puluh jurus keduanya tak dapat mendaratkan senjatanya ke tubuh lawan.
Sementara di lingkaran lain Sekar Sari bergerak dengan cepat melayang-layang seperti terbang mengitari kedua lawannya. Dua orang pemuda itu sedikit kebingungan melawan gadis cantik itu. Ternyata ilmunya sangat tinggi sekali. Tenaganyapun sangat besar, dan mampu membenturkan pedangnya dengan senjata dua pemuda itu.
"Gadis kuntilanak, cucu iblis." Salah seorang pemuda itu mengumpat.
Sekar Arum terus mengitari lawannya dengan gerak yang sangat cepat, sekali-sekali mengirim serangan beruntun yang membingungkan lawan. Sepasang pedangnya berdesing-desing mendirikan bulu roma.
Belum lama mereka bertempur mendadak mereka mendengar beberapa kaki kuda berderap menuju tempat mereka bersabung nyawa. Sembada dan Sekar Arum sadar, lawannya akan bertambah. Mereka tentu Dyah Tumambong dan anak buahnya.
Sebentar kemudian datanglah sekelompok prajurit berkuda, di pimpin oleh lelaki tegap kekar berkumis dan berjenggot lebat. Dialah Dyah Tumambong.
"Kalian belum mampu merangket dua orang ini ?" Kata Dyah Tumambong.