Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 34, Perang Tanding (Cersil STN)

2 Juli 2024   13:18 Diperbarui: 2 Juli 2024   14:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana Singa Lodhaya, sejenak Sembada berdiri diam. Ia menanti serangan Singa Lodhaya, pendekar sakti yang setiap gerak dan perilakunya meniru binatang buas itu. Kini otak Sembada mulai berputar, mencari titik lemah ilmu lawannya.

Dalam pikiran Sembada, singa adalah binatang yang mengandalkan kuku-kukunya yang tajam, serta gigi dan taringnya untuk merobek kulit lawan. Tapi Singa Lodhaya tak bergigi dan taring sekuat raja hutan itu. Ia mengandalkan jari-jari yang tersalut logam baja yang diruncingkan, untuk menerkam dan mencakar.

Di tengah hutan tempat hidupnya binatang itu menundukkan lawan dengan merunduknya, kemudian dengan gerakan kejut yang cepat ia menerkam tengkuk lawan. Jika mangsanya mampu menghindar dan lari ia terus mengejar. Kala mangsanya terantuk kakinya atau terperosok lubang, ia bergegas menerkam, dan menggigit leher tepat pada pembuluh darahnya. Meski mangsanya meronta-ronta ia tak akan melepas gigitannya, sampai mangsa lemas kehabisan darah atau kelelahan.

Jarang sekali ia menerkam mangsa dari depan. Jika ia nekat, seekor kijang yang kecil dan lemah tapi bertanduk tajam bisa mengakhiri hidupnya. Perut atau dada singa itu bisa tertembus oleh tanduk binatang lemah itu. Dengan sekuat tenaga si kijang akan menyerudukkan tanduk agar menembus kulitnya, dan mengakhiri hidup pemangsanya.

Mendapat pemikiran semacam itu akhirnya Sembada memutuskan, untuk mengubah cara mengakhiri perlawanan Singa Lodhaya. Ia tidak akan menghindar saat pendekar itu menerkam. Namun menunggunya untuk menghantam sekuat tenaga bagian tubuhnya yang terbuka. Kalau perlu ia akan gunakan puncak Aji Tapak Naga Angkasa miliknya.

"Apa boleh buat, aku harus mengakhiri pertempuran ini." Bisiknya dalam hati.

Demikianlah, ketika hujan yang deras itu reda, keduanya bersiap kembali melanjutkan pertempuran. Tangan kanan Sembada  menggenggam tangkai cambuk dengan erat, tangan kiri dengan telapak terbuka ia letakkan di dada. Pertanda ia telah bangkitkan getaran Aji Tapak Naga Angkasa yang berpusat di jantungnya.

Ketika matanya menangkap bayangan yang melompat tinggi hendak menerkamnya, dengan teriakkan yang keras sekeras auman Singa Lodhaya, Sembada melompot pula menjemput bayangan itu.

Tangannya bergerak cepat menghantamkan ujung cambuknya dengan sepenuh tenaga yang sudah dilambari aji miliknya, Tapak Naga Angkasa. Ketika aji itu berbenturan dengan aji Macan Liwung terdengar sebuah ledakan yang dahsyat. Getaran ledakan itu telah merontokkan dedaunan berbagai pohon di sekitarnya.

Sembada merasakan tenaganya sendiri sebagian berbalik menghantam dirinya, sehingga tubuhnya sempoyongan ke belakang, bahkan iapun jatuh terduduk. Nafasnya sedikit terengah-engah, karena merasakan jalan nafasnya sedikit tersumbat. Segera ia angkat kedua tangan ke atas kepalanya sambil menghirup udara sebanyak-banyaknya. Sebentar saja keadaannya semakin membaik seperti sedia kala.

Semua yang mengerumuninya bernafas lega. Terutama Sekar Arum yang sangat cemas melihat akibat benturan ilmu itu. Kini iapun kembali bisa tersenyum lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun