"Baik ki demang. Aku junjung tinggi kepercayaan ki demang kepada saya." Kata Senopati
Sementara  itu pasukan yang berjajar di pinggir persawahan dekat kademangan induk telah melihat munculnya pasukan lawan. Segera mereka menyalakan  obor agar terlihat oleh pasukan musuh. Deretan ratusan obor yang terang benderang yang menyinari mereka segera tertangkap mata semua rombongan pasukan musuh.
Benar saja perhitungan Senopati, gerombolan pasukan itu segera menggelegak  nafsu bertempur mereka. Ketika mereka melihat prajurit kademangan yang sangat lemah itu bergerak maju menyongsong mereka, rombongan pasukan yang hendak menggempur kademangan itu segera berlari untuk  mendekat dan menghancurkan musuhnya itu.
Namun mendadak pasukan kademangan itu terlihat berhenti, mereka nampak termangu-mangu, seolah ketakutan melihat besarnya kekuatan lawan. Ketika jarak mereka tinggal beberapa puluh depa, tiba-tiba para pengawal membuang obor mereka. Kemudian balik badan dan lari sekencang-kencangnya.
Pasukan lawan terpancing mengejar mereka. Dengan gegap gempita mereka bersorak keras sekali sambari mengacung-acungkan senjata. Dengan bernafsu mereka ingin segera membantai lawan.
Namun malang yang mereka dapatkan, barisan terdepan pasukan itu jadi sasaran empuk dan terbuka. Ribuan anak panah tiba-tiba meluncur dengan derasnya. Melanda tubuh mereka yang tak tertutup perisai apapun.
Puluhan  pasukan berjatuhan di tanah. Umpatan dan erang kesakitan keluar dari mulut mereka. Dada, perut bahkan kepala mereka tertembus oleh tajamnya anak panah yang deras seperti hujan, dan melaju cepat  seperti kilat.
Benturan pertama perang itu telah memakan korban yang tidak sedikit di pihak lawan.
(Bersambung)
Â
 Â