"Barangkali semua guru memang begitu. Akupun masih selalu kawatir dengan Sekar Arum. Seolah ia anak kecil yang perlu terus aku awasi. Artinya akupun perlu mendidik hatiku sendiri, untuk percaya pada kemampuan murid.
Nahhh,....Lebih baik kita tak usah meributkan hal itu. Kita segera pergi dari sini. Menghindari kemungkinan yang tidak perlu." Kata Nyai Rukmini.
Semua mengangguk-anggukkan kepala.Â
Ketika murid-muridnya pamit hendak mendahului pergi, Mang Ogel mencegahnya.
"Jangan mencari jalan sendiri. Tentu kalian akan kembali ke desa dekat penyebrangan, kemudian melanjutkan perjalanan lewat hutan Waringin Soban. Kita ikuti saja mereka yang sudah mengenal wilayah sini, pasti ada jalan lain yang lebih cepat."
Akhirnya rombongan itu mengikuti langkah empat orang yang baru mendatangi mereka. Di barat hutan Wana Jaya terdapat hutan perdu, mereka bisa menuntun kuda-kuda mereka di sela-sela tumbuhan itu.
Sebelum tengah hari mereka sampai di desa Gayam. Mereka menuju rumah penduduk Gayam yang mereka titipi kuda. Dua orang prajurit sandi ternyata telah datang lebih dulu. Mereka menyambut yang baru datang.
"Selamat datang tuan-tuan. Ki Ardi mendapat kawan-kawan baru rupanya ?" Kata salah seorang prajurit itu.
"Yah. Kita memperoleh teman-teman baru. Mereka datang dari jauh di barat sana, Tanah Pasundan. Hendak bergabung dengan pasukan kita di Maja Dhuwur."
Dua orang prajurit sandi itu membungkukkan badan memberi hormat. Semua anggota rombongan dari Pasundan itu membalasnya.
"Tidakkah sebaiknya mereka diantar ke kademangan Maja Dhuwur Ki Ardi ? Agar senopati mengetahuinya, dan bisa mengambil keputusan akan ditempatkan di mana dalam gelar perang nanti ?" Kata seorang prajurit.