"Ke taman sari keputren ayah. Diundang Gusti Ayu Galuh Sekar untuk menemuinya, sekaligus mohon pamit besok kami pulang ke kademangan." Jawab Sembada.
"Jangan lupa mintalah ijin jika ingin pulang besok kepada Pangeran Erlangga dan Senopati Narotama." Saran ayahnya.
"Baik ayah, nanti sore kami akan menghadap." Jawab Sembada.
Sementara itu Sekar Arum tengah berbincang dengan Gusti Ayu Galuh Sekar. Mereka mengenang kembali masa-masa kebersamaan mereka di Istana Galuh, saat Medang Kamulan masih Jaya. Keduanya sama-sama masih remaja saat itu, dan sering berlatih menari bersama di keraton.
"Aku sering memimpikan masa-masa indah kita di keraton Medang,# Arum. Entah mengapa ? Meski di sinipun aku tidak kekurangan apa-apa." Kata Putri Galuh Sekar.
"Itu hal yang wajar Gusti Ayu. Akupun sering bermimpi sedang bermain-main dengan Mbok Ayu Sekar Sari dan kakang Sembada di halaman dalem Katumenggungan. Mungkin karena kita pernah mengalami itu sehingga pikiran kita merekamnya. Saat sedang tenang atau tidur ia kembali membayang, dalam bentuk lamunan atau mimpi." Jawab Sekar Arum.
"Bisa jadi benar katamu, meski tidak kita sadari, apa yang pernah kita alami tentu membekas dalam pikiran. Sewaktu-waktu bisa muncul kembali.Â
Andai engkau masih lama di sini, mungkin kau bisa melatih Kilisuci menari, tentu aku akan senang." Kata Galuh Sekar.
"Aku sudah lama meninggalkan selendang tari Gusti Ayu. Tentu sudah banyak yang aku lupakan gerakan-gerakan tari itu." Jawab Sekar Arum.
"Oh ya, aku dengar kau berguru kepada seorang pendekar ternama dari sebuah padepokan di lereng gunung Arjuna." Tanya Galuh Sekar.
"Benar Gusti Ayu, nama guruku Nyai Rukmini. Sebagai pendekar beliau dijuluki Si Walet Putih Bersayap Pedang. Itulah sebabnya selendang tari sudah aku tinggalkan, berganti sepasang pedang."