Keduanya tidak mempedulikan suasana itu. Mereka terus memacu kuda dengan cepat. Saat mereka sampai pertigaan jalan yang terletak di luar dusun itu keduanya belok ke kiri. Di depan mereka dalam jarak beberapa ratus tombak hutan lebat telah terlihat.Â
"Apakah kita tidak mencari jalan lain saja kakang ? Tak perlu meladeni punggawa istana yang gila itu ?" Kata Sekar Arum.
"Kita terus saja Arum. Akan aku hadapi semua aral yang melintang di jalanku." Jawab Sembada.
"Tapi dia punggawa istana Kang, yang telah diangkat sebagai pemimpin punggawa dalam di istana Giriwana. Sementara kita orang baru dari barisan kepercayaan Pangeran Erlangga." Kata Sekar Arum.
"Apakah kau meragukan kemampuanku menghadapinya ?" Tanya Sembada.
"Aku percaya ilmumu tinggi Kang. Tapi aku juga cemas, orang-orang Bhairawa Tantra konon tidak bisa disepelekan. Apalagi jika yang mencegat kita tidak hanya seorang." Jawab Sekar Arum.
"Jangan takut. Kita telah melewati beberapa ujian yang berat." Kata Sembada.Â
Mereka terus memacu kudanya. Tak berapa lama keduanya memasuki hutan lebat di selatan dusun Junabang itu. Hingga telah jauh mereka melewati lorong jalan yang terpayungi dedaunan itu belum juga mereka bertemu seseorang. Â Apakah Dyah Tumambong membatalkan rencananya ?
Keduanya merasa heran. Mereka tak bisa mengerti maksud Dyah Tumambong mengirim surat tantangan dengan anak panah. Namun saat ia dan Sekar Arum telah sampai di hutan itu, tak seorangpun ada yang menghadang mereka berdua.
"Apakah mereka membatalkan rencana Kakang ? " tanya Sekar Arum.
"Entahlah, aku kira tidak. Tentu mereka mencari tempat yang longgar untuk menghadapi kita seandainya melawan. Dan kita akan melawan." Jawab Sembada.